tag:blogger.com,1999:blog-65420326217809824442024-02-08T09:43:02.813-08:00KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHKUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-36833532723930828842011-05-26T03:28:00.000-07:002011-05-26T03:28:04.799-07:00FILSAFAT ILMUFILSAFAT ILMU<br />
<br />
Ini adalah sedikit dari banyak materi tentang filsafat ilmu. Dan untuk bahasan pertama adalah :<br />
<br />
1. Hakikat Ta’aruf<br />
a) Mengenal<br />
b) Bergaul<br />
c) Bersosialisasi<br />
d) Bermasyarakat<br />
e) Interaksi<br />
<br />
2. Pengetahuan Filsafat Tentang Kebenaran<br />
Filsafat dalam kesertaannya adalah mencari hakikat kebenaran segala sesuatu yang dapat dipikirkan sebagai obyek fakir termasuk agama dan ilmu atau pengetahuan. Filsafat agama yaitu hasil berfikir manusia bias tentang ajaran agama secara mendalam dan mendasar dan menghasilkan aliran seperti toreqoh atau teologi. Kebenaran agama adalah kebenaran yang mutlak yang tidak perlu di uji atau di buktikan karena sudah pasti kebenarannya. Pada dasarnya agama adalah datang dari Alloh SWT yang berupa wahyu, yang sudah jelas dan pasti kebenarannya. Sedangkan kenaran filsafat adalah kebenaran kodrati dari hasil usaha perenungan yang mendalam atau mendasar mengenai sesuatu. Karena kebenaran filsafat itu datangnya dari usaha perenungan yang di lakukan oleh manusia dan juga sumber kenanarannya tidak sempurna maka kebenaran itu bersifat nisbi ( sementara atau relative). Namun ilmu social kebenarannya bersifat mayoritas dan perbedaan merupakan pengecualian. Karena ilmu social didasari filsafat rasionalisme, filsafat pragmatis, dan filsafat humanisme dengan menguji kebenaran ilmu dengan cara analisis rasionalisme untuk mengancu pada kemanfaatan untuk masa sekarang atau masa depan.<br />
Filsafat adalah usaha perenungan dari seseorang mengenai sesuatu, kebenaran atau kesalahan dalam berfilsafat akan di jawab oleh waktu atau massa, karena dalam berfilsafat seseorang atau beberapa orang dapat merenungkan atau mamikirkan suatu hal yang sama, jadi meskipun obyek yang di kajinya sama tapi dalam berfilsafat nantinya hasil dari berfikir atau kesimpulannya akan berbeda. Kita tidak perlu kaget atau terkejut ketika seseorang menilai filsafat itu benar ataupun salah karena akal sehat dari masing-masing orang itu berbeda. Sebenarnnya kebenaran filsafat bukan kebenaran sektoral, factual, dan bukan pula kebenaran empiris, tapi kebenaran filsafat yaitu benar demi pikiran sehat, bukan karena kebenaran ilmu yang benar karena bukti dan bukan pula kebenaran agama yang benar karena keimanan. Kebanaran filsafat bersifat a-priory yang diterima kebenarannya melalui proses berfikir rasional yang bersifat mendalam dan mendasar tanpa dibuktikan secara empiris.<br />
Filsafat merupakan Ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakekat kebenaran segala sesuatu, dengan bantuan filsafat manusia berusaha menangkap hakekat dan hikmah dari pemikiran realitas dan kejadian, karena filsafat mengantarkan manusia untuk lebih jernih, bijaksana dalam berfikir, bersikap, berkata, berbuat dan mengambil kesimpulan. Karena filsafat adalah master caintrum yang berarti induk pengetahuan.<br />
<br />
3. Kebenaran Ilmu<br />
S. Hornby mendefinisikan ilmu sebagai susunan pengetahuan dari penelitian dan percobaan yang bersumber dari fakta-fakta.Kebenaran ilmu adalah hasil dari usaha berfikir manusia dan menyelidiki tentang pengetahuan dan keilmuan yang menghasilkan kebenaran nisbi yang selalu dapat berkembang dan berubah. Ilmu berawal dari golongan rasa ingin tahu manusia yang sangat besar untuk tahu tentang sesuatu yang menghasilkan pengetahuan (knowledge ) yakni segala sesuatu yang diketahui manusia demi kesadaran manusiawinya. Kebenaran ilmu bersifat apostiory karena harus di uji atau dapat dibuktikan kebenarannya. Contoh ; ilmu eksakta dibuktikan dengan angka. Berfikir pada hakikatnya merupakan kebebasan manusia yang sejati karena tidak dibatasi oleh siapaun tapi dapat berkembang menjadi dunia khayal dan itu juga merupakan kegiatan mental dan prosesnya bersifat abstrak dengan lambing-lambang abstrak mengenai suatu obyek..contohnya adalah permainan catur, dalam bermain catur anda di tuntut untuk berfikir sekeras mungkin agar dapat mengalahkan lawan dengan berbagai langkah, pada saat itu otak akan bekerja dan berfikir lebih jauh untuk mencari strategi ataupun membaca strategi lawan agar kita dapat memenangkan permainan.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-11181901534650371052011-04-14T05:24:00.000-07:002011-04-14T05:24:21.370-07:00<b>ZAKAT</b><br />
<br />
<br />
<b>A. Pengertian Zakat</b><br />
Zakat menurut loghat artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah syara’ yaitu mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah SWT, sebagai shodaqh wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam.<br />
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap-tiap muslim yang mempunyai harta benda menurut ketentuan yagn telah ditentukan oleh hukum Islam. Orang yang mengingkari wajibnya zakat di hukum kafir.<br />
<br />
<b>B. Harta Benda Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya</b><br />
1. Zakat Emas, Perak dan Mata Uang<br />
Syarat-syarat wajib zakat emas dan perak sebagai berikut :<br />
Milik orang islam<br />
Yang memiliki adalah orang merdeka<br />
Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)<br />
Sampai nishabnya<br />
Genap satu tahun<br />
<br />
Nishab dan zakat emas<br />
Nishab emas bersih ialah 20 dirham (mitsqal) sama dengan 12 ½ pound sterling (± 96 gram). Zakatnya 2 ½ % atau seperempat puluhan.<br />
<br />
Nishab dan zakat perak<br />
Nishab perak bersih 200 dirham sama dengan 672 gram. Zakatnya 2 ½ % apabila dimiliki cukup satu tahun.<br />
<br />
<br />
<br />
Nishab dan zakat uang<br />
Peredaran uang pada dasarnya berstandar emas, karena peredaran uang itu berdasar emas maka nishab dan zakatnya 21/2 % atau sepermpat puluh.<br />
<br />
<b>2. Zakat Harta Perniagaan</b><br />
Syarat wajib zakat perniagaan ialah :<br />
Milik orang islam<br />
Yang memiliki adalah orang merdeka<br />
Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)<br />
Sampai nishabnya<br />
Genap satu tahun<br />
Setiap tahun pedagang harus membuat neraca atau perhitungan harta benda dagangannya. Apabila sudah cukup senishab maka wajiblah dikeluarkan zakatnya seperti zakat emas yaitu 2 ½%.<br />
<br />
<b>3. Zakat Binatang Ternak</b><br />
Binatang ternak yang wajib dizakati yaitu Unta, Lembu dan Kerbau, Kambing dan Biri-biri.<br />
Syarat-syarat wajibnya zakat binatang ternak sebagai berikut :<br />
Milik orang islam<br />
Yang memiliki adalah orang merdeka<br />
Milik sendiri<br />
Sampai nishabnya<br />
Genap satu tahun<br />
Makannnya dengan pengembala, bukan dengan rumput belian<br />
Binatang itu bukan digunakan untuk bekerja.<br />
<br />
Nishab dan zakat unta<br />
Orang memiliki unta 5 ekor ke atas wajib dikeluarkan zakatnya. Tentang pengeluaran zakat ini di atur sebagai berikut :<br />
5 ekor unta zakatnya 1 ekor kambing.<br />
10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing.<br />
15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing.<br />
20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing.<br />
<br />
Nishab dan zakat lembu/kerbau<br />
Orang yagn memiliki lembu / kerbau 30 ekor ke atas wajib mengeluarkan zakatnya, sebagi berikut :<br />
30 – 39 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau (ta-bi’).<br />
40 – 59 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor sapi/kerbau betina yang berumur 2 tahun (mussinah).<br />
60 – 69 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor anak sapi (ta-bi’).<br />
70 – 79 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi / kerbau dan 1 ekor mussinah.<br />
80 – 89 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor mussinah.<br />
90 – 99 lembu/kerbau zakatnya 3 ekor ta-bi’.<br />
100-109 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor ta-bi’ dan 1 ekor mussinah.<br />
<br />
Nishab dan zakat kambing<br />
Orang memiliki kambing 40 ekor wajib mengeluarkan zakatnya, sebagai berikut :<br />
40 – 120 ekor kambing zakatnya 1 ekor.<br />
121 – 200 ekor kambing zakatnya 2 ekor.<br />
201 – 300 ekor kambing zakatnya 3 ekor. <br />
301 – 400 ekor kambing zakatnya 4 ekor.<br />
401 – 500 ekor kambing zakatnya 5 ekor. <br />
<br />
<b>4. Zakat Hasil Bumi</b><br />
Hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu yang dapat dijadikan makanan pokok, seperti padi, jagung, gandum dan sebagainya. Sedangkan buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah gandum sya’ir zabib dan kurma.<br />
Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat hasil bumi sebagai berikut :<br />
Milik orang islam<br />
Yang memiliki adalah orang merdeka<br />
Milik sendiri<br />
Sampai nishabnya<br />
<br />
Nishab dan zakat hasil bumi<br />
Nishab hasil bumi yang sudah dibersihkan, ialah 5 wasaq, yaitu kira-kira 700 kg. sedangkan yagn masih berkulit nishabnya 10 wasaq = 1.400 kg. zakatnya 10% jika diairi dengan air hujan, air sungai, siraman air yang tidak dengan pembelian(ongkos). Jika diairi dengan air pembelian maka zakatnya 5%.<br />
<br />
<b>5. Zakat Barang Tambang dan Barang Temuan</b><br />
Hasil tambang yagn wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan perak yang diperoleh dari hasil pertambangan.<br />
Rikaz ialah harta benda orang-orang purbakala yang berharga yang diketemukan oleh orang-orang pada masa sekarang, wajib dikeluarkan zakatnya.<br />
Syarat-syaratny mengeluarkan zakat rikaz :<br />
Milik orang islam<br />
Yang memiliki adalah orang merdeka<br />
Milik sendiri<br />
Sampai nishabnya<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Nishab dan zakat barang tambang dan barang temuan<br />
Nishab barang-barang tambang dan harta temu-temuan, dengan nishab emas dan perak, yakni 20 mitsqal = 96 gram untuk emas dan 200 dirham (672 gram) untuk perak. Zakatnya masing-masing 2 ½% atau seperempat puluh.<br />
<br />
<b>C. Zakat Fitrah</b><br />
Zakat fitrah ialah zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada hari raya fitrah. Zakat fitrah untuk tia-tiap jiwa 1 sha = 2,305 kg (dibulatkan menjadi 21/2 kg) dari beras atau lainnya yang menjadi makanan pokok bagi penduduk negeri. Lebih utama dikeluarkan sebelum sholat Idul Fitri dan boleh juga dikeluarkan semenjak permulaan bulan ramadhan.<br />
<br />
Orang yang berhak menerima zakat :<br />
1) Fakir<br />
2) Miskin<br />
3) Amil<br />
4) Muallaf<br />
5) Hamba Sahaya<br />
6) Gharim<br />
7) Sabilillah<br />
8) Musafir<br />
<br />
D. Cara Pementasan Kemiskinan<br />
Caranya yaitu kita memberi zakat kepada orang yang tidak mampu berupa uang atu modal untuk usaha supaya mereka yang kurang mampu mempunyai penghasilan yang tetap dan merubah hidupnya dari yang sebelumnya kekurangan menjadi lebih baik dan maju.<br />
<br />
<b>DAFTAR PUSTAKA<br />
</b><br />
Fiqih Islam Lengkap Karangan Drs. H. Moh. Rifa’i.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-23891015119561951982011-04-14T05:19:00.000-07:002011-04-14T05:19:37.871-07:00HAK ASASI MANUSIA (CIVIC EDUCATION )<b>PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA</b><br />
<br />
Hak-hak asasi manusia adalah ha-hak dasar yang dinawa sejak lahir dan melekat dalam potensinya sebagai makhluk dan wakil tuhan.Miriam budiardjo menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia adalah sebagai hak yabg dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.<br />
Manusia yang memahami tentang hak-hak dasarnya,berarti memiliki nilai lebih dibandingkan dengan yang lain yang tidak menyadari akan potensi dan hak-hak dasar kamanusiaan, sedangkan nilai dasar itu adalah nilai moral yang setiap tindakannya harus bias di pertanggung jawabkan, baik di depan manusia atau penciptaNya. Atau, boleh di tegaskan dengan ungkapan bahwa nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama nilainya dengan nilai kosmos seluruh alam semesta.<br />
Secara definitif, hak merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan, serta menjamin adanya peluangbagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Menurut James W Nickel, hak mempunyai unsur-unsur :<br />
1. pemilik hak<br />
2. ruang lingkup penerapan hak<br />
3. pihak yang bersedia dalam penerapan hak.<br />
Ketiga unsur ini menyatu dalam pengertian dasar dan hak. Dengan demikian, hak merupakan unsur normative yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapanya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi<br />
Semua hak asasi manusia adalah universal, tak terbagi, interdependen, dan saling terkait.pendidikan adalah alat yang paling mangkus untuk pengembangan nilai-nilai yang berhubungan dengan hak asasi manusia.<br />
<br />
<br />
Pendidikan hak asasi manusia haruslah mengembangkan kemampuan untuk menilai kebebasan pemikiran, kata hati, dan keyakinan, kemampuan untuk menialai kesamaan, keadlian dan cinta, dan suatu kempuan untuk mengasuh dan melindungi hak-hak anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas etnik, kelompok-kelompok yang tak beruntung, dan seterusnya.<br />
Istilaha hak-hak asasi manusia ( HAM ) bermula dari barat yang dikenal dengan right of man, menggantikan istilah natural man. Karena istilah right of man di pandang tidak mencangkup right of women, maka oleh Eleaneor Roosevelt dig anti dengan istilah human right, yang dipandang lebih netral dan universal.<br />
<br />
<b>HAK ASASI MANUSIA DI BARAT</b><br />
Di dunia barat, penegakan HAM dimulai sekitar abad XIII, ketika pada tahun 1215 Raja John dari inggris mengeluarkan sebuah piagam yang terkenal dengan nama magna charta atau piagam agung. Piagam ini memuat beberapa hak yang diberikan kepada kaum bangsawan sebagai buah hasiltuntutan mereka sekaligus membuat pembatasan kekuasaan raja.<br />
Sebenarnya, tidak semua orang tahu dari isi piagam tersebut sampai abad ke-17,ternyata isinya berhubungan pula dengan konsep manusia tentang hak-hak asasi dan hak-hak warga Negara. Bukti praktis dan pelaksanaan konsep-konsep tersebut baru bias ditemukan pada akhir abad ke – 18, yaitu dalam proklamasi dan konstitusi Amerika Serikat dan Perancis.<br />
Puncak perkembangan HAM terjadi pada tanggal 10 desember 1948 disahkannya hak-hak asasi manusia sedunia ( universal declaration of human right ) oleh perserikatan bangsa-bangsa, setelah selama dua tahun suatu panitia di bentuk oleh PBB dengan nama komisi hak asasi. Secara rinci, komisi ini merumuskan tentang hak politik, hak ekonomi, hak social, dan sebagainya, yang seluruhnya terdiri dari 30 pasal. Majelis umum PBB menyatakan bahwa deklarasi ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan Negara, yang kemudian di umumkan dan di setujui oleh Resoluso Majelis Umum PBB nomor 217 A ( III ) 10 Desember 1948, yang di dalamnya memuat pertimbangan-pertimbangan, bahwa :<br />
1. Pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari semau anggota keluarga kemanusiaan, kaedilan, dan perdamian dunia.<br />
<br />
2. Bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada hak-hak asasi manusia tekah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan dalam hati umat manuisa dan bahwa terbentuknya suatu dunia dimana manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan agama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.<br />
3. Hak-hak manusia perlu dilindungi oelh peraturan hokum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terkhir guna menetang kelaliman dan penjajahan.<br />
4. Persahabatan antara Negara-negara perlu di anjurkan.<br />
5. Bangsa-bangsa dari anggota PBB dalam piagam telah menyatakn sekali lagi kepercayaan mereka atas hak-hak asasi manusia, martabat serta penghargaan seseorang, dan hak-hak yang sama bagi laki-laki maupun perempuan dan telah memutuskan akan mengingkatkan kemajuan social dan tingkat penghidupan yang labih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.<br />
6. Negara-negara anggota telah berjanji akan mencapai perbaikan penghargaan umum terhadap pelaksanaan hak- hak manusia dan kebebasan-kebebasa asas dalam kerja sama dengan PBB<br />
7. Pengertian umum terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan ini adalah penting sekali untuk pelaksanaan janji ini secara benar.<br />
<br />
<b>HAK ASASI MANUSIA DAN IDEOLOGI PANCASILA</b><br />
<br />
Bagi bangsa Indonesia , persoalan hak asasi manusia harus digali dan cari akar-akarnyadalam ideology nasional pancasila, sekalipun disadari bahwa di masyarakat sekarang berkembang sikap-sikap skeptis, bahkan sinis, kepada berbagai usaha indokr-trinasi pancasila, yang disebabkan kenyataan banyaknya kesenjangan antara yang diucapkan secara lisan dengan yang dilakuakn dalam tindakan. Hak dan kewajiban setiap pribadi warga Negara adalah sama dihadapan nilai kefalsafatan Negara. Hak seseorang terhadap yang lain adalah kewajiban orang lain itu, dan kewajiban seseorang terhadap orang lain adalah hak orang bersangkutan.<br />
<br />
Pancasila sebagai falsafah dan dasar hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, dimana masing-masing silanya merupakan kesatuan yangutuh dan bernuara dari kesadaran dan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.<br />
<br />
<b>HAK ASASI MANUSIA DALAM PERUNDANG -UNDANGAN NASIONAL<br />
</b><br />
Dalam ketatanegaraan Indonesia, pengaturan HAM terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normative dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam perundang-undangan RI, paling tidak terdapat empat bentuk tertulis yang memuat tentang HAM yakni;<br />
1. Dalam konstitusi ( undang-undang dasar Negara ) selain terdapat dalam UUd hasil amandemen kedua UUD 1945, juga dalam amamandemen I-IV konstitusi RIS dan UUDS 1950.<br />
2. Dalam ketetapan MPR dapat dilihat dalam TAP MPR nomor XVII tahun 1998 tentang pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM dari piagam HAM nasional.<br />
3. Dalam UU pengaturan HAM dalam undang-undang yang pernah dikeluarkan pemerintah RI, antara lain :<br />
a) UU No. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.<br />
b) UU No. 5 tahun 1998 tentang retifikasi konvensi anti penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.<br />
c) UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.<br />
d) UU No. 9 tahun 1998 tentang kebeasan menyatakan pendapat.<br />
e) UU No. 11 tahun 1998 tentang amandemen terhadap UU No. 25 tahun 1997 tentang hubungan perbruhan.<br />
f) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM<br />
g) UU No. 40 tahun 1999 tentang pers<br />
h) UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM<br />
<br />
<br />
<br />
4. Dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden dan perturan pelaksanaan lainya, missal :<br />
a) Peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) No. 1 tahun 1999 tentang pengadilan HAM<br />
b) Kepres No. 181 tahun 1998 tentang pendirian komisi nasional penghapusan kekerasan terhadap wanita.<br />
c) Kepres No. 129 tahun 1998 tentang rencana retifikasi berbagai instrument hak asasi manusai PBB serta tindak lanjutnya.<br />
d) Kongres No. 31 tahun 200 tentang pembentukan pengadilan HAM pada pengadilan Negeri Jakarta pusat, Pengadilan Negeri Surabaya dan pengadilan negeri Makassar<br />
e) Kepres No. 5 tahun 2001 tentang pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc pada pengadilan Negeri Jakarta pusat, yang di ubah dengan kepres No. 96 tahun 2001<br />
f) Kepres No. 81 tahun 1998 tentang komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-32342910192855518742011-04-01T19:50:00.000-07:002011-04-01T19:50:32.393-07:00NEGARA (CIVIC EDUCATION)A. NEGARA<br />
1. Pengertian Negara<br />
Secara istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), Staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Perancis), kata state, staat, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.<br />
Secara terminologi, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah Negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah Negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang berdaulat.<br />
Menurut Roger H. Soltao, Negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang masyarakat. Menurut Haroid. J. Laski negera marupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.<br />
Max Weber mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.<br />
2. Tujuan Negara<br />
Tujuan sebuah Negara dapat bermacam-macam, antara lain:<br />
a. Memperluas kekuasaan.<br />
b. Menyelenggarakan ketertiban hukum.<br />
c. Mencapai kesejahteraan hukum.<br />
2<br />
3<br />
Menurut Plato tujuan Negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk social. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative self-expression of its members). <br />
Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi, tujuan Negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa.<br />
Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.<br />
<br />
B. BEBERAPA TEORI TENTANG TERBENUTKNYA NEGARA <br />
1. Teori kontrak social (social contract)<br />
Teori ini beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Beberapa pakar penganut teori kontrak sosial yang menjelaskan teori asal-mula Negara, diantaranya:<br />
a. Thomas Hobbes (1588-1679)<br />
Menurutnya syarat membentuk Negara adalah dengan mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan. Tekhnik perjanjian masyarakat yang dibuat Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan kepada individu lainnya bahwa “Saya memberikan kekuasaan dan menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada orang-orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat bahwa saya memberikan hak kepadanya dan memberikan keabsahan seluruh tindakan dalam suatu cara tertentu”.<br />
b. John locke (1632-1704)<br />
Dasar kontraktual dan Negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seseorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka.<br />
<br />
<br />
4<br />
c. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)<br />
Keadaan alamiah diumapamakannya sebagai keadaan alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh idividu dan individu itu puas. Menurut “Negara” atau “badan korporatif” dibentuk untuk menyatakan “kemauan umumnya” (general will) dan ditujukan pada kebahagiaan besama. Selain itu Negara juga memperhatikan kepentingan-kepentingan individual (particular interest). Kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya.<br />
2. Teori Ketuhanan<br />
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh Tuhan Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun.<br />
3. Teoir kekuatan<br />
Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari komunikasi yang kuat terhadap kelompok yang lemah, Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.<br />
4. Teori Organis<br />
Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.<br />
5. Toeri Historis<br />
Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.<br />
C. RELASI NEGARA DAN AGAMA<br />
Pada dasarnya, peran dan fungsi agama sangatlah ditentukan oleh para penganutnya. Pemahaman dan penyikapan para penganut terhadap agama sangat mempengaruhi perjalan dan dinamika agama dalam pergumulannya dengan perkembangan suatu negara. Dalam memahami hubungan agama dan negara, ada beberapa konsep atau paham yang berkembang dianut oleh kebanyakan negara. Paham-paham tersebut adalah:<br />
<br />
5<br />
1. Hubungan agama dan Negara menurut paham teokrasi<br />
Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.<br />
2. Hubungan agama dan Negara menurut paham sekuler<br />
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.<br />
3. Hubungan agama dan Negara menurut paham komunis<br />
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai candu masyarakat, dan manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri.<br />
Sebagai agama (din) dan Negara (dawlah), agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Beberapa pradigma yang menjelaskan hubungan antara agama dan Negara:<br />
1. Paradigm integralistik<br />
Agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu. Ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga.<br />
2. Paradigm simbiotik<br />
Antara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling mebutuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigm ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at).<br />
3. Paradigm sekularistik<br />
Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda antara satu sama lain memiliki dan satu sama lain memiliki garapan bindangnya masing-masing. Sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul bersal dari kesepakatan manusia.<br />
<br />
6<br />
D. BENTUK-BENTUK NEGARA<br />
Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dalam kedua bentuk Negara, yakni Negara kesatuan (unitarisme) dan Negara serikat (federasi).<br />
1. Negara kesatuan<br />
Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah.<br />
Negara kesatuan ini terbagi 2 macam, yaitu:<br />
a. Negara kesatuan dengan system sentralisasi yaitu urusan Negara langsung diatur oleh pemerintah pusat.<br />
b. Negara kesatuan dengan system desentralisasi yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah.<br />
<br />
2. Negara serikat<br />
Kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatnya, semetara Negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri. Pertahanan Negara. Keuangan dan urusan pos.<br />
Selain kedua bentuk Negara tersebut. Bentuk Negara ke dalam tiga kelompok yaitu:<br />
a. Monarki<br />
Negara monarki adalah bentuk Negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang berhak memerintah) oleh satu orang saja.<br />
b. Oligarki<br />
Oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.<br />
c. Demokrasi<br />
Rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan.<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
1. Ghazali, Adeng Muchtar, Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan Prespektif Islam, 2004, Bandung:Benang Merah PressKUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-80396958363130564892011-04-01T19:47:00.000-07:002011-04-01T19:48:21.131-07:00ULUMUL QURAN MAKKIYAH DAN MADINAHA. Gambaran Umum Makki Dan Madani <br />
Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu dalam menghadapi hati masyarakat yang telah terperosok dalam kerusakan aqidah, perundang-undangan dan perilaku. Beban dakwah baru bisa diwajibkan setelah benih subur tersedia baginya dan pondasi kua<br />
2 <br />
telah dipersiapkan untuk memikul beban dakwah tersebut. Asas perundang-undangan dan aturan sosial baru bisa digariskan setelah hati manusia dibersihkan dari segala kerusakan aqidah dan tujuan dakwah telah ditentukan. <br />
Orang yang membaca Al Qur‟an Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiah <br />
mengandung karakteristik yang tidak terkandung di dalam ayat-ayat Madaniah, baik dalam irama, makna dan tutur penyampaiannya meskipun keduanya saling menopang dalam menentukan hukum-hukum dan perundang-undangan. <br />
Pada zaman jahiliyah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tuli, menyembah berhala, mempersekutukan Allah, mendustakan wahyu dan mengingkari hari akhir sebagaimana kata mereka: <br />
<br />
“Dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita <br />
mati dan hidup dan yang akan membinasakan kita hanyalah waktu” (Al Jasiyah 24) <br />
Mereka ahli berdebat dengan kata-kata yang pedas dan retorika yang luar biasa, sehingga ayat-ayat Makkiah yang diturunkan di Makkah juga merupakan goncangan yang mencekam di hati mereka, membakar seperti api yang memberi tanda bahaya disertai argumentasi yang sangat tegas dan kuat. Karakteristik ayat ini dapat menghancurkan keyakinan mereka terhadap berhala-berhala pujaan mereka dan mengantarkan mereka kepada agama tauhid. <br />
Setelah tiga belas tahun turunnya ayat-ayat Makki terbentuk masyarakat yang beriman kepada Allah serta aqidahnya telah diuji dengan berbagai cobaan dari orang musyrik pada zaman itu dan ternyata mereka dapat bertahan, maka Allah menurunkan ayat-ayat Madaniah dengan sebelumnya memerintahkan mereka untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka dan sanak saudara mereka untuk berhijrah ke kota Madinah. <br />
Dan jika kita melihat ayat-ayat Madaniah yang panjang, membicarakan hukum islam serta ketentuan-ketentuannya, mengajak berjihad dan berkorban di jalan Allah, meletakkan kaidah-kaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi antar golongan dan bangsa. Juga menyingkap aib dan isi hati orang-orang munafik serta berdialog dengan para ahli kitab dan membungkam hujjah-hujjah yang mereka kemukakan, inilah ciri umum dari ayat-ayat Madaniah. <br />
B. Perbedaan Makki dan Madani <br />
Sebelum membedakan Makki dan Madani terlebih dahulu kita harus mengetahui <br />
bagaimana para ulama menentukan dan memutuskan bahwa suatu ayat atau surat disebu<br />
Makki dan Madani. Dan untuk mengetahui Makki dan madani para ulama bersandar pada dua <br />
cara utama yaitu: <br />
1.Sima‟i Naqli <br />
Cara ini didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan <br />
menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi‟in yang mendengar dari para sahabat <br />
bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu tersebut. Cara ini menjadi cara utama para ulama menentukan suatu ayat Al Qur‟an apakan termasuk dalam kategori Makkiah atau Madaniah. <br />
2. Qiyas Ijtihadi <br />
Cara ini didasarkan pada ciri-ciri dari Makki dan Madani, para ulama mengelompokkan ayat-ayat Makki dengan meneliti ciri dari ayat-ayat tersebut meskipun terdapat dalam surat Madani, begitu juga sebaliknya. Dan bila dalam suatu surat terdapat ciri-ciri Makki lebih dominan daripada Madani maka Surat tersebut secara qiyas ijtihadi disebut sebagai Surat Makki, begitu juga sebaliknya.1 <br />
Sedikitnya ada empat landasan teori yang dikemukakan oleh para Ulama dalam menentukan kriteria untuk memisahkan bagian yang disebut Makki dan Madani, dan keempat teori tersebut memiliki dasarnya sendiri sebagai berikut:2 <br />
1. Dari Tempat Turunnya (Mulãhazhatu Makãnin Nuzul) <br />
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan di Makkah dan <br />
sekitarnya, seperti Mina, arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madani diturunkan di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara konkrit, sebab ayat-ayat yang turun di perjalanan seperti di Baitul Maqdis atau Tabuk tidak termasuk dalam kedua kategori tempat turunnya sehingga ayat-ayat tersebut tidak dinamakan Makki dan tidak juga Madani. <br />
2. Dari Sasaran Turunnya (Mulãhazhatu Mukhãtabiina Fin Nuzul) <br />
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang seruannya ditujukan untuk <br />
penduduk Makkah dan Madani seruannya ditujukan untuk penduduk Madinah. <br />
Berdasarkan pendapat ini, para ulama yang mendukungnya menklasifikasikan bahwa <br />
ayat Al Qur‟an yang mengandung seruan yã ayyuhan nãs (wahai manusia) adalah <br />
Makki, sedangkan ayat yang mengandung seruan yã ayyuhal ladziina ãmanu (wahai <br />
orang-orang yg beriman) adalah Madani. Namun pada kenyataannya tidak semua ayat <br />
Al Qur‟an didahului dengan kata-kata tersebut. <br />
3. Dari Waktu Turunnya (Mulãhazhatu Zamãnin Nuzul) <br />
1Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif) <br />
2H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 78<br />
<br />
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan sebelum hijrah <br />
meskipun bukan di kota Makkah dan Madani diturunkan setelah hijrah meskipun <br />
diturunkan di Makkah atau bukan di kota Madinah, misalnya: <br />
<br />
“Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kulengkapi kepadamu <br />
nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagimu” (Al Ma‟idah 3) <br />
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Umar RA., dijelaskan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada malam Arafah hari jum‟at tahun haji Wada‟. Dan pendapat ini lebih baik dari dua pendapat sebelumnya karena lebih memberikan kepastian dan konsistensi.3 <br />
Kelebihan dari teori ini menurut para ulama adalah teori yang paling selamat, karena <br />
rumusan teori ini mencakup seluruh isi Al Qur‟an sebab semua surah/ayat dalam Al <br />
Qur‟an kalau tidak turun sebelum hijrah pasti turun setelah hijran. Jadi tidak satupun <br />
surah/ayat Al Qur‟an yang terlepas dari rumusan teori ini.4 <br />
4. Dari Isi yang Terkandung (Mulãhazhatu Mã Thadhammant Assurah) <br />
Makki menurut teori ini ialah surah/ayat yang berisi cerita-cerita ummat dan para Nabi <br />
terdahulu, sedang Madani menurut teori ini adalah surah/ayat yang berisi hukum-hukum <br />
hudud, fara‟id dan sebagainya. Dalil yang dijadikan landasan teori ini ialah riwayat <br />
Hisyam dari ayahnya Al Hakim, sebagai berikut: <br />
<br />
Setiap surah yang di dalamnya disebutkan hukum-hukum, fara‟id adalah Madaniyah, dan setiap surah yang didalamnya disebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah Makkiyah. <br />
3Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996) <br />
4H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA.,Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 85<br />
<br />
<br />
5 <br />
Kelebihan dari teori ini adalah kriterianya jelas, lebih mudah untuk dikenali sebab hanya dengan melihat tanda-tanda tertentu dalam surah/ayat sehingga lebih gampang untuk membedakannya.5 <br />
C. Ciri Khas Makki dan Madani <br />
Dengan menamakan sebuah surah itu Makkiah atau Madaniah tidak berarti bahwa surat tersebut seluruhnya Makkiah atau Madaniah, sebab di dalam surat Makkiah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniah, dan di dalam surah Madaniah pun terkadang terdapat ayat-ayat Makkiah. Dengan demikian, penamaan surah itu Makkiah atau Madaniah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, dalam penamaan surah sering disebutkan bahwa surah itu Makkiah kecuali ayat "anu" adalah Madaniah; dan surah ini Madaniah kecuali ayat "anu" adalah Makkiah, misalnya surah Al Anfal itu Madaniah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat 30 yang dianggap sebagai ayat Makkiah.6 <br />
<br />
“Dan ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar terhadapmu untuk <br />
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu, mereka berbuat makar akan tetapi Allah menggagalkan makar mereka, sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas makar” (Al Anfal 30) <br />
Para ulama telah meneliti surat-surat Makki dan Madani, dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis dari keduanya yang menerangkan ciri-ciri khas, gaya bahasa, dan persoalan- persoalan yang dibicarakannya. Dari situ para ulama dapat menyimpulkan kaidah-kaidah dari ciri khas tersebut, yaitu: <br />
1. Ketentuan Makki dan ciri khas temanya. <br />
Dari segi Ketentuan sbb: <br />
a.Setiap yang di dalamnya mengandung “sajdah” maka surat tersebut adalah bagian <br />
dari Makki. <br />
b. Setiap surat yang mengandung lafalk al la, berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat <br />
dalam separuh terakhir dari Al qur‟an, dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali <br />
dalam lima belas surat. <br />
c. Setiap surat yang mengandung lafal yã ayyuhan nãs dan tidak mengandung lafaly ã <br />
ayyuhal lazina ãmanu berarti Makki, kecuali surat Al hajj yang pada akhir surat <br />
5Ibid. , 87. <br />
6 Al Wahidy, Asbabu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq <br />
<br />
<br />
6 <br />
terdapat lafal ya ayyuhal lazina ãmanurka‟u wasjudu, namun sebagian besar ulama <br />
berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiah. <br />
d. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki, <br />
kecuali surat Al Baqarah. <br />
e. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti Alif Lãm Mim, Alif <br />
Lãm Rã, Hã Mim dan lainnya adalah Makki, kecuali surat Al Baqarah dan surat Ali <br />
imran dan surat Al ra‟d masih diperselisihkan. <br />
sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut: <br />
a. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, hari kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan azabnya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti yang rasional dan ayat-ayat kauniyah. <br />
b. Peletakan dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlaq mulia yang menjadi terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang-orang musyrik dalam menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan bayi perempuan hidup-hidup dan tradisi buruk lainnya. <br />
c. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan perintah Allah sebelum mereka. <br />
d. Sebagai hiburan untuk Rasulullah dan para pengikutnya agar mereka tabah dalam menahan cobaan dan hinaan dari orang-orang kafir, dan untuk menambahkan keyakinan mereka bahwa Allah berada di pihak mereka. <br />
e. Suku katanya pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataan singkat ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hari dan maknanyapun meyakinkan dengan diperbuat dengan lafal-lafal sumpah.7 <br />
2. Ketentuan Madani dan ciri khas temanya. <br />
Dari segi Ketentuan sbb: <br />
a. Setiap surat yang berisi kewajiban atauh ad (sanksi) adalah Madani. <br />
b. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan tentang orang munafiq adalah Madani <br />
kecuali surat Al Ankabut adalah Makki. <br />
c. Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan para ahli kitab adalah Madani. <br />
sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut: <br />
7 Ahmad Von Denver, Ulum Al Qur‟an (United Kingdom: The Islamic Foundation) <br />
<br />
7 <br />
a.Menjelaskan tata cara ibadah, mu‟amalah,had, kekeluargaan, warisan, jihad, kaidah hukum, masalah perundang-undangan dan hubungan sosial baik di waktu damai maupun saat perang. <br />
b. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk memeluk agama Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah terdahulu, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah kebenaran datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka. <br />
c. Menyingkap perilaku orang-orang munafiq, menganalisis kejiwaan mereka, <br />
membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa mereka berbahaya bagi agama. <br />
d. Suku kata dan ayat-ayatnya panjang dengan gaya bahasa yang memantapkan <br />
ketentuan syari‟at serta menjelaskan tujuan dan sasaran syari‟at tersebut. <br />
D. Faedah Mengetahui Makki dan Madani <br />
Pengetahuan tentang Makki dan Madani banyak faedahnya diantaranya adalah: <br />
1. Sebagai alat bantu dalam menafsirkan Al Qur‟an, sebab mengetahui tempat turunnya suatu ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal tersebut seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dan mansukh, yakni bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif maka yang datang kemudian merupakan nasikh atas ayat yang terdahulu. <br />
2. Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus). Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniah dan Makkiah yang keduanya memenuhi syarat-syarat naskh (penghapusan) maka ayat Madaniah tersebut menjadi nasikh bagi ayat Makkiah karena ayat Madaniah datang belakangan setelah ayat Makkiah. <br />
3. Mengambil istimbath dari gaya bahasa Al Qur‟an dalam berdakwah dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah SWT., sebab setiap situasi mempunyai bahasa sendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya bahasa Makki dan <br />
Madani dalam Al Qur‟an memberikan kepada siapa saja yang membaca dan <br />
mempelajarinya sebuah metode penyampaian dakwah ke jalan Allah SWT., sesuai dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya dengan penuh kebijaksanaan. <br />
4. Mengetahui sejarah hidup Rasulullah melalui ayat-ayat Al Qur‟an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang beliau hadapi saat itu, baik pada periode dakwah di Makkah mapun Madinah. Sejak <br />
permulaan turunnya wahyu hingga ayat terakhir, Al Qur‟an adalah sumber pokok bag<br />
<br />
<br />
8 <br />
peri hidup Rasulullah, maka dari itu sejarah dakwah beliau yang diriwayatkan oleh para <br />
ahli sejarah harus sesuai dengan Al Qur‟an.8 <br />
E.Hikmah Turunnya Al Qur’an berangsur-angsur <br />
Telah jelas dari pembagian Al Qur‟an menjadi ayat-ayat Makkiah dan Madaniah menunjukkan bahwa Al Qur‟an turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-Qur‟an dengan cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, diantaranya adalah memberi kemudahan bagi manusia untuk menghafal, memahami serta mengamalkannya karena Al Qur‟an dibacakan kepada mereka secara bertahap, berdasarkan firman Allah SWT: <br />
<br />
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: „Pada keduanya itu <br />
terdapat dosa besar dan berupa manfa‟at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari <br />
manfaatnya.”(Al Baqarah: 219) <br />
8 Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟ari<br />
<br />
Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau menerima pengharaman khamr, dimana akal menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Kemudian yang kedua turun firman Allah „Azza wa Jalla: <br />
<br />
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan <br />
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (An Nisaa‟: 43) <br />
Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk untuk membiasakan meninggalkan khamar pada <br />
keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat. Kemudian tahap ketiga turunlah firman Allah <br />
„Azza wa Jalla: <br />
<br />
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, beribadah <br />
kepada berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) arak atau berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu(” (Al <br />
Maa‟idah: 90-91) <br />
Dalam ayat di atas terdapat larangan meminum khamar pada semua keadaan, hal itu sempurna setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia kemudian diperintah untuk membiasakan diri meninggalkan khamar pada keadaan tertentu.9 <br />
9A l-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al -Qur‟an, Cahaya Tauhid Press Malang <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA <br />
Al Wahidy,. Asbãbu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq (Maktabah Syameela) <br />
Al-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al-Qur‟an: edisi Indonesia,<br />
(Malang: Cahaya Tauhid Press)<br />
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya.<br />
H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009)<br />
Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996)<br />
Von Denver, Ahmad,. Ulum Al Qur‟an , (United Kingdom: The Islamic Foundation)KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-63565515368419374472011-04-01T19:43:00.000-07:002011-04-01T19:43:05.557-07:00'ALIM ULAMA PEWARIS PARA NABIAgama adalah suatu yang sakral dalam kehidupan manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus. Karena agama diyakini sebagai suatu ajaran wahyu dari sang Pencipta. Keberadaan agama ditengah-tengah umat ibarat sang penyelamat dari berbagai malapetaka. Segala kerusakan dan kehancuran di muka bumi tak lain dan tak bukan adalah akibat ulah tangan kotor para musuh dan perusak agama.<br />
Islam adalah satu-satunya agama yang benar yang sangat diharapkan kehadirannya untuk melanggengkan kehidupan di alam ini. Tanpa Islam rasanya sulit bagi manusia untuk lepas dari berbagai angkara murka yang terdapat pada gelombang kehidupan yang tak kenal belas kasih.<br />
Keterikatan antara Islam dan ulama sangatlah erat. Perkembangan dan kemajuan Islam masa lampau tak lepas dari peran ulama. Di abad modern ini sosok-sosok ulama yang konsisten dengan agamanya sangat di butuhkan, dalam upaya mengembalikan kaum muslimin ke masa keemasannya. Yang dimaksud dengan ulama dalam konsep Islam yang benar adalah seseorang yang menguasai disiplin-disiplin ilmu Islam secara utuh mulai dari ilmu alat (bahasa, sastra, dll) sampai ilmu pelengkap lalu menerapkan dalam kepribadian, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.<br />
Al-Imam Abu Qasim Al-Ashbahani pernah menyinggung tentang hal ini. Beliau mengatakan : “ Ulama Salaf menegaskan: Seseorang tidak dinyatakan sebagai Imam dalam agama Islam sampai dia memiliki beberapa hal sebagai berikut :<br />
Hapal berbagai bidang ilmu bahasa arab beserta perselisihannya.<br />
Hapal beraneka ragam perselisihan para fuqaha dan para ulama.<br />
Berilmu, paham dan hapal tentang i’irab (harakat akhir kata untuk menentukan kedudukan kata tersebut pada kalimat bahasa arab, pent.) dan perselisihannya.<br />
Berilmu tentang Kitabullah (Al-Qur’an) yang mencakup variasi bacaan beserta perselisihan para ulama tentangnya, tafsir ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, nasikh mansukh dan kisah-kisah yang tertera didalamnya.<br />
Berilmu tentang hadist-hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkemampuan untuk membedakan shahih dan dlaif(lemah), bersambung atau terputus (sanadnya), mursal daan musnadnya, masyhur dan gharibnya.<br />
Berilmu tentang atsar-atsar sahabat.<br />
Wara’.<br />
Memelihara muru’ah (kehormatan diri).<br />
Jujur.<br />
Terpercaya.<br />
Melandasi agamanya dengan Al-Quran dan Sunah<br />
<br />
Apabila seseorang telah berhasil mengaplikasikan poin-poin diatas pada dirinya, maka ia boleh menjadi imam dalam madzhab serta berijtihad bahkan menjadi sandaran dalam agama dan fatwa. Lalu apabila dia gagal, tidak boleh baginya menjadi imam dalam madzhab dan panutan dalam berfatwa….” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah hal 306-307, cetakan Dar Rayah)<br />
Para ulama memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Mereka adalah pewaris para nabi untuk mengemban misi dakwah Islam kepada segenap manusia. Baik dan buruknya suatu generasi, suatu kaum, suatu bangsa, suatu negeri, atau suatu lapisan masyarakat tergantung sejauh mana para ulama menjalankan perannya sebagai pelanjut dakwah para Nabi di jagat raya ini.<br />
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadist :<br />
وان العلماء ورثة الا نبياء, وان الانبياء لم يور ثوا دينارا ولا د رهما وانماورثوا العلم فمن أخز به أخز بحظ وافر } روا5 ابن ما جه وا بن حبا ن {<br />
“…. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan uang dinar dan tidak pula uang dirham. Hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mewarisinya, berarti dia telah mendapatkan keuntungan yang sempurna. “ <br />
(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)1<br />
Keberadaan ulama pewaris para nabi di muka bumi merupakan rahmat bagi seluruh anak Adam. Karena tanpa mereka niscaya kehidupan manusia di seluruh alam ini tak jauh beda dengan kehidupan binatang. Bukankah kehidupan binatang hanya bertumpu pada pemuasan syahwat perut dan kemaluan tanpa pernah kenal syariat ? Maka demikianlah kehidupan anak cucu Adam, kalau tidak ada ulama pewaris Nabi yang mengenalkan syariat kepada mereka sepeninggal Nabi dan Rasul utusan Allah.<br />
Al-Hasan Al-Bashri pernah menegaskan hal ini dalam sebuah nasehatnya, beliau berkata: “Kalau tidak ada ulama niscaya manusia seperti binatang.”(Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi hal. 15, cetakan Maktabah Dar Bayan)<br />
<br />
SAHAM ULAMA PEWARIS NABI UNTUK ISLAM<br />
Begitu pentingnya peran ulama pewaris nabi dalam mengemban misi dakwah Islam, tentu banyak pula saham yang telah mereka berikan untuk keberlangsungan Islam. Untuk mengetahui bentuk saham tersebut alangkah baiknya kita menyimak ucapan Syaikh Tsaqil bin Shalfiq Al-Qashimi tentang mereka. Beliau menjelaskan: “Mereka (ulama pewaris Nabi), adalah orang-orang yang mengembara dari satu negeri ke negeri yang lain untuk mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mencatatnya dalam lembaran-lembaran dengan metode yang bermacam-macam seperti (karya tulis berbentuk) musnad2, majma’3, mushannaf4, sunan5, muwaththa’6, az-zawaid7 dan mu’jam8. <br />
Mereka menjaga hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dari pemalsuan dan tadlis9. Mereka membedakan antara hadits-hadits shahih dari yang lemah. Oleh sebab itu mereka membuat kaidah-kaidah hadits yang mempermudah proses pembedaan antara hadits yang bisa diterima dari hadits yang harus ditolak.<br />
Disamping itu mereka juga membeda-bedakan para perawi hadits. Mereka mengarang kitab-kitab tentang para perawi hadits: Yang terpercaya, yang lemah dan para pemalsu hadits. Mereka menukilkan pula (dalam karangan-karangan tersebut) ucapan para Imam yang memiliki ilmu dalam bidang pencatatan dan pemujian perawi hadits (para ulama jarh wa ta’dil). Bahkan mereka membeda-bedakan riwayat-riwayat dari rawi yang satu antara riwayat-riwayat yang ia diterima dari penduduk negeri Syam, penduduk negeri Iraq atau penduduk negeri Hijaz10, Mereka juga membedakan antara riwayat seorang yang mukhtalath (orang-orang yang kacau hapalannya) 11, mana hadits-hadits yang diriwayatkan sebelum ikhtilath dan yang diriwayatkan sesudahnya. Demikian seterusnya.<br />
Sesungguhnya orang yang membidani ilmu hadits dengan berbagai macam cabangnya, pembagiannya, jenis dan karya-karya tulis tentangnya, akan benar-benar mengakui besarnya andil mereka (ulama pewaris nabi) dalam menjaga hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam.<br />
Mereka telah menjelaskan aqidah Ahlus Sunah wal Jama’ah dengan seluruh bab-bab nya dan membantah para ahlul bid’ah yang menyimpang darinya. Mereka telah memberikan peringatan agar berhati-hati ahlul ahwa’ wal bid’ah, melarang duduk bersama mereka dan berbincang-bincang dengan mereka. Bahkan mereka tidak mau menjawab salam dari ahlul bid’ah, serta tidak mau menikahkan anak perempuannya dengan mereka dalam rangka menghinakan dan merendahkan ahlul bid’ah dan yang sejenisnya. Selanjutnya mereka menulis tentang hal ini dalam banyak tulisan.<br />
Mereka telah mengumpulkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang berkenaan dengan tafsir Al-Quran AL-Adhim, seperti Tafsir Ibnu Abi Hatim, Tafsir As-Shan’ani, Tafsir AnNaasa’i. Diantara mereka ada yang mengarang kitab-kitab tafsir mereka seperti Tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir dan yang lainnya. Disamping mengarang kitab-kitab tafsir mereka juga membentuk kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip dasar tentang tafsir Al-Qur’an. Bahkan mereka juga membedakan antara penafsiran yang menggunakan riwayat dengan penafsiran yang menggunakan rasio.<br />
Keemudian mereka juga meengarang kitab-kitab fiqh dengan seluruh bab-babnya. Mereka berusaha membahas setiap permasalahan fiqh dan menjelaskan hukum-hukum syariat amaliyah dilengkapi dengan dalil-dalil yang rinci dari Al-Qur’an, As Sunah,Ijma’ dan Qiyas(sebagai landasan pembahasan). Mereka meletakan kaidah-kaidah fiqh dan yang dapat mengumpulkan berbagai cabang dan bagian (permasalahan) dengan ilat (penyebab) yang satu. Lalu mereka juga menyusun ilmu ushul fiqh yang mengandung kaidah-kaidah untuk melakukan istinbath (pengambilan) hukum syariat yang bercabang-cabang. Mereka telah melahirkan karya-karya yang cukup banyak tentang disiplin-disiplin ilmu fiqh ini.<br />
Berikutnya juga mengarang kitab-kitab sirah, tarikh, adab, zuhud, raqaiq(pelembut jiwa), bahasa arab, nahwu, dan bermacam-macam karangaan di berbagai bidang ilmu yang cukup banyak…”<br />
Demikian keterangan yang dibawakan secara panjang lebar oleh Syaikh Tsaqil Ibnu Shalfiq Al-Qashimi. (Sallus Suyuf wa Asinnah ‘ala Ahlil Ahwa wal Ad’iyais Sunnah, hal. 76-77, penerbit Dar Ibnu Atsir)<br />
<br />
Dari masa ke masa para ulama pewaris nabi telah berjasa dalam bidang-bidang ilmu seperti yang disebutkan diatas. Diantaranya adalah:<br />
Ahmad bin Hanbal, Ad-Darimi, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tarmidzi, An-Nasa’i, Malik bin Anas, Sufyan At-Tsauri, Ali bin Al-Madani, Yahya bin said, Al-Qahthan, Asy-Syafi’I, Abdullah bin Mubarak, Abdurrahman bin Mahdi, Ibnu Khuzaimah, Ad-Daruquthuni, Ibnu Hibban, Ibnu ‘Adi, Ibnu Mandah, Al-Lalikai, Ibnu Abi Ashim, Al-Khalal, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnu abdil Bar, Al Khatib Al-Baghdadi, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab beserta anak-anak dan cucu-cucunya yang menjadi ulama Nejd, Muhibuddin Al-Khatib, Muhammad Hamid Al-Fiqi dari Mesir dan ulama Sudan, para ulama Maroko dan Syam, dan seterusnya.<br />
Kemudian ulama masa kini yang berjalan di atas manhaj ulama terdahulu seperti Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (mufti negara Saudi Arabia), Syaikh ahlul hadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzaan, Shalih Ak-Athram, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Abdullah Al Ghadyan, Shalih Al-Luhaidan, Abdullah bin Jibrin, Abdur Razaq Afifi, Humud At-Tuwaijiri, Abddul Muhsin Al-Abbad, Hammad Al-Anshari, Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Muhammad Aman Al-Jami’, Ahmad Yahya An-Najami, Zaid Muhammad Hadi Al-Madkhali, Shalih Suhaimi, Shalih Al-‘abbud dan para ulama lain yang berada di alam Islami (saat ini).<br />
Kita memohon petunjuk kepada Allah yang Maha Hidup dan berdiri sendiri untuk menjaga yang masih hidup dari mereka dan merahmati yang sudah meninggal. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua orang-orang yang mengikuti langkah mereka dan membangkitkan kita bersama mereka dan Nabi tauladan kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam Surga Firdaus. (Lihat Sallus Suyuf hal. 78-79)<br />
<br />
CIRI-CIRI DAN SIFAT ULAMA PEWARIS NABI<br />
Didunia ini ulama dibagi menjadi 2 bagian:<br />
1. Ulama su’ (ulama yang jahat)<br />
2. Ulama pewaris Nabi<br />
<br />
Sifat Ulama Su’ (Ulama Yang Jahat)<br />
Ulama su’ memiliki sifat cinta yang berlebihan terhadap kesenangan dunia. Ibnu Qudamah menjelaskan tentang mereka dengan mengucapkan: “Mereka adalah orang-orang yang bertujuan menggunakan ilmu agama untuk bersenang-senang dengan dunia dan mencapai kedudukan yang tinggi disisi pendukungnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:<br />
“Dari abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda: “Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang semestinya untuk mencari wajah Allah, (kemudian) dia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkansebuah tujuan dunia, dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat nanti.” (HR. Abu dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ahmad)<br />
Dalam riwayat lain Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: <br />
“Barang siapa yang mempelajari ilmu agama untuk membanggakan diri terhadap para ulama atau mendebat orang-orang yang bodoh atau mengalihkan perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka.” (HR. Tirmidzi) <br />
Sebagian Salaf menandaskan: “Manusia yang paling menyesal disaat meninggal dunia adalah orang alim yang menyia-nyiakan ilmunya.”<br />
<br />
Sifat Ulama Pewaris Nabi<br />
Mereka mengetahui bahwa dunia itu hina dan akhirat itu mulia. Keduanya seperti dua madu (dibawah seorang suami, pent.). Oleh kerena itu mereka lebih mengutamakan akhirat. Hal ini mereka realisasikan dalam bentuk perbuatan yang tidak pernah menyelisihi ucapan mereka. Mereka cenderung mempelajari ilmu yang bermanfaat di akhirat dan menjauhkan ddiri dari ilmu yang sedikit manfaatnya. <br />
Sebagaimana telah diriwayatkan dari Syaqiq Al-balkhi rahimahullah bahwa dia pernah bertanya kepada Hatim: “Engkau telah bergaul denganku beberapa lama, lalu apa yang engkau pelajari (dariku)?’<br />
Hatim menjawab: (aku telah mempelajari) 8 perkara, diantaranya yang pertama:<br />
Aku melihat kepada para mahluk, maka aku dapati setiap orang memiliki kekasih. Namun tatkala ia memasuki kuburannya ia berpisah dari kekasihnya. Disaat itu aku menjadikan kebaikan-kebaikanku sebagai kekasihku agar kekasihku tetap bersamaku di dalam kubur…dst.<br />
Kemudian termasuk sifat ulama akhirat:<br />
Mereka menjauhi penguasa dan menjaga diri mereka.<br />
Hudzaifah bin Yaman menasehatkan: “Hindari oleh kalian tempat-tempat fitnah.” Beliau ditanya:”Apa itu tempat-tempat fitnah.”Beliau menjawab:’(tempat-tempat fitnah) adalah pintu-pintu para penguasa. Salah seorang diantara kalian masuk menemui seorang penguasa, lantas dia akan membenarkan penguasa itu dengan dusta dan menyatakan sesuatu yang tidak ada padanya.”<br />
Said bin Musayyib menegaskan:”Jika kamu melihat seorang alim bergaul dengan penguasa, maka hati-hatilah darinya karena sesungguhnya dia adalah pencuri.”<br />
Sebagian Salaf menjelaskan:”Sesungguhnya tidaklah kamu mendapatkan sesuatu kehidupan dunia (dari para penguasa) melainkan mereka telah memperoleh dari agamamu sesuatu yang lebih berharga darinya.”<br />
Mereka tidak terburu-buru dalam berfatwa (sehingga mereka tidak berfatwa kecuali setelah menyakini kebenarannya). <br />
Adalah para Salaf saling menolak untuk berfatwa sampai pertanyaan kembali lagi kepada orang yang pertama (di tanya).<br />
Abdurrahman bin Abi Laila menceritakan kisahnya: “Aku pernah mendapati di masjid (nabi) ini 120 orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka saat ditanya tentang suatu hadits atau fatwa melainkan dia ingin saudaranya (dari kalangan shahabat yang lain) yang menjawabnya. Kemudian tibalah masa pengangkatan kaum-kaum yang mengaku berilmu saat ini. Mereka bersegera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalau seandainya pertanyaan ini dihadapkan kepada Umar bin Khattab, niscaya beliau mengumpulkan ahli Badar untuk di ajak bermusyawarah dalam menjawabnya.”<br />
Ulama akhirat mayoritas pembahasan mereka adalah ilmu yang berkaitan dengan amal dan perkara-perkara yang dapat merusakannya, mengotori hati dan membangkitkan was-was. Hal ini disebabkan karena membentuk amalan-amalan sangat mudah sedangkan membersihkan amat sulit. Kaidah dasarnya adalah: “Menjaga diri dari kejelekan tidak akan bisa terjadi hingga ia mengetahui tentang kejelekan.”<br />
Ulama akhirat selalu membahas atau mencari rahasia amalan-amalan yang di syariatkan dan memperhatikan hikmah-hikmahnya. Jika mereka tidak mampu menyibak tabir rahasianya, mereka tetap bersikap pasrah dan menerima syariat Allah.<br />
Termasuk sifat Ulama Akhirat adalah mengikuti para shahabat dan orang-orang pilihan dari kalangan tabi’in selanjutnya mereka menjaga diri dari setiap perkara baru dalam agama(bid’ah).<br />
(disadur dari Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi hal. 23-26, Maktabah Dar bayan Muassah ‘Ulumul Qur’an)<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PUJIAN ALLAH TERHADAP ULAMA<br />
Setelah kita mengetahui peranan penting para ulama dalam melanggengkan keberlangsungan dakwah Islam, rasanya sangatlah tepat Allah memuji mereka dalam banyak ayat Al-Qur’an. Diantaranya Allah berfirman:<br />
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalaulah mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahui dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syaithan, kecuali sebagian kecil saja (diantara kamu).”(An-Nisa:83)<br />
Imam Al-Hasan Al-Basri dan Al-Qatadah menafsirkan:”Ulil amri dalam ayat ini adalah ahlul ilmi dan fiqh.”(Tafsir Thabari jilid 3 juz 5 hal.177 cet. Dar.Kutub Ilmiyyah)<br />
Allah juga berfirman:<br />
“Allah memberikan kesaksian bahwasanya tidak ada ilah melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga memberikan kesaksian demikian). Tidak ada ilah melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran:18)<br />
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan: “…ini kedudukan yang mengandung keistimewaan agung bagi para ulama….”(Tafsir Ibnu Katsir, jilid I hal.360, cet.Dar.Ma’rifah)<br />
Lihatlah bagaimana dalam ayat ini Allah menggandengkan antara persaksian orang-orang berilmu dengan persaksian Allah sendiri dan malaikat-Nya. Hal ini menunjukan keutamaan yang agung bagi para ulama.”(Sallus Suyuf hal.63)<br />
Allah berfirman:<br />
“Katakan: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”(Az-Zumar:9)<br />
Imam Al-Qurthubi mengomentari ayat ini dengan menyatakan: “Orang yang berilmu adalah orang yang bisa mengambil manfaat dari ilmunya dan tidak bisa mengambil manfaat dari ilmunya dan tidak mengamalkannya, maka ia bukan seorang yang berilmu…..”(Tafsir Qurthubi jilid 8 juz 15 hal. 156, cetakan Dar Kutub Ilmiyyah)<br />
Tentunya pertanyaan Allah disini adalah pertanyaan “pengingkaran”. Yang jelas jawabannya adalah: “Tidak sama.” Maka dari pemahaman ini ayat diatas menunjukkan keutamaan ulama dari yang bukan ulama.<br />
Syaikh Tsaqil Ibnu Shalfiq Al-Qasami mempertegaskan hal ini. Beliau menyatakan:”Lihatlah bagaimana dalam ayat ini Allah memuliakan para ulama! (Allah menjelaskan) bahwa orang yang tidak berilmu tidak sama kedudukannya dengan orang yang berilmu.”(Sallus Suyuf hal.63)<br />
Allah berfirman: <br />
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…..”(Al-Mujadalah: 11)<br />
Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat diatas dengan menyatakan:”Maksud”(“Allah meninggikan mereka”) adalah dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia. Maka Allah mengangkat derajat orang yang beriman diatas orang yang beriman, dan mengangkat derajat orang yang berilmu diatas derajat orang yang tidak berilmu. Ibnu Mas’ud berkata: “Dalam ayat ini Allah memuji para ulama.”Makna ayat ini adalah Allah mengangkat (derajat) orang yang beriman dan berilmu diatas orang yang beriman namun tidak berilmu beberapa derajat dalam agama mereka jika mereka melaksanakan apa yang diperintahkan Allah…”(Tafsir Qurthubi jilid 9 juz hal. 194, cetakan Dar Kutub Ilmiyyah)<br />
Demikianlah beberapa ayat beserta tafsirannya yang mengandung pujian terhadap para ulama. Tentunya banyak ayat lain yang senada dengan ayat-ayat diatas. Kami membawakan sebagian saja unttuk meringkas pembahasan kita ini. Keterangan diatas sekali lagi menunjukan kepada kita bahwa para ulama adalah orang-orang yang mulia disisi Allah sehingga menjadi sebab turunnya rahmat di alam ini. Oleh karena itu semua muslimin memiliki kewajiban memuliakan para ulama pewaris nabi sebagaimana Allah telah memuliakan mereka. Barang siapa yang ingin menanam saham dalam menghancurkan dan merusak Islam, tentu ia akan menjatuhkan kehormatan dan meninggalkan para ulama.<br />
Cinta pada para ulama adalah salah satu tanda bagi seseorang bahwa dia Ahlus Sunah. Al-Imam Abu Utsman As-Shabuni mengatakan: “salah satu tanda dari Ahlus Sunah adalah mereka (Ahlus Sunnah) cinta kepada para Imam Sunnah, para ulama sunnah dan para wali Sunnah. Disamping itu mereka benci kepada para Imam ke bid’ahan yang menyeru ke neraka dan menunjukan para pengikutnya ke tempat kebinasaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghiasi dan menyinari hati dengan cahaya cinta kepada para ulama sunah sebagai sebuah keutamaan dari Allah ‘aza wa Jalla.”(Aqidatus Salaf Ash-Habul Hadits karya Abu Utsman Ashabuni hal. 121 cetakan Maktabah Ghuraba Al-Atsariyah)<br />
Adapun membenci para ulama merupakan salah satu tanda bagi seorang bahwa ia adalah Ahlul Bid’ah. Mengenai hal ini, Abu Utsman Ashabuni berkata:”Tanda-tanda Ahlul Bid’ah sangat jelas dan nampak pada diri mereka. Tanda mereka yang paling menonjol dan nampak jelas adalah permusuhan mereka yang keras, penghinaan dan pelecehan terhadap ulama pembawa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka menggelari para ulama dengan sebutan “orang dungu”, “bodoh”,”tekstual”dan “orang yang suka menyerupakan Allah dengan makhluk –Nya “dst… (Aqidatus Salaf hal.116)<br />
Inilah beberapa keterangan seputar pembahasan ulama pewaris Nabi. Kita berharap pada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermamfaat bagi kaum muslimin dalam mengenali para ulama yang berada di tengah-tengah mereka.<br />
Ya Allah! Jadikanlah kami para hamba-Mu yang gigih dalam membela agama-Mu dan terimalah amal-amal kami sebagai amal yang berbuah hasil ridla di sisi-Mu.Amin,ya Rabbul ‘alamin.<br />
<br />
∞∞ ∞∞ ∞∞ <br />
<br />
<br />
Maraji’ (Daftar Pustaka):<br />
<br />
1. Al-Hujjah fi bayanil Mahajjah, Abul qasim Al-Ashbahani, tahqiq dan dirasah Muhammad bin Rabi’ bin Hadi Umair Al-Madkhali, cetakan dar Rayah.S<br />
2. Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, cetakan Maktabah Dar Bayan.<br />
3. Sallus Suyuf wal Asinnah ‘ala Ahlil Ahwa wal Ad’iyais Sunnah, Dar Ibnu Atsir.<br />
4. Minhajul Qasidhim, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, penerbit Maktabah Dar Bayan & Muassah “Ulumul Qur’an.<br />
5. Tafsir Thabari jilid 3 juz 5, Imam Thabari, penerbit Dar Kutub Ilmiyyah.<br />
6. Tafsir Ibnu Katsir jilid1, Ibnu Katsir, penerbit Dar Ma’rifah.<br />
7. Tafsir Qurthubi jilid 8 juz 15, Imam Al-Qurthubi, penerbit Dar kutub Ilmiyyah.<br />
8. Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits, Abu Utsman As-Shabuni, cetakan Maktabah Ghuraba Al-atsariyah.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-19198735099596624632011-04-01T19:40:00.001-07:002011-04-01T19:40:29.350-07:00Riwayat Hidup Imam Ahmad bin HambalNama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan rabi'ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab beliau yaitu Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hajyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab bin Ali bin bakar bin Muhammad bin Wail bin Qasith bin Afshy bin Damy bin Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serumpun dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi adalah Muzhar bin Nizar.Menurut sejarah beliau lebih dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbah bagi kakeknya).<br />
<br />
Dan setelah mempunyai beberapa orang putra yang diantaranya bernama Abdullah, beliau lebih sering dipanggil Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan madzabnya, maka kaum muslimin lebih menyebutnya sebagai madzab Hanbali dan sama sekali tidak menisbahkannya dengan kunyah tersebut.<br />
<br />
Sejak kecil, Imam Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu, kebaikan dan kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam, pekerjaan menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti. Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, Sampai kapan engkau berhenti dari mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab, Beserta tinta sampai liang lahat.<br />
<br />
Beliau menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa'id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki' bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi'i dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah ) dll. dalam ilmu hadits, beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.<br />
<br />
Meskipun Imam Ahmad seorang yang kekurangan, namun beliau sangat memelihara kehormatan dirinya. Bahkan dalam keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong dan tangannya selalu di atas. Beliau tidak pernah gusar hatinya untuk mendermakan sesuatu yang dimiliki satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal sebagai seorang yang zuhud dn wara''. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh kebendaan serta menyibukkan diri dengan dzikir dan membaca Al Qur'an atau menghabiskn seluruh usianya untuk membersihkan agama dan mengikisnya dari kotoran-kotoran bid'ah dan pikiran-pikiran yang sesat.<br />
<br />
Salah satu karya besar beliau adalah Al Musnad yang memuat empat puluh ribu hadits. Disamping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli hadits. Selain al Musnad karya beliau yang lain adalah : Tafsir al Qur'an, An Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur'an, Jawabat al Qur'an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha'atu Rasul, Al 'Ilal, Al Wara' dan Ash Shalah.<br />
<br />
Ujian dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau paham-paham Mu''tazilah yang sudah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun dengan idenya atas kemakhlukan al Qur'an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan mematahkan hujjah kaum Mu'tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap kemurnian agama. Beliau berkata tegas pada sultan bahwa al Qur'an bukanlah makhluk, sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhlifahan yaitu al Makmun, al Mu'tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun dibebaskan. <br />
<br />
Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain mendapat penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzabnya tersebar di seputar Irak dan Syam. Tidak lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka yang dibawanya dari penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi'ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya. Amin.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-75323658282838788132011-04-01T19:39:00.001-07:002011-04-01T19:39:22.250-07:00Biografi Imam At-Thahawi Al-HanafiBeliau adalah seorang imam pakar penghafal hadits. Nama beliau, Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Salaamah bin Salaamah bin Abdil Malik Al-Adzi Al-Hajari Al-Mishri Ath-Thahawi Al-Hanafi. Beliau dilahirkan di Buthha, sebuah desa di negeri Mesir, yang sekarang ini masuk wilayah muhafazah (setingkat kabupaten) al-Meniya. Belai dilahirkan pada tahun 239 H, ada juga yang mengatakan 237 H. dibesarkan dirumah kediaman yang penuh ilmu dan keutamaan. Ayah belai adalah seorang ulama. Sedangkan pamannya, Al-Imam Al-Muzanni, sahabat Al-Imam Asy-Syafi'I yang membantu menyebarluaskan ilmu beliau.<br />
<br />
Al-Imam ath-Thahawi belajar pada pamannya sendiri Al-Muzanni dan mendengar periwayatan pamannya dari Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah. Tatkala beliau menginjak usia 20 tahun, beliau meninggalkan madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i, dan beralih ke madzhab Al-Imam Abu Hanifah.<br />
<br />
Diantara guru-guru beliau selain pamannya, Al-Muzanni, juga Al-Qadhi Abu Ja'far Ahmad bin Imran Al-Baghdadi, Al-Qadhi Abu Khazim Abdul Hamid bin Abdul 'Aziz al-Baghdadi, Yunus bin Abdul 'Ala Al-Mishri dan lain-lain.<br />
<br />
Diantara murid-murid beliau: Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur, Ahmad bin Al-Qasim bin Abdillah Al-Baghdadi yang dikenal dengan Ibnul Khasysyab Al-Hafizh, Abul Hasan Ali bin Ahmad Ath-Thahawi dan lain-lain.<br />
<br />
Al-Imam Ath-Thahawi adalah orang berilmu yang memiliki keutamaan. Beliau menguasai sekaligus Ilmu Fikih dan Hadits, serta cabang-cabang keilmuan lainnya. Baliau menjadi wakil dari Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin 'Abdah, seorang qadhi di Mesir.<br />
<br />
Ibnu Yunus memberi pernyataan tentang beliau: Beliau orang yang bagus hafalannya dan terpercaya, alim, jenius dan tak ada yang menggantikan beliau. Ibnul Jauzi dalam Al-Muntazham menyatakan: seorang penghafal yang terpercaya, bagus pemahamannya, alim dan jenius. Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Al-Bidayah wa Nihayah :Beliau adalah seorang penghafal yang terpercaya sekaligus pakar penghafal hadits.<br />
<br />
Pada Awal bulan Dzul-Qa'idah dalam usia delapan puluh tahun lebih, beliau wafat. Tepatnya pada tahun 321 H.<br />
<br />
(Dikutip dari Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Penerbit Darus Shahabah Lith-Thiba'ah wan Nasyr, Bairut, Libanon)KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-77499412322792680782011-04-01T19:38:00.002-07:002011-04-01T19:38:48.264-07:00Biografi Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah Ta'alaBeliau adalah Syamsuddin Abu 'Abdillah Muhammad bin Abubakar bin Ayyub bin Su'ad bin Hariz az-Zar'i ad-Dimasyqi, dan dikenal dengan sebutan Ibnul Qoyyim. Beliau adalah ahli fiqih bermazhab Hanbali. Disamping itu juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid. Beliau adalah salah seorang murid seorang imam dan mujtahid, Syaikhul-Islam Taqiyuddin Ahmad ibn Taymiyyah al-Harani ad-Dimasyqi yang wafat tahun 728 H.<br />
<br />
Ibn Rajab menuturkan bahwa Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah telah menerima pengeyahuan dari asy-Syihab an-Nabulsi dan juga dari yang lainnya. Ia juga telah menekuni nazhabnya, cakap dan mampu memberikan fatwa. Ia senantiasa menyertai Ibn Taymiyyah sekaligus mengambil ilmu dari beliau. dan menguasai ilmu-ilmu Islam. Ia adalah seorang ahli tafsir yang tiada bandingnya dan sekaligus ahli ilmu ushuluddin. Ia menguasai ilmu hadits berikut makna-maknanya, pemahamannya serta dasar-dasar pengambilan hukum darinya.<br />
<br />
Selain itu ia menguasai pula ilmu fiqih, ushul fiqih dan bahasa arab, di samping mahir dalam bidang menulis. Ia pun menguasai ilmu kalam dan ilmu-ilmu lainnya. Ia juga seorang alim dalam hal ilmu suluk dan menguasai wacana ahli tasawuf dan tidak menolak sama sekali tasawuf. Kuatnya kesadaran akan perjalanannya ke alam kubur memotivasinya untuk menyebarkan ilmunya.<br />
<br />
Selain itu Imam Ibnul-Qoyyim juga seorang ahli ibadah dan senantiasa menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkannya. Ia mengalami beberapa kali ujian penjara bersama Syaikh Ibn Taymiyyah. Dalam kesempatan terakhir, ia berada di penjara sendirian dan baru dilepaskan setelah syaik Ibn Taymiyyah meninggal. Ia menunaikan haji beberapa kali. Orang-orang banyak mengambil ilmu dan memperoleh manfaat darinya.<br />
<br />
Sementara itu, Burhanuddin Az-Zar'i mengatakan bahwa tidak ada di bawah ufuk bumi ini yang lebih luas ilmunya daripada Ibnul-Qoyyim . Dia telah menulis dengan tangannya karya-karya yang tak dapat digambarkan dan menyusun sejumlah karangan yang banyak sekali tentang berbagai ilmu.<br />
<br />
Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya' tanggal 18 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami' Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami' Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-44275987495160249352011-04-01T19:38:00.000-07:002011-04-01T19:38:15.420-07:00IBNU TAIMIYAH DA’I DAN MUJAHID BESARNAMA DAN NASAB <br />
<br />
Beliau adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy. <br />
<br />
Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H. <br />
<br />
Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka. <br />
<br />
Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat. <br />
<br />
PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU <br />
<br />
Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang. <br />
<br />
Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab. <br />
<br />
Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir. <br />
<br />
Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia. <br />
<br />
Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam. <br />
<br />
Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.” <br />
<br />
Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi. <br />
<br />
PUJIAN ULAMA <br />
<br />
Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain. <br />
<br />
Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.” <br />
<br />
Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.” <br />
<br />
Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?” <br />
<br />
Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia …..” Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya. <br />
<br />
Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.” <br />
<br />
Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh. <br />
<br />
Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist. <br />
<br />
<br />
DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUH <br />
<br />
Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya. <br />
<br />
Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz. <br />
<br />
Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa. <br />
<br />
KEHIDUPAN PENJARA <br />
<br />
Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.” <br />
<br />
Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata: <br />
<br />
“Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!! <br />
<br />
Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku <br />
<br />
Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku <br />
<br />
dan tiada pernah tinggalkan aku. <br />
<br />
Aku, terpenjaraku adalah khalwat <br />
<br />
Kematianku adalah mati syahid <br />
<br />
Terusirku dari negeriku adalah rekreasi. <br />
<br />
Beliau pernah berkata dalam penjara: <br />
<br />
“ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.” <br />
<br />
Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah. <br />
<br />
Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji. <br />
<br />
Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah. <br />
<br />
Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya. <br />
<br />
WAFATNYA <br />
<br />
Beliau wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah. <br />
<br />
Beliau berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiap harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali. <br />
<br />
Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa. <br />
<br />
Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau. <br />
<br />
Seorang saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal. <br />
<br />
Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam. <br />
<br />
<br />
Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau. <br />
<br />
1) Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah-Dimasyq. hal. Depan.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-60782192558798822082011-04-01T19:36:00.001-07:002011-04-01T19:36:51.498-07:00BIOGRAFI SYAIKH MUHAMAD SYAKIRBIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD SYAKIR<br />
<br />
Dia adalah seorang 'alim yang mulia dan penulis yang produktif, seorang<br />
pembaharu universitas Al-Azhar dan tokoh yang mulia Syaikh Muhammad Syakir<br />
bin Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits dan keluarga Abi 'Ulayyaa' dan<br />
keluarga yang dermawan yang telah dikenal sebagai keluarga yang paling<br />
mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.<br />
<br />
Lahir di Jurja pada pertengahan Syawal tahun 1282 H. Beliau menghapal<br />
Al-Qur'an di sana, dan belajar dasar-dasar studinya (di sana), kemudian<br />
beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke universitas Al-Azhar dan<br />
beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai<br />
untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Dan kemudian beliau menduduki<br />
jabatan sebagai ketua mahkamah mudiniyyah Al-Qulyubiyyah, dan tinggal di<br />
sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk<br />
negeri Sudan pada tahun 1317 H. <br />
<br />
Dan dia adalah orang pertama yang<br />
menduduki jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum<br />
hakim yang syar'i di Sudan di atas asas yang paling terpercaya dan paling<br />
kuatnya, kemudian pada tahun 1322 H beliau ditunjuk sebagai guru bagi para<br />
ulama-ulama lskandariyyah sampai membuahkan hasil, dan memunculkan bagi<br />
kaum muslimin orang-orang yang menunjukkan (umat supaya) dapat<br />
mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, kemudian beliau ditunjuk<br />
sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, sampai beliau menebarkan<br />
benih-benih yang baik, kemudian beliau menggunakan kesempatan pendirian<br />
jam'iyyah Tasyni'iyyah pada tahun 1913 M <br />
<br />
kemudian beliau berusaha untuk<br />
menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi<br />
pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta<br />
enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dan jabatan-jabatan tersebut,<br />
dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat<br />
dirinya, bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaaan<br />
pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas, dan dia memiliki<br />
pemikiran-pemikiran yang benar pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang<br />
membakar, senantiasa ada yang menentang itu semua yang mengumandangkannya<br />
pada pikiran-pikiran sebagian besar orang-orang yang bensikeras terhadap<br />
perkara-perkara Ijtimaiyyah, dan termasuk dan karakteristik beliau yaitu<br />
bahwa beliau mengokohkan agamanya, mengokohkan dirinya di dalam aqidahnya,<br />
mengokohkan pemikirannya, dia itu pemberani bukan pengecut, dia tidak<br />
menghindar dari seorangpun, dan dia tidak merasa takut kecuali hanya<br />
kepada Allah Ta'ala.<br />
<br />
Dan dia adalah orang yang kokoh di dalam keilmuan baik secara~ naqliyah<br />
(dalil-dalil Al-Kitab dan As-sunnah) maupun secara aqliyah, dan tidak ada<br />
seorangpun yang dapat menyepak dia di dalam diskusi maupun perdebatan<br />
karena dalamnya dia di dalam menegakkan hujjah-hujjah dan membuat sang<br />
pendebat menjadi terdiam, karena kesuburan otaknya dan<br />
pemikiran-pemikirannya yang berantai, dan karena pemikiran-pemikirannya<br />
terangkaikan di atas kaidah-kaidah mantiq yang shahih lagi selamat.<br />
<br />
Dan pada akhir umur beliau terbaring di rumahnya karena sakit, dan beliau<br />
selalu berada di ranjangnya, tatkala lumpuh menimpanya beliau merasakannya<br />
dengan sabar dan penuh berharap (akan ampunanNya), beliau ridha terhadap<br />
Tuhannya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan bahwa dinirya<br />
benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi dirinya berdasarkan<br />
agamanya, dan umatnya, menunggu panggilan Rabbnya kepada hamba-Nya yang<br />
shaleh.<br />
<br />
"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha<br />
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku dan<br />
masuklah ke dalam sorga-Ku" (AI-Fajr: 27-30)<br />
<br />
Semoga Allah Ta'ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas, beliau<br />
rahimahullah wafat pada tahun (1358) H yang bertepatan pada (1939) M dan<br />
semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-'Allamah Syaikh Ahmad<br />
Muhammad Syakir Abil Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun<br />
1958 M rahimahullah yang telah menulis suatu nisalah tentang perjalanan<br />
hidup ayahnya yang diberi nama "Muhammad Syakir" seorang tokoh dan para<br />
tokoh zaman.<br />
<br />
Selesai dengan (beberapa) pengubahan dari biografi anaknya Al-'Allamah<br />
Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah<br />
<br />
<br />
<br />
Sulaiman Rasyid<br />
---------------<br />
<br />
"Semua kebaikan berada pada mengikuti orang-orang yang telah lalu<br />
(Shahabat), dan semua kejelekan berada pada mengikuti kebid'ahan<br />
orang-orang kemudian."KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-17464981003359444822011-04-01T19:33:00.001-07:002011-04-01T19:33:52.080-07:00FOOT NOTEA. PENGERTIAN FOOTNOTE<br />
Footnote adalah daftar keterangan khusus yang ditulis dibagian bawah setiap lembaran atau akhir BAB karangan ilmiah. Footnote bisa digunakan untuk memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan sumber kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan atau biografi.<br />
Footnote harus berupa:<br />
1. Catatan dari kutipan sumber yang berupa buku, jurnal hasil penelitian, majalah atau koran, pidato, hasil pembicaraan atau wawancara.<br />
2. Catatan himbauan informasi yang oleh penulisnya tidak dimasukan kedalam teks karangan, karena diaangap mengganggu ide pokok pembahasaan, namun disisi lain dianggap penting untuk disajikan<br />
<br />
Unsur- unsur Footnote.<br />
I. Untuk Buku<br />
Nama pengarang(editor, penterjemah), ditulis dalam urutan biasa, diikuti koma(.).<br />
Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-kata tugas), digaris bawahi.<br />
Nama atau nomor seri.<br />
Data publikaasi<br />
Nomor jilid.<br />
Nomor halaman diikuti titik(.)<br />
<br />
II. Untuk Artikel dalam Majalah/Berkala<br />
Nama pengarang<br />
Judul artikel, di antara tanda kutip(“....”)<br />
Nama majalah jika ada<br />
Tanggal penerbitan<br />
Nomor halaman<br />
<br />
III. Surat kabar<br />
Macam tulisan<br />
Nama surat kabar <br />
Tanggal, bulan, dan tahun penerbit<br />
Bagian <br />
Nomor halaman<br />
Kolom<br />
<br />
IV. Pernyataan Lisan<br />
Nama<br />
Kedudukan atau jabatan<br />
Tempat diucapkannya suatu statmen<br />
Tanggal, bulan, tahun, dan jam (jika ada)<br />
Ijin dari yang mengeluarkan statmen<br />
<br />
V. Karya Tak Diterbitkan<br />
Nama<br />
Judul karya<br />
Dimana karya itu dapat ditemukan<br />
Tanggal, bulan, dan tahun jika ada<br />
Nomor halaman <br />
<br />
VI. Ensiklopedi <br />
Artikel-artikel yang terdapat dalam ensiklopedi untuk footnote skripsi atau tesis diperlakukan seperti artikel majalah atau jurnal. Jika ada nomor edisi, nomor edisi itu harus disebutkan antara nama ensiklopedi, dengan nomor jilidnya. Hal ini diperlukan untuk memudahkan identivikasi. Jika nomor edisi tidak disebutkan, ensiklopedi itu diperlukan sebagai edisi pertama, dan untuk edisi pertama, nomor edisinya tidak perlu dicantumkan.<br />
<br />
<br />
B. SISTEMATIKA PENULISAN FOOT NOTE<br />
<br />
1) Footnote memiliki sistematika penulisan tersendiri, yaitu:<br />
a. Footnote harus dipisahkan oleh sebuah garis, yang panjangnya 14 karakter dari margin kiri dan berjarak satu setengah sampai dua spasi dari teks.<br />
b. Apabila terdapat lebih dari satu footnote, antara masing-masing footnote diberi jarak dua spasi tunggal.<br />
c. Diberi penomoran<br />
Penomoran Footnote dilakukan dengan mengunakan angka yang diletakan dibagian belakang kata atau kalimat yang diberi catatan kaki, dengan posisi sedikit keatas tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu dapat berurut untuk setiap halaman, setiap BAB, atau seluruh tulisan.<br />
d. Footnote diberi jarak enam karakter dari margin kiri.<br />
e. Jika Footnote lebih dari satu baris. Maka baris kedua dan selanjutnya dimulai seperti margin teks biasa (tepat pada margin kiri).<br />
f. Jarak garis terakhir Footnote tetap 3 cm dari pinggir kertas bagian bawah.<br />
g. Keterangan yang panjang tidak boleh dilangkaukan kehalaman berikutnya lebih baik potong tulisan asli dari pada potong Footnote<br />
h. Jika keterangan yang sama menjadi berurutan(misalnya keterangan nomor 2 sama dengan nomor 3), cukup tuliskan kata Ibid daripada mengulang-ulang keterangan Footnote.<br />
i. Jika ada keterangan yang sama tapi tidak berurutan, berikan keterangan op.cit lihat (x), (x) merupakan nomor keterangan sebelumnya.<br />
j. Jika keterangan seperti op.cit tetapi isinya keterangan tentang artikel gunakan loc.cit.<br />
k. Untuk keterangan mengenai referensi artikel atau buku tertentu, penulisannya mirip daftar pustaka tetapi nama pengarang tidak dibalik.<br />
l. Apabila ada kemungkinan suatu kutipan berasal lebih dari suatu sumber, maka sumber-sumber itu semuanya disebutka dalam satu footnote. Antara masing-masing footnote dihubungkan dengan tanda titik koma (;).<br />
m. Footnote yang berupa pengutipan di buku dan lainnya menyebut secara berturut-turut, seperti:<br />
Nama pengarang, judul buku (diberi garis bawah atau cetak miring), tempat penerbitan, penerbit, tahun terbitan, dan nomor halaman buku atau sumber yang dikutip. Tiap-tiap unsur dipisahkan oleh tanda koma kecuali antara tempat penerbitan dan penerbit diberi tanda titik dua. Dan antara tempat terbit, nama penerbit, tahun tebit diberi tanda kurung buka dan kurung tutup. Contoh : Dedi Supriyadi, Filsafat Islam, [Bandung: pustaka setia, 2000].<br />
n. Teknik penulisan secara lengkap (catatan kaki dari sumber yang ditulis dua orang atau lebih, dan lainnya termasuk pengetikan ulang sumber yang telah dikutip sebelumnya) sebagai berikut:<br />
a) Seorang penullis<br />
H.M.Rasyid, islam dan kebatinan, [Jakarta : Bulan Bintang, 1974], hlm.75.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
b) Dua orang penulis<br />
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, Pustaka setia, 1997, hlm. 11.<br />
<br />
c) Tiga orang penulis<br />
Warsito S,.JH.M. Rasyid dan H. Hasbulloh Bakri Disekitar Kebatinan, [ Jakarta: Bulan Bintang,1973],hlm.24.<br />
<br />
d) Lebih dari tiga orang penulis<br />
Abdul Karim etc, Tohib Misra Fial’asri Al_Hadist,[ Kairo: Daru Al_’Alam Al_’Arabi, 1953],hlm.223.<br />
e) Tanpa penulis<br />
Women and Educationi, Problem in Education [Paris: Unesco, 1953], hlm. 195.<br />
<br />
f) Bila penulis adalah editor<br />
Taufiq Abdulloh (e d.), Islam di Indonesia, [Jakarta: Tirtamas,1994], hlm.79.<br />
<br />
g) Bila penulis adalah penerjemah<br />
Abdurrohman (pend)., Tauhidul ‘Aqad’, [Yogyakarta: Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam Negeri, 1957], hlm.54.<br />
<br />
h) Bila penulis adalah penghimpun<br />
Amir Hamzah Wirjoyokarto (pergh), Rangkaian Musuh Menikam dari Kyai Haji Moh. Mansyur, [Surabaya: Penyebar Ilmu dan Al- Ikhsan, E.th], hlm. 82.<br />
<br />
<br />
<br />
i) Bila penulisnya suatu perhimpunan<br />
Redaksi Masyarakat (pend.), Konstitusi Berbagai Negara, [Yogyakarta:Parpol ,1954], hlm.93.<br />
<br />
j) Bila disebut pengarang dan editornya<br />
Sayyid Abdul A’la Mauludi, Word Uniti of The Muslim, Khursyid Ahmad ,ed., [Lahove: Islamic Publication ltd., V11,1967],hlm.45.<br />
<br />
k) Bila disebut pengarang dan penerjemah<br />
Syeeh Moh. Abdul, Islam dan Kristen Tentang Ilmu dan Peradaban, Mahjudin Syaf dan A. Bakar Usman ,pen., [Bandung: CV. Diponegoro,1970],hlm.53.<br />
<br />
l) Bila sumber yang dikutip adalah suatu artikel dalam suatu himpunan <br />
Musthoha Husni Assiba’i, Sosialisme Islam [Isytirabiyyatul Islam], M.Abdul Ratomi ,Pend.,[Bandung: CV. Diponegoro ,1969], hlm.31.<br />
<br />
m) Bila mengutip kutipan orang lain<br />
Mely b.ton , “ Masalah Perumusan Penelitian”, Di Dalam Koentjoroningrat,ed,Metode-metode Penelitian <br />
Masykarakat, [Jakarta: Gramedia, 1977], hlm.24-60.<br />
<br />
n) Bila kutipan ditempatkan dadalam footnote<br />
Hamka, Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad,[Jakarta: Pustaka Islam,1966],hlm.61:” dengan peristiwa yang berlaku pada abu zar’ini, mulailah tumbuh golongan kaum zahid, yang mengutamakan hidup kebatinan dan kerohanian dan menjuruskan perhatian.<br />
o) Bila sumber adalah surat kabar dan majalah.<br />
A. Muin umar ,” Snouch Hargronje dan Studies of Islam” , al- jami’ah , no.17 (1977): 15-24<br />
<br />
p) Bila yang ditulis adalah pidato/ pembicaraan<br />
Opinion Expressed By Dr. Janies Roberston at a Ratouvy Club Lunche on , [ New York City , August 19,1953]<br />
<br />
q) Bila sumber belum dipublikasikan dalam arti luas<br />
Simuh,” Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowasito( Suatu Studi Terkerap Serat Wirid Hidayat Jati)”, Diserbsi Doktor, tidak diterbitkan,[Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga ,1982] hlm.775.<br />
<br />
r) Bila sumber adalah dokumen/ surat<br />
British Museum , Haulien MSS,SIO3,Voi.23.<br />
<br />
s) Bila sumber adalah masalah<br />
Rosihan Anwar ,” Peranan Agama dalam Pers Indonesia” Makalah pada Peralatan Wartawan Agama RI. Di Pondok Medern Gontor , [Ponorogo, 12 Juni 1974], hlm.7.<br />
<br />
t) Bila sumber adalah abstrak- referensi<br />
A.B.Jones , Olefins,BIOS Report no.579(1945)<br />
<br />
u) Bila sumber adalah hasil wawancara <br />
Wawancara dengan Bapak K.H. Hasbulloh Baedowi, Pengasuh Pondok Pesantren Al- Ihya Ulumudin Kesugihan Cilacap,31 Desember 2000<br />
<br />
<br />
v) Untuk penerbitan berkala<br />
Delivery Noev”Mencari Jalan keluar dari Kemelut Sekong”, A Budi , 18 Januari 1974.<br />
<br />
w) Untuk golongan dokumen<br />
Departemen Agama ,Keputusan Mentri Agama no.195 tahun 1990.<br />
<br />
2) Cara memasukan footnote:<br />
Ada dua cara yang umum digunakan untuk memasukan footnote yaitu:<br />
a) Footnote langsung<br />
Footnote langsung ditempatkan dibawah statmen kutipan tanpa menunggu selesainya alenia dalam uraian teks. Contoh:<br />
<br />
…..dan penderita sehingga penggunaan karbohidrat dalam badan penderita menjadi berjalan sebagaimana mestinya.20<br />
<br />
20D.B Van dalen, Understanding Educational Research: An Introduction [ New York McGwar-Hill Book Company, Inc., 1962 ], p.19. <br />
<br />
<br />
<br />
Oleh karena itu bagi seorang dokter yang baik tidaklah cukup hanya mngetahui bagaimana kerja pankreas, bagaimana hukumnya jika kelenjar itu tidak bekerja ,dan banyak ................................................<br />
<br />
Antara footnote dengan teksdipisahkan dengan garis yang tak terputus sepanjang baris. Garis itu berjarak satu spasi tunggal dengan baris teks diatasnya, dan berjarak dua spasi tunggal dengan baris teks dibawahnya, sebaliknya antara footnote dangan garis pemisah diatasnya berjarak dua spasi tunggal, sedangkan dengan garis pemisah dibawahnya berjarak satu spasi tunggal.<br />
<br />
b) Footnote kaki<br />
Footnote kaki ditempatkan dibagian bawah halaman, di kaki halaman. Footnote ini lebih populer karena tampak rapih dan tidak mengganggu pembacaan. Cara penempatan footnote inilah yang sering digunakan dalam karya ilmiah. <br />
Footnote ini dipisahkan dengan uraian dalam teks oleh suatu garis yang tidak putus-putus dari tepi kiri ke tengah halaman. Garis pemisah ini berjarak satu setengah sampai dua spasi dari garis terakhir teks, sementara footnote berjarak dua spasi tunggal dari garis pemisah itu. Apabila terdapat lebih dari satu spasi footnote antara masing-masing footnote di beri jarak dua spasi tunggal.<br />
<br />
C. FUNGSI FOOTNOTE<br />
<br />
Footnote memiliki fungsi yang bermacam-macam antara lain:<br />
1) Untuk mendukung validalitas karya itu sendiri <br />
2) Sebagai sarana untuk memperluas pembahasan karya itu sendiri<br />
3) Untuk referensi silang<br />
4) Sebagai tempat kutipan<br />
5) Sebagai petunjuk sumberKUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-50131891842592561932011-03-25T22:43:00.000-07:002011-03-25T23:19:50.424-07:00Filsafat Islam di Dunia BaratA.Riwayat Hidup Ibnu Bajjah<br />
Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalus. Nama lengkapnya adalah Abu Bakar Muhammad ibnu Yahya ibnu Al-Sha’igh, yang lebih terkenal dengan nama ibnu Bajjah. Orang barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di Saragossa (Spanyol) pada akhir abad ke-5 H/abad ke-11 M. Riwayat hidupnya secara rinci tidak tidak banyaqkm diketahui orang. Begitu juga mengenai pendidikan yng ditempuhnya dan guru yang mengasuhnya tidak terdapat informasi yang jelas.1<br />
Selain sebagai seorang filsuf, Ibnu Bajjah dikenak sebagai penyair, komponis, bahkan sewaktu Saragossa berada di bawah kekuasaan Abu Bakar Ibnu Ibrahim al-Shahrawi dari daulah al-Murabithun, Ibnu Bajjah dipercayakan sebagai Wazir. Tetapi pada tahun 512 H Saragossa jatuh ke tangan raja Alfonso I dari Arogan dan Ibnu Bajjah terpaksa pindah ke Sevilla. Di kota ini ia bekerja sebagai dokter, kemudian ia pindah ke Granada, dan dari sana ia pindah ke Afrika Utara, pusat dinasti Murabithun. Malang bagi Ibnu Bajjah setibanya di kota Syatibah ia ditangkap oleh Amir Abu Ishak Ibrahim Ibnu Yusuf Ibnu Tasifin yang menuduhnya sebagai murtad dan pembawa bid’ah, karena pikiran-pikiran filsafatnya yang asing bagi masyarakat Islam di Maghribi yang sangat kental dengan paham sunni ortodoks. Atas jasa Ibnu Rusyd, yang pernah menjadi muridnya, Ibnu Bajjah dilepaskan. Ia melanjutkan karirnya sebagai ilmuwan di bawah perlindungan penguasa Murabithun. Akhirnya, ia meninggal pada 533 H (1138 M) di Fez, dan dimakamkan disamping makam ibn ’Arabi. Menurut satu riwayat ia meninggal karena diracuni oleh seorang dokter bernama Abu al-A’la ibn Zuhri yang iri hati terhadap kecerdasan, ilmu, dan ketenarannya.2<br />
B.Karya Tulis Ibnu Bajjah<br />
Menurut Ibnu Thufail, Ibnu Bajjah adalah seorang filosof muslim yang paling cemerlang otaknya, paling tepat anallisisnya, dan paling benar pemikirannya. Namun, amat disayangkan pembahasan filsafatnya dalam beberapa bukunya tidaklah matang dan sempurna. Ini disebabkan ambisi keduniaannya yang begitu besar dan kematiannya yang begitu cepat.<br />
Karya tulis Ibnu Bajjah yang terpenting dalam bidang filsafat ialah sebagai berikut:<br />
1.Kitab Tadbir al-Mutawahhid, ini adalah kitab yang paling popular dan terpenting dari seluruh karya tulisnya. Kitab ini diberisikan akhlak dan politik serta usaha-usaha individu menjauhkan diri dari segala macam keburukan-keburukan dalam masyarakat negara, yang disebutnya sebagai Insan Muwahhid (manusia penyendiri).<br />
2.Risalat al-Wada’, risalah ini membahas penggerak pertama (Tuhan), manusia, alam, dan kedokteran.<br />
3.Rilasat al-Ittishal,risalah ini menguraikan tentang hubungan manusia dengan akal fa’al.<br />
4.Kitab al-Nafsh, kitab ini menjelaskan tentang jiwa.3<br />
5.Tardiyyah, berisi tentang syair pujian<br />
6.Risalah-risalh Ibnu Bajjah yang berisi tentang penjelasan-penjelasan atas risalah-risalah al-Faraby dalam masalah logika.<br />
7.Majalah al-Majama’ al-’Ilm al-’Arabi.4<br />
<br />
C.Filsafat Ibnu Bajjah<br />
Filsafat Ibnu Bajjah banyak terpengaruh oleh pemikiran Islam dari kawasan di timur, seperti al-Faraby dan Ibnu Sina. Hal ini disebabkan kawasan islam di timur lebih dahulu melakukan penelitian ilmiah dan kajian filsafat dari kwasan islam di barat (Andalus). Untuk lebih jelasnya, di bawah ini akan menelusuri pemikiran filsafatnya.<br />
1.Metafisika (Ketuhanan)<br />
Menurut Ibnu Bajjah, segala yang ada (al-maujudat) terbagi menjadi dua: yang bergerak dan yang tidak bergerak. Yang bergerak adalah jisim (materi) yang sifatnya finite (terbatas). Gerak terjadi dari perbuatan yang menggerakkan terhadap yang digerakkan. Gerakan ini digerakkan pula oleh gerakan yang lain, yangakhir rentetan gerakan ini digerakkan oleh penggerak yang tidak bergerak, dalam arti penggerak yang tidak berubah yang berbeda dengan jisim (materi). Gerak jisim mustahil timbul dari substansinya sendiri sebab ia terbatas. Oleh karena itu, gerakan ini mesti berasal dari gerakan yang infinite (tidak terbatas), yang oleh Ibnu Bajjah disebut dengan akal.<br />
Kesimpulannya, gerakan alam ini jisim yang terbatas digerakkan oleh akal (bukan berasal dari substansi alam sendiri). Sedangkan yang tidak bergerak ialah akal, ia menggerakkan akal dan ia sendiri tidak bergerak. Akal inilah yang disebut dengan Allah (’aqlu ’aqil dan ma’qul); sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Faraby dan Ibnu Sina sebelumnya.<br />
2.Materi dan Bentuk<br />
Menurut pandangan Ibnu Bajjah, materi (al-Hayula) tidak mungkin bereksistensi tanpa bentuk (al-Shurat). Sementara itu, bentuk bisa bereksistensi dengan sendirinya tanpa materi. Jika tidak, secara pasti kita tidak mungkin dapat menggambarkan adanya modifikasi (perubahan-perubahan) pada benda. Perubahan-perubahan tersebut adalah suatu kemungkinan dan inilah yang dimaksud dengan pengertian bentuk materi.<br />
Pandangan Ibnu Bajjah ini diwarnai oleh pemikiran Aristoteles dan Plato. Menurut Aristoteles, materi adalah sesuatu yang menerima bentuk yang bersifat potensialitas dan dapat berubah sesuai bentuk. Sementara menurut pandangan Plato, bentuk adalah nyata dan tidak membutuhkan sesuatu pun untuk bereksistensi. Bentuk, menurut Plato, terdapat diluar benda. Bentuk yang dimaksud Ibnu Bajjah mencakup arti jiwa, daya, makna, dan konsep. Bentuk hannya dapat ditangkap dengan akal dan tidak dapat ditangkap oleh panca indera. Bentuk pertama, menurut Ibnu Bajjah, merupakan suatu bentuk abstrak yang bereksistensi dalam materi, yang dikatakannya sebagai tidak mempunyai bentuk.<br />
<br />
3.Jiwa<br />
Menurut pendapat Ibnu Bajjah, setiap manusia mempunyai satu jiwa. Jiwa ini tidak mengalami perubahan sebagaimana jasmani. Jiwa adalah penggerak bagi manusia. Jiwa digerakkan dengan dua jenis alat: alat-alat jasmaniah dan alat-alat rohaniah. Alat-alat jasmaniah diantaranya ada berupa buatan dan ada pula yang berupa alamiah, seperti kaki dan tangan. Alat-alat alamiah ini lebih dahulu dari alat buatan, yang disebut juga oleh Ibnu Bajjah dengan pendorong naluri (al-Harr al-gharizi) atau roh insting. Ia terdapat pada setiap makhluk yang berdarah.<br />
Jiwa, menurut Ibnu Bajjah, adalah jauhar rohani, akan kekal setelah mati. Di akherat jiwalah yang akan menerima pembalasan, baik balasan kesenangan (surga) maupun balasan siksaan (neraka). Akal, daya berfikir bagi jiwa, adalah satu bagi setiap orang yang berakal. Ia dapat bersatu dengan akal fa’al yang diatasnya dengan jalan ma’rifah filsafat.<br />
4.Akal dan Ma’rifah<br />
Ibnu Bajjah menempatkan akal dalam posisi yang sangat penting. Dengan perantaraan akal, manusia dapat mengetahui segala sesuatu, termasuk dalam mencapai kebahagiaan dan masalah Ilahiyat.<br />
Oleh karena itu pengetahuan yang diperoleh akal ada dua jenis pula: yang dapat tetapi tidak dapat dihayati, yang dapat dipahami dan dapat pula dihayati.<br />
Berbeda dengan Al-Ghazali, menurut Ibnu Bajjah manusia dapat mencapai puncak ma’rifah dengan akal semata bukan dengan jalan sufi melalui al-qalb. Manusia kata Ibnu bajjah, setelah bersih dari sifat kerendahan dan keburuka masyarakat akan dapat bersatu dengan akal aktif dan ketika itulah ia akan memperoleh puncak ma’rifah karena limpahan dari Allah.<br />
5.Akhlak<br />
Ibnu Bajjah membagi perbuatan manusia menjadi perbuatan hewani dan manusiawi. Perbuatan didasarkan atas dorongan naluri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan keinginana hawa nafsu. Sementara itu, perbuatan manusiawi adalah perbuatan yang didasarkan atas pertimbangan rasio dan kemauan yang bersih lagi luhur. Sebagai contoh, perbuatan makan bisa dikatagorikan perbuatan hewani dan bisa pula menjadi perbuatan manusiawi. Apabila perbuatan makan tersebut dilakukan untuk keinginan hawa nafsu, perbuatan ini jatuh pada perbuatan hewani. Namun, apabila perbuatan makan dilakukan bertujuan untuk memelihara kehidupan dalam mencapai keutamaan dalam hidup, perbuatan tersebut jatuh pada perbuatan manusiawi. Perbedaan antara kedua ini tergantung pada motivasi pelakunya, bukan pada perbuatannya. Perbuatan yang bermotifkan hawa nafsu tergolong pada jenis perbuatan hewani dan perbuatan bermotifkan rasio (akal) maka dinamakan perbuatan manusiawi.<br />
Pandangan Ibnu Bajjah diatas sejalan dengan ajaran islam, yang juga mendasarkan perbuatan pada motivasi pelakunya. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa manusia yang mendasarkan perbuatannya atas iradah yang merdeka dan akal budi akan dapat mencapai kebahagiaan.<br />
Manusia, menurut Ibnu Bajjah, apabila perbuatannya dilakukan demi memuaskan akal semata, perbuatannya ini mirip dengan perbuatan Ilahy dari pada perbuatan manusiawi. Hal ini merupakan keutamaan karena jiwa telah dapat menekan keinginan jiwa hewani yang selalu menentangnya. Perbuatan seperti itulah yang dikehendaki oleh Ibnu Bajjah bagi warga masyarakat yang hidup dalam negara utama.<br />
6.Politik<br />
Pandangan politik Ibnu Bajjah dipengaruhi oleh pandangan politik Al-Farabi. Sebagaimana Al-Farabi, dalam buku Ara’ Ahl al-Madinat al-Fadhilat, ia (Ibnu Bajjah) juga memebagi negara menjadi negara utama (al-Madinat al-Fadhilat) atau sempurna dan negara yang tidak sempurna, seperti negara jahilah, fasiqah, dan lainnya.<br />
Demikian juga tentang hal-hal yang lain, seperti persyaratan kepala negara dan tugas-tugasnya selain pengatur negara, juga pengajar dan pendidik. Pendapat Ibnu Bajjh sejalan dengan Al-Farabi. Perbedaanyya hanya terletak pada penekanannya. Al-Farabi titik tekannya pada kepala negara, sedangkan Ibnu Bajjah titik tekannya pada warga negara (masyarakat).<br />
Warga negara utama, menurut Ibnu Bajjah mereka tidak lagimemerlukan dokter dan hakim. Sebab mereka hidup dalam keadaan puas terhadap segala rezeki yang diberikan Allah, yang dalam istilah agama disebut dengan al-qanaah. Mereka tidak mau memakan makanan yang akan merusak kesehatan. Mereka juga hidup saling mengasihi, saling menyayangi, dan saling menghormati. Oleh karena itu, tidaklah akan ditemukan perselisihan antara mereka. Mereka seluruhnya mengerti undang-undang negara dan mereka tidak mau melanggarnya.<br />
Berbeda dengan AL-Farabi, dalam konsep politiknya Ibnu Bajjah menambahkan adanya diantara masyarakat yang mutawahhid, yaitu uzlah falsafi yang berbeda dengan uzlah tasawuf Al-Ghazali.<br />
7.Tasawuf (manusia Penyendiri)<br />
Renan berpendapat bahwa Ibnu Bajjah memiliki kecenderungan kepada tasawuf, tapi tentu salah ketika dia menganggap bahwa Ibnu Bajjah menyerang al-Ghozali karena ia menandaskan intuisi dan tasawuf. Sesungguhnya, Ibnu Bajjah mengagumi al-Ghozali dan menyatakan bahwa metode al-Ghozali memampukan orang memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, dan bahwa metode ini didasarkan pada ajaran-ajaran nabi suci. Sang sufi menerima cahaya di dalam hatinya. Cahaya di dalam hatinya ini merupakan suatu spekulasi, yang lewat spekulasi itu hati melihat hal-hal yang dapat dipahami seperti orang melihat obyek yang tertimpa sinar matahari lewat penglihatan mata, dan lewat pemahaman hal-hal yang dapat dipahami ini dia melihat semua yang melalui implikasi mendahului mereka atau menggantikan mereka.<br />
<br />
D.Tadbir al-Mutawahhid<br />
Ibnu Bajjah menjelaskan tentang tadbir, bahwa kata ini mencakup pengertian umum dan khusus. Tadbir dalam pengertian umum, seperti disebutkan diatas, adalah segala bentuk perbuatan manusia. Sementara itu, tadbir dalam pengertian khusus adalah pengaturan negara dalam mencapai tujuan tertentu, yakni kebahagiaa. Pada pihak lain, filosof pertama Spanyol ini menghubungkan istilah tadbir kepada Allah SWT. Karena Allah SWT Maha Pengtur, yang disebut al-Mutadabbir. Ia telah mengatur alam sedemikian rapi dan teratur tanpa cacat. Pemakaian kata ini kepada Allah hanya untuk penyerupaan semata. Akan tetapi, pendapat Ibnu Bajjah ini memang ada benarnya. Tadbir yang akan dilaksanakan manusia mestinya mencontoh tadbir Allah SWT. terhadap alam semesta. Selain itu, tadbir hanya dapat dilaksanakan berdasarkan akal dan ikhtiar. Pengertian ini tercakup manusia memilki akal dan Allah yang dalam filsafat disebut dengan akal.<br />
Adapun yang dimaksud dengan istilah al-Mutawahhid ialah manusia penyendiri. Dengan kata lain, seseorang atau beberapa orang, mereka mengasingkan diri masing-masing secara sendiri-sendiri, tidak berhubungan dengan orang lain. Berhubungan dengan orang lain tidak mungkin sebab dikhawatirkan akan terpengaruh oleh perbuatan yang tidak baik. Sementara itu, al-mutawahhid yang dimaksud Ibnu Bajjah ialah seorang filosof atau beberapa orang filosof hidup menyendiri pada salah satu negara dari negara yang tidak sempurna, seperti negara Fasiqah, Jahilah, Berubah dan lain-lainnya. Apabila tidak demikian, tidak mungkin baginya untuk mencapai kebahagiaan. Pada pihak lain, sebagaimana tadbir al-mutawahhid juga dikaitkan kepada Allah, al-Wahid, al-Ahad (Yang Satu, Yang Esa) Allah adalah jauhar yang bersifat dengan sifat ahad (Esa) dan tidak satupun yang dapat dilestarikan dengann-Nya (kufuan ahad). Dari uraian ini dapat dilihat bahwa seolah-olah filosof pertama Spanyol ini mensinyalkan bahwa manusia harus meniru sifat ahad Allah. Dengan sifat seperti inilah manusia tidak terpengaruh dari perbuatan-perbuatan buruk masyarakat dan ia akan dapat mencapai kebahagiaan. 5<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Latar belakang pemikiran filsafat Ibnu Bajjah adalah bahwa ia seorang filsof, penyair, dokter, dan wazir pada masa pemerintahan murabithun di Saragossa. Dalam bukunya yang terkenal Tadbir al-Muwahhid, Ibnu Bajjah mengemukakan teori teori al-ittishal, yaitu bahwa manusia mampu berhubungan dan meleburkan diri dengan akal fa’al atas bantuan ilmu dan kekuatan pertumbuhan kekuatan insaniah.<br />
Berkaitan dengan teori al-ittishal tersebut, Ibnu Bajjah juga mengajukan satu bentuk epistemology yang berbeda dengan corak yang dikemukakan oleh al-Ghazali di dunia islam timur.<br />
Tadbir al-Muwahhid ini berisikan delapan pasal, yaitu:<br />
1.penjelasan mengenai kata tadbir<br />
2.penjelasan tentang perbuatan-perbuatan yang bersifat kemanusiaan<br />
3.penjelasan yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan menyendiri<br />
4.mengenai pembagian perbuatan manusia ang menjadi tiga macam<br />
5.seorang Mutawahhid (penyendiri) harus memilih tingkatan perbuatan yang paling tinggi<br />
6.dan 7. kembali memperpangjang bentuk-bentuk rohaniah dan perbuatan-perbuatan yang bertalian dengannya<br />
7.menjelaskan apa yang dimaksud dengan tujuan akhir<br />
<br />
IBNU THUFAIL<br />
<br />
Nama lengkap ibnu Thufail ialah Abu Bakar Muhammad ibnu Abd Al-Malik ibn Muhammad ibnu Muhammad ibnu Thufail. Ia dilahirkan di Guadix (Arab : Wadi Asy), provinsi Granada, Spanyol pada tahun 506 H/1110 M. dalam bahasa latin ibnu Thufail populer dengan sebutan Abubacer.[1]<br />
<br />
Selain terkenal sebagai filosof muslim yang gemar menuangkan pemikirannya dalam kisah-kisah ajaib dan penuh dengan kebenaran, ia juga seorang dokter, ahli matematika dan kesusastraan. Karier Ibnu Thufail bermula sebagai dokter praktik di Granada. Lewat ketenarannya sebagai dokter, ia diangkat menjadi sekretaris Gubernur di provinsi tersebut. Pada tahun 1154 M (549 H) Ibnu Thufail menjadi sekretaris pribadi Gubernur Cueta (Arab: Sabtah) dan Tangier (Arab : Thanjah / Latin : Tanger) Abu Yaqub Yusuf al-Mansur, Khalifah kedua dari Dinasti Muwahhidun (558 H / 1163 M – 580 H / 1184 M) selanjutnya menjadi dokter pemerintah dan sekaligus menjadi qadhi.<br />
<br />
Pada masa khalifah Abu Yaquf Yusuf, Ibnu Thufail mempunyai pengaruh yang besar dalam pemerintahan. Pada pihak lain, khalifah sendiri mencintai ilmu pengetahuan dan secara khusus adalah peminat filsafat serta memberi kebebasan berfilsafat. Sikapnya itu menjadikan pemerintahannya sebagai pemuka pemikiran filosofis dan membuat Spanyol, seperti dikatakan R. Briffault sebagai “tempat kelahiran kembali negeri Eropa”.[2]<br />
<br />
Kemudian ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai dokter pemerintah pada tahun 578 H / 1182 M, dikarenakan usianya yang sudah uzur. Kedudukannya itu digantikan oleh Ibnu Rusd atas permintaan dari Ibnu Thufail. Tapi dia tetap mendapatkan penghargaan dari Abu Yaqub dan setelah dia meninggal pada tahun 581 H / 1185 M) di Marakesh (Maroko) dan dimakamkan disana, Al-Mansur sendiri hadir dalam upacara pemakamannya.[3]<br />
<br />
Pemikiran-pemikiran filsafat Ibnu Thufail dituangkan dalam risalah-risalah (surat-surat) yang dikirimkan kepada muridnya (Ibnu Rusyd), sehingga kita tidak dikenal orang banyak. Namun karyanya yang terpopuler dan dapat ditemukan sampai sekarang ialah risalah Hayy ibn Yaqzhan (Si Hidup anak Si Sadar), yang judul lengkapnya Risalah Hayy ibn Yaqzhan fi Asrar Al Hikmah Al Mashiriqiyyah. Yang ditulis pada abad ke 6 Hijriah (abad ke-12 M).<br />
<br />
B. Pemikiran-Pemikiran Ibnu Thufail<br />
<br />
Beberapa pemikiran/pendapat Ibnu Thufail, yaitu:<br />
<br />
1. Ada dua jalan untuk mengenal Tuhan, yaitu dengan jalan akal atau dengan jalan syariat. Kedua jalan tidaklah bertentangan, karena akhir daripada filsafat adalah mengenai Allah (marifatullah).<br />
<br />
Di dalam roman filsafatnya yang menarik itu Ibnu Thufail menggambarkan kepada manusia bahwa kepercayaan kepada Allah adalah satu bagian dari fitrah manusia yang tidak dapat disangkal dan bahwa akal yang sehat dengan memperhatikan dan merenungkan alam sekitarnya tentu akan sampai kepada Tuhan.[4]<br />
<br />
1. Sifat Allah itu pada dua kelompok:<br />
1. Sifat-sifat yang menetapkan wujud Zat Allah, ilmu, kudrat dan hikmah. Sifat-sifat ini adalah Zat-Nya sendiri. Hal ini untuk meniadakan ta’addud al-qudama (berbilangnya yang qadim) sebagaimana paham mu’tazilah.<br />
2. Sifat salab, yakni sifat-sifat yang menafikan paham kebendaan dari Zat Allah. Dengan demikian, Allah suci dari kaitan dengan kebendaan.[5]<br />
2. Filsafat dan agama tidak bertentangan dengan kata lain, akal tidak bertentangan dengan Wahyu. Allah tidak hanya dapat diketahui dengan Wahyu, tetapi juga dapat diketahui dengan akal.<br />
<br />
Agama penuh dengan perbandingan, persamaan dan persepsi-persepsi antropomorfosis, sehingga cukup mudah dipahami oleh orang banyak. Filsafat merupakan bagian dari kebenaran esoteris, yang menafsirkan lambang-lambang agama agar diperoleh pengertian-pengertian yang hakiki.[6]<br />
<br />
Walaupun Ibnu Thufail menyadari tingkatan akal manusia itu berbeda-beda Roman Hayy Ibn Yaqzhan: “Hayy pun menjadi tahu akan tingkatan-tingkatan manusia. Ia dapati” tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada diri mereka (masing-masing). “mereka menjadikan hawa nafsu mereka sebagai Ilah mereka. Dan mereka sama halnya seperti hewan yang tak berpikir.[7]<br />
<br />
1. Qadimnya dunia (bumi dan alam semesta alam), hal ini bertolak belakang dengan pendapat Al-Ghazali.<br />
<br />
C. Pendapat Penulis<br />
<br />
Dengan melihat gambaran umum pemikiran Ibnu Thufail, saya sebagai penulis berpendapat:<br />
<br />
1. Bahwasannya akal merupakan potensi manusia yang akan menunjukkan kebenaran puncak (The Ultimate Truth) yang hakiki. Walaupun tanpa pengetahuan dan petunjuk Wahyu. Sebagaimana cerita pengalaman Nabi Ibrahim as dalam mencari kebenaran (Tuhan Yang Esa) yang menurut saya hampir mirip perjalanan Hayy Ibn Yaqzhan.<br />
2. Filsafat digunakan untuk orang yang ma’rifat (orang yang dianugrahi akal yang sehat) sedangkan agama diperuntukan bagi semua orang.<br />
3. Tidak menerima sepenuhnya pendapat Ibnu Thufail yang tidak mempercayai akan dikumpulkannya jasad manusia pada hari kiamat, dan menurutnya mereka menetapkan bahwa siksa itu hanya diderita oleh jiwa saja. Dan ini bertentangan dengan pendapat Al-Ghazali, karena Ibnu Thufail mengingkari terhadap kebangkitan jasmani.<br />
4. Saya sendiri menerima pendapat Ibnu Thufail bahwa dunia itu bermula (qadim) atau kemaujudan sebelum sebelum ketidakmajuan. Hal ini sesuai penelitian ilmiah ilmuwan abad ke-20 tentang teori terbentuknya dunia yang disebut teori big bank dan hal ini dijelaskan Allah dalam firman-Nya yaitu surat Ad-Zariyat ayat 47:<br />
<br />
IBNU RUSYD<br />
<br />
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd atau Abu Al-Walid atau Averroes lahir di Cordova, 1126M (520 H) Ia berasal dari keluarga ilmuan. Ayahnya dan kakeknya adalah para pencinta ilmu dan merupakan ulama yang sangat disegani di Spanyol. Ayahnya adalah Ahmad Ibnu Muhammad (487-563 H) adalah seorang fqih (ahli hokum islam) dan pernah menjadi hakim di Cordova. Sementara kakeknya, Muhammad Ibn Ahmad (wafat 520 H-1126 M) adalah ahli fiqh madzhab Maliki dan imam mesjid Cordova serta pernah menjabat sebagai hakim agung di Spanyol. Sebagaimana ayah dan kakeknya Ibnu Rusyd juga pernah menjadi hakim agung di Spanyol.<br />
<br />
Pendidikan awalnya dimulai dari belajar Al-Qur’an di rumahnya sendiri dengan ayahnya. Selanjutnya ia belajar dasar-dasar ilmu keislaman seperti Fiqh, Ushul Fiqh, Hadits, Ilmu Kalam, bahasa Arab dan Sastra. Dalam ilmu fiqih ia belajar dan menguasai kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik.<br />
<br />
Selain kepada ayahnya sendiri, ia juga belajar kepada Abu Muhammad Ibn Rizq dalam disi[plin ilmu perbandingan hukum islam (fiqh ikhtilaf) dan kepada Ibn Basykual dibidang hadits. Dalam bidang ilmu kedokteran dan filsafat ia belajar kepada Abu Ja’far Harun al-Tardjalli (berasal dari Trujillo). Selain itu gurunya yang berjasa dalam bidang kedokteran adalah Ibn Zhuhr.<br />
<br />
Pada tahun 548 H/1153 M, Ibnu Rusyd pergi ke Marakesh (Marakusy) Maroko atas permintaan Ibnu Thufail (w. 581 H/1185 M), yang kemudian memperkenalakannya dengan khalifah Abu Ya’qub Yusuf. Dalam pertemuan pertama anatara Ibn Rusyd dengan Khalifah terjadi proses Tanya jawab diantara keduanya tentang asal-usul dan latar belakang Ibnu Rusyd, selain itu mereka juga membahas tentang berbagai persoalan filsafat. Ibnu Rusyd menyangka bahwa petanyaan ini merupakan jebakan khalifah, karna persoalan ini sangat kurasial dan sensitif ketika itu.<br />
<br />
Ternyata dugaan itu meleset. Khalifah yang pencinta Ilmu ini malah berdiskusi dengan ibnu thufail tentang masalah-masalah di atas. Khalifah Abu ya’kub dengan fasih dan lancar menjelasan persoalan-persoalan itu dan mengutif pendapat-pendapat seperti plato dan aristoteles. Khalifah dan ibnu thufail, sama-sama terlibat dalam diskusi yang berat. Terlihat bahwa khalifah yang memang pencinta ilmu pengetahuan ini sangat menguasai persoalan ilmu filsafat pendapat-pendapat mutakallimin atau teolog Plato dan Aristiteles. Ibnu Rusyd kagum pada pengetahuan khalifah tentang filsafat. Karenanya ia pun berani menyatakan pendapatnya sendiri. Pertemuan pertama ini ternyata membawa berkah bagi ibnu Rusyd. Ia diperintahkan oleh khalifah untuk menterjemahkan karya-karya aristoteles menafsirkannya. Pertemuan itu pun mengantarkan Ibnu Rusyd untuk menjadi qodhi di sevile setelah dua tahun mengabdi ia pun diangkat menjadi hakim agung di kordoba, selain tu pada tahun 1182 ia kembali keistana muwahidun di marakhes menjadi dokter pribadi khalifah pengganti ibnu thufail.<br />
<br />
Pada tahun 1184 khalifah Abu Yakub Yusuf meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Abu Yusuf Ibnu Ya’kub Al-Mansur. Pada awal pemerintahannya khalifah ini menghormati Ibnu Rusyd sebagaimana perlakuan ayahnya, namun pada 1195 mulai terjadi kasak-kusuk dikalangan tokoh agama, mereka mulai menyerang para filsafat dan filosof. Inilah awal kehidupan pahit bagi Ibnu Rusyd. Ia harus berhadapan oleh pemuka agama yang memiliki pandangan sempit dan punya kepentingan serta ambisi-ambisi tertentu. Dengan segala cara mereka pun memfitnah Ibnu Rusyd. Akhirnya Ibnu Rusyd diusir dari istana dan dipecat dari semua jabatnnya. Pada tahun 1195 ia diasingkan ke Lausanne, sebuah perkampungan yahudi yang terletak sekitar 50 km di sebela selatan cordova. Buku-bukunya dibakar di depan umum, kecuali yang berkaitan dengan bidang kedokteran, matematika serta astronomi yang tidak dibakar. Selain Ibn Rusyd, terdapat juga beberapa tokoh fukaha’ dan sastrawan lainnya yang mengalami nasib yang sama, yakni Abu ‘Abd Allah ibn Ibrahim (hakim di afrika), Abu Ja’far al-Dzahabi, Abu Rabi’ al-Khalif dan Nafish Abu al-‘Abbas.<br />
<br />
Menurut Nurcholish, penindasan dan hukuman terhaap Ibn Rusyd ini bermula karena Khalifah al-Mansyur ringin mengambil hati para tokoh agama yang biasanya memiliki hubungan emosional dengan masyarakat awam. Khalifah melakukan hal ini karena didesak oleh keperluan untuk memobilisasi rakyatnya menghadapi pemberontakan orang-orang Kristen Spanyol. Disamping itu,hal yang cukup menarik, sikap anti kaum muslim Spanyol terhadap filsafat dan para filosof lebih keras daripada kaum muslim Maghribi atau Arab. Ini digunakan oleh pimpinan-pimpinan agama untuk memanas-manasi sikap anti terhadap filsafat dan cemburu kepada filosof.<br />
<br />
Setelah pemberontakan berhasil dipadamkan dan situasi kembali normal, khalifah menunjukkan sikap dan kecenderungannya yang asli. Ia kembali memihak kepada pemikirab kreatif Ibn Rusyd, sutau sikap yamg sebenarnya ia warisi dari ayahnya. Khalifah al- Mansyur merehabilitasi Ibn Rusyd an memanggilna kembali ke istana. Ibn Rusyd kembali mendapat perlakuan hormat. Tidak lama setelah itu, pada 19 Shafar 595 H/ 10 Desember 1197 Ibn Rusyd meninngal dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan ke kampung halamannya, Cordova.[1]<br />
<br />
B. Pemikiran Ibnu Rusyd<br />
<br />
1. Agama dan Filsafat<br />
<br />
Masalah agama dan falsafah atau wahyu dan akal adalah bukan hal yang baru dalam pemikiran islam, hasil pemikiran pemikiran islam tentang hal ini tidak diterima begitu saja oleh sebagian sarjana dan ulama islam. Telah tersebut diatas tentang reaksi Al-Ghazali terhadap pemikiran mereka seraya menyatakan jenis-jenis kekeliruan yang diantaranya dapat digolongkan sebagai pemikiran sesat dan kufur.<br />
<br />
Terhadap reaksi dan sanggahan tersebut Ibnu Rusyd tampil membela keabsahan pemikiran mereka serta membenarkan kesesuain ajaran agama dengan pemikiran falsafah. Ia menjawab semua keberatan imam Ghazali dengan argumen-argumen yang tidak kalah dari al-Ghazali sebelumya.<br />
<br />
Menurut Ibnu Rusyd, Syara’ tidak bertentangan bertentangan dengan filsafat, karena fisafat itu pada hakikatnya tidak lebih dari bernalar tentang alam empiris ini sebagai dalil adanya pencipta. Dalam hal ini syara’pun telah mewajibkan orang untuk mempergunakan akalnya, seperti yang jelas dalam irman Allah : “Apakah mereka tidak memikirkan (bernalar)tentang kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah.” (Al-Araf: 185) dan firman Allah suiarah Al-Hasyr: 2 yang artinya: “Hendaklah kamu mengambil Itibar (ibarat) wahai orang-orang yang berakal”. Bernalar dan ber’itibar hanya dapat dimungkinkan dengan menggunakan kias akali, karena yang dimaksud dengan I’tibar itui tiadak lain dari mengambil sesuatu yang belum diktahui dari apa yang belum diketahui.<br />
<br />
Qyas akali merupakan suatu keperluan yang tidak dapat dielakkan. Setiap pemikir wajib mempelajari kaidah-kaidah kias dn dalil serta mempelajari ilmu logika dan falsafah. Bernalar dengan kaidah yang benar akan membawa kepada kebenaran yang diajarkan agama, karena kebenaran tidak saling bertentangan, tapi saling sesuai dan menunjang.<br />
<br />
Seperangkat ajaran yang disebut dalam al-Qur’an dan al-Hadits sebagai sesuatu yang pada lahirnya berbeda dengan filsafat, sehingga difahami bahwa filsafat itu bertentangan dengan agama. Dalam hal ini Ibnu Rusyd menjawab dengan konsep takwil yang lazim digunakan dalam masalah-masalah seperti ini.<br />
<br />
Dalam Al-Qur’an ada ayat-ayat yang harus difahami menurut lahirnya, tidak boleh dita’wilkan dan ada juga yang harus dita’wilakan dari pengertian lahiriah.<br />
<br />
Adapun jika keterangan lahiriahnya sesuai dengan keterangan filsafat, ia wajib diterima menurut adanya. Dan jika tidak, ia harus dita’wilkan. Namun ta’wil itu sendiri tidak sembarang orang dapat melakukannya atau disampaikan kepada siapa saja. Yang dapat melakukan ta’wil itu adalah para filosof atau sebagian mereka, yakni orang-orang yang telah mantap dalam memahami ilmu pengetahuan. Adapun penyampaian ta’wil itu dibatasi pada orang-orang yang sudah yakin, tidak kepada selain mereka yang ampang menjadi kufur.<br />
<br />
Agama islam kata Ibn Rusyd tidak mengandung dalam ajarannya hal-hal yang bersifat rahasia, seperti ajaran trinitas dalam agama Kristen. Semua ajarannya dapat dipahami akal karena akal dapat mengetahui segala yang ada. Dari itu, iman dan pengetahuan akali merupakan kesatuan yang tidak bertentangan, karena kebenaran itu, pada hakikatnya adalah satu.<br />
<br />
Akan tetapi, dalam agama ada ajaran tentang hal-hal yang ghaib seperti malikat, kebangkitan jasad, sifat-sifat surga dan neraka dan lain-lain sebagainya yang tidak dapat diapahami akal, maka hal-hal yang seperti itu kata Ibn Rusyd merupakan lambing atau simbolm bagi hakikat akali. Dalam hal ini, ia menyetujui pendapat imam al-Ghazali yang mengatakan, wajib kembali kepada petunjuk-petunjuk agama dalam hal-hal yang tidak mampu akal memahaminya.<br />
<br />
2. Metafisika<br />
<br />
a. Dalil wujud Allah<br />
<br />
Dalam membuktikan adanya Allah, Ibn Rusyd menolak dalil-dalil yang pernah dkemukakan oleh beberapa golongan sebelumnya karena tidak sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh Syara’, baik dalam berbagai ayatnya, dan karena itu Ibn Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai dengan al-Qur’an dalam berbagai ayatnya, dank arena itu, Ibnu Rusyd mengemukakan tiga dalil yang dipandangnya sesuai, tidak saja bagi orang awam, tapi juga bagi orang –orang khusus yang terpelajar.<br />
<br />
b. Dalil ‘inayah (pemeliharan)<br />
<br />
Dalil ini berpijak pada tujuan segala sesuatu dalam kaitan dengan manusi. Artinya segala yang ada ini dijadikan untuk tujuan kelangsungan manusia. Pertama segala yang ada ini sesuai dengan wujud manusia. Dan kedua, kesesuaian ini bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi memang sengaj diciptakan demikian oleh sang pencipta bijaksana.<br />
<br />
c. Dalil Ikhtira’ (penciptaan)<br />
<br />
Dalil ini didasarkan pada fenomena ciptaan segala makhluk ini, seperti ciptaan pada kehidupan benda mati dan berbagai jenis hewan, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya. Menurut Ibn Rusyd, kita mengamati benda mati lalu terjadi kehidupan padanya,sehingga yakin adanya Allah yang menciptakannya. Demikian juga berbagai bintang dan falak di angkasa tundujk seluruhnya kepada ketentuannya. Karena itu siapa saja yang ingin mengetahui Allah dengan sebenarnya, maka ia wajib mengetahui hakikat segala sesuatu di alam ini agar ia dapat mengetahui ciptaan hakiki pada semua realitas ini.<br />
<br />
d. Dalil Gerak.<br />
<br />
Dalil ini berasal dari Aristoteles dan Ibn Rusyd memandangnya sebagi dalil yang meyakinkan tentang adanya Allah seperti yang digunakan oleh Aristoteles sebelumnya. Dalil ini menjelaskan bahwa gerak ini tidak tetap dalam suatu keadaan, tetapi selalu berubah-ubah. Dan semua jenis gerak berakhir pada gerak pada ruang, dan gerak pada ruang berakhir pada yang bergerak pad dzatnya dengan sebab penggerak pertama yang tidak bergerak sama sekali, baik pada dzatnya maupun pada sifatnya.<br />
<br />
Akan tetapi, Ibn Rusyd juga berakhir pada kesimpulan yang dikatakan oleh Aristoteles bahwa gerak itu qadim.<br />
<br />
e. Sifat-sifat Allah.<br />
<br />
Adapun pemikiran Ibn Rusyd tentang sifat-sifat Allah berpijak pada perbedaan alam gaib dan alam realita. Untuk mengenal sifat-sifat Allah, Ibn Rusyd mengatakan, orang harus menggunakan dua cara: tasybih dan tanzih (penyamaan dan pengkudusan). Berpijak pada dasar keharusan pembedaan Allah dengan manusia, maka tidak logis memperbandingkan dua jenis ilmu itu.<br />
<br />
3. Fisika<br />
<br />
a. Materi dan forma<br />
<br />
Seperti dalam halnya metafisika, ibnu rusyd juga di juga di pengaruhi oleh Aristoteles dalam fisika. Dalam reori Aristoteles, ilmu fisika membahas yang ada (maujud) yang mengalami perubahan seperti gerak dan diam. Dari dasarnya itu, ilmu fisika adalah materi dan forma.<br />
<br />
Menurut Ibn Rusyd, bahwa segala sesuatu yang berada di bawah alam falk terdiri atas materi dan forma. Materi adalah sesuatu yang darinya ia ada, sedangkan forma adalah sesuatu yang dengannya ia menjadi ada setelah tidak ada.<br />
<br />
b. Sifat-sifat jisim.<br />
<br />
Adapun sifat-sifat jisim ada empat macam, yaitu:<br />
<br />
Ø Gerak<br />
<br />
Ø Diam<br />
<br />
Ø Zaman<br />
<br />
Ø Ruang<br />
<br />
c. Bangunan alam.<br />
<br />
Para filosof klasik mengatakan, bahwa bentuk bundar adalah yang paling sempurna, sehingga gerak melingkar merupakan gerak yang paling Afdol. Gerak inilah yang kekal lagi azali. Dengan sebab gerak ini, maka jisim-jisim samawi memiliki bentuk bundar. Karena jisim-jisim ini bergerak melingkar, maka alam semesta ini merupakan sesuatu planit yang bergerak melingkar.Dan planit ini hanya satu saja, sehingga tidak ada kekosongan. Demikianlah alam falak itu saling mengisi.<br />
<br />
Jadi alam ini terdiri dari jisim-jisim samawi yang tunggal dan benda-benda bumi yang terdiri dari percampuran emoat anasir melalui falak-falak. Dari percampuran ini timbulah benda-benda padat, tumbuhan hewan, dan akhirnya manusia.<br />
<br />
4. Manusia<br />
<br />
Dalam masalah manusia, Ibn Rusyd juga dipengaruhi oleh teori Aristoteles. Sebagi bagian dari alam, manusia terdiri dari dua unsure materi dan forma.. jasad adalah materi dan jiwa adalah forma. Seperti halnya Aristoteles, Ibnu Rusyd membuat definisi jiwa sebagai “kesempurnaan awal bagi jisim alami yang organis.” Jiwa disebut sebagai kesempurnaan awal untuk membedakan dengan kesempurnaan lain yangmerupakan pelengkap darinya, seperti yang terdapat pada berbagai perbuatan. Sedangkan disebut organis untuk menunjukan kepada jisim yang terdiri dari anggota-anggota. Untuk menjelaskan kesempurnaan jiwa tersebut, Ibnu Rusyd mengkaji jenis-jenis jiwa yang menurutnya ada lima:<br />
<br />
· Jiwa Nabati<br />
<br />
· Jiwa perasa<br />
<br />
· Jiwa khayal<br />
<br />
· Jiwa berfikir<br />
<br />
· Jiwa kecendrungan<br />
<br />
5. Kenabian dan Mu’jizat<br />
<br />
Allah menyampaikan wahyu kepada umat manusia melalui rasulnya. Dan sebagai bukti bahwa orang itu Rasul Allah, ia harus membawa tanda yang berasal darinya, dan tanda ini disebut mukjizat. Pada seorang rasul, mukzizat itu meliputi dua hal yang berhubungan dengan ilmu dan yang berhubungan dengan amal. Dalam hal yang pertama, rasul itu memberitahukan jenis-jenis ilmu dan berbagai amal perbuatan yang tidak lazim diketahui oleh manusia. Suatu hal yang diluar kebiasaan pengetahuan manusia, sehingga ia tidak dapat mengetahuinya adalah bukti bahwa orang yang membawanya adalah rasul yang menerima wahyu dari Allah, bukan dari dirinya.<br />
<br />
Ringkasnya Ibnu Rusyd membedakan dua jenis mukjizat: mukjizat ekstern yang tidak sejalan dengan sifat dan tugas kerasulan, seperti menyembuhkan penyakit, membelah bulan dan sebagainya. Dan mukjizat intern yang sejalan dangan sifat dan tugas kerasulan yang membawa syariat untuk kebahagiaan umat manuisia. Mukjizat yangpertama yang berfungsi sebagai penguat sebagai kerasulan. Sedangkan yang kedua sebagai bukti yang kuat tentang kerasulan yang hakiki dan merupakan jalan keimanan bagi para ulama dan orang awamsesuai dengan kesanggupan akal masing-masing.<br />
<br />
6. Politik dan Akhlak<br />
<br />
Seperti yang telah disebut oleh plato, Ibnu Rusyd mengatkan, sebagai makhluk social, manusia perlu kepada pemerintah yang didasarkan kepada kerakyatan. Sedangkan kepala pemerintah dipegang oleh orang yang telah menghabiskan sebagian umurnya dalam dunia filsafat, dimana ia telah mencapai tingkat tinggi . pemerintahan islam pada awalnya menurut Ibnu rusyd adalah sangat sesuai dengan teorinya tentang revublik utama, sehingga ia mengecam khalifah muawwiyah yang mengalihkan pemerintahan menjadi otoriter.<br />
<br />
Dalam pelaksanaan kekuasaan hendaknya selalu berpijak pada keadilan yang merupakan sendinya yang esensial. Hal ini karena adil itu adalah produk ma;rifat, sedangkan kezaliman adalah produk kejahilan.<br />
<br />
Ibnu Rusyd mengatakan bahwa dalam Negara utama orang tidak memerlukan lagi kepada hakim dan dokter karena segala sesuatu berjalan secara seimbang, tidak lebih dan tidak berrkurang.hal ini karena keutamaan itu sendiri mengandung dalam dirinya keharusan menghormati hak orang lain dan melakukan kewajiban.<br />
<br />
Khusus tentang wanita , Ibnu rusyd sangat membela kedudukannya yang sangat penting dalam Negara. Pada hakikatnya, anita tidak berbeda dengan pria pada watak dan daya kekuatan. Dan jikapun ada, maka itu hanya ada pada kuantitas daya dan pada beberapa bidang saja. Dan jika dalam kerja, ia dibawa tingkat pria, tetapi iamelebihinya dalam bidang seni, seperti music. Menurut Ibnu Rusyd, masyarakat islam tidak akan maju, selama tidak membebaskan wanita dari berbagai ikatan dan kekangan yang membelenggu kebebasannya.[2]<br />
<br />
C. Karya-karya Ibn Rusyd<br />
<br />
Ibnu Rusyd adalah seorang ulama besar dan pengulas yang dalam filsafat Aristoteles. Kegemarannya terhadap ilmu sukar dicari bandingnnya, karena menurut riwayat, sejak kecil sampai tuanya ia tak pernah membaca dan menelaah kitab, kecuali pada malam ayahnya meninggal dan dalam perkawinan dirinya.<br />
<br />
Karangannya meliputi berbagai-bagai ilmu, seperti fiqih, usul, bahasa, kedokteran, astronom politik, akhlak dan filsafat. Tidak kurang dari sepuluh ribu lembar yang telah ditulisnya. Buku-bukunya adakalanya merupakan karangan sendiri, atau ulasan atau ringkasan. Karma sangat tinggi penghargaannya terhadap aristoteles, maka tidak mengherankan jik ia memberi perhatiannya yang besar untuk mengulaskan dan meringkaskan filsafat Aristoteles. Buku-buku yang lain yang diulasnya adalah buku Karangan Plato, Iskandar Aphrodisias, Plotinus, Galinus, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan Ibnu Bajjah.[3]<br />
<br />
Karya-karya aslinya dari Ibnu Rusyd yang penting, yaitu:<br />
<br />
1. Tahafut al-Tahafut (The incoherence of the incoherence = kacau balau yang kacau). Sebuah buku yang sampai ke Eropa, dengan rupa yang lebih terang, daripada buku-bukunya yang pernah dibaca oleh orang Eropa sebelumnya. Dalam buku ini kelihatan jelas pribadinya, sebagai seorang muslim yang saleh dan taat pada agamanya. Buku ini lebih terkenal dalam kalangan filsafat dan ilmu kalam untuk membela filsafat dari serangan al-ghazali dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-Falasifah.<br />
2. Kulliyat fit Thib (aturan Umum Kedokteran), terdiri atas 16 jilid.<br />
3. Mabadiul Falasifah, Pengantar Ilmu Filsafat. Buku ini terdiri dari 12 bab.<br />
4. Tafsir Urjuza, Kitab Ilmu Pengobatan.<br />
5. Taslul, Tentang Ilmu kalam.<br />
6. Kasful Adillah, Sebuah buku Scholastik, buku filsafat dan agama.<br />
7. Muwafaqatil hikmatiwal Syari’ah, persamaan filafat degan agama.<br />
8. Bidayatul Mujtahid, perbandingan mazhab dalam fiqh dengan menyeutkan alasan-alasannya masing-masing.<br />
9. Risalah al-kharaj (tentang perpajakan)<br />
10. Al-da’awi, dll.[4]<br />
<br />
Imam Al-Ghazali dan Pemikirannya<br />
<br />
Imam Al-Ghazali[5] adalah seorang ahli dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.[6] Perjalanan spiritualnya menjadikannya mempunyai satu konsep sendiri, terutama dalam bidang filsafat. Kalangan intelektual sebelum Al-Ghazali menjadikan filsafat sebagai cara untuk mencari kebenaran.[7] Pendapat mereka kemudian ditentang keras oleh Al-Ghazali.[8] Teknik pendekatan filsafat yang dibunuh oleh Al-Ghazali adalah konsep filsafat yang diutarakan oleh filosof Islam sendiri, yaitu Ibnu Sina[9] dan Al-Farabi.[10]<br />
<br />
Dalam sejarah filsafat Islam Al-Ghazali dikenal sebagai orang yang pada mulanya syak terhadap segala-galanya. Perasaan syak ini kelihatannya timbul dalam dirinya dari pelajaran ilmu kalam atau teologi yang diperolehnya dari al-Juwaini.[11] Sebagaimana diketahui dalam Ilmu Kalam terdapat beberapa aliran yang saling bertentangan. Timbullah pertanyaan dalam diri Al-Ghazali: Aliran manakah yang bertul-betul benar diantara semua aliran itu?[12]<br />
<br />
Pada mulanya pengetahuan filsafat dijumpai Al-Ghazali dalam hal-hal yang ditangkap dengan pancaindra, tetapi baginya kemudian ternyata bahwa pancaindra juga berdusta. Sebagai umpama sebagai berikut:<br />
<br />
“Bayangan rumah kelihatannya tak bergerak, tetapi akhirnya ternyata berubah tempat.<br />
<br />
Bintang-bintang di langit kelihatannya kecil tetapi perhitungan menyatakan bahwa bintang-bintang itu lebih besar dari bumi”.<br />
<br />
Karena tidak percaya pada panca indra lagi, kemudian dia meletakkan kepercayaan pada akal. Tetapi akal juga ternyata tidak dapat dipercaya.<br />
<br />
Al-Ghazali mempelajari filsafat, kelihtannya untuk menyelidiki apakah pendapat-pendapat yang dimajukan oleh filosof-filosof itulah yang merupakan kebenaran. Baginya ternyata bahwa argumen-argumen yang mereka ajukan tidak kuat dan menurut keyakinannya ada yang bertentangan dengan ajaran Islam. Akhirnya ia mengambil sikap menentang terhadap filsafat.<br />
<br />
Sebagaimana halnya dalam Ilmu Kalam, Al-Ghazali juga menjumpai argumen-argumen yang tidak kuat dalam filasafat, akhirnya dalam tasawuflah ia memperoleh apa yang dicarinya. Tasawuflah yang dapat menghilangkan rasa syak yang lama mengganggunya. Pengetahuan yang menimbulkan keyakinan akan kebenarannya bagi Al-Ghazali adalah pengetahuan yang diperoleh secara langsung dari Tuhan dengan Tasawuf.[13]<br />
<br />
Al-Ghazali tidak percaya pada filsafat, bahkan memandang filosof-filosof sebagai ahlu Al-Bida’, yaitu tersesat dalam beberapa pendalat mereka. Al-Ghazali menyalahkan filosof-filosof sebelumnya dalam beberapa pendapat berikut:[14]<br />
<br />
1. Tuhan tidak mempunyai sifat<br />
2. Tuhan mempunyai substansi basit (sederhana/simple) dan tidak mempunyai mahiah (hakekat/quiddity).<br />
3. Tuhan tidak mengetahui Juz’iat (perincian/particulars)<br />
4. Tuhan tidak diberi sifat al-Jins (Jenis/Jenus) dan Al-Fashl (differentia)<br />
5. Planet-planet dan bintang-bintang bergerak dengan kemauan<br />
6. Jiwa planet-planet mengetahui semua juz’iat.<br />
7. Hukum alam tak dapat berubah<br />
8. Pembangkitan jasmani tidak ada<br />
9. Alam itu tidak bermula<br />
10. Alam itu akan kekal<br />
<br />
Tiga dari kesepuluh pendalat di atas, menurut Al-Ghazali membawa kepada kekufuran, yaitu:<br />
<br />
1. Alam kela dalam arti tak bermula<br />
2. Tuhan tak mengetahui perincin dari apa-apa yang terjadi di alam.<br />
3. Pembangkitan jasmani tak ada. [[15]<br />
<br />
Ibnu Rusyd dan Pemikirannya<br />
<br />
Ibnu Rusyd[16] adalah seorang seorang hakim Istana di Cordova (Spanyol Islam)[17] yang juga dikenal sebagai dokter istana. Di samping itu ia juga seorang filosof yang mempunyai pengaruh besar di kalangan istana, terutama di zaman Sultan Abu Yusuf Ya’qub al-Mansyur (1184-1199 M).<br />
<br />
Ibnu Rusyd hidup dalam situasi politik yang sedang berkecamuk. Pemerintahan Almurafiah digulingkan oleh golongan Almuhadiah di Marakusy pada tahun 542/1147 M, yang menaklukan Cordova pada tahun 543 H/ 1148 M.[18] Tiga orang pewarisnya dari golongan Almuhadiah, Abd al-Mu’min, Abu Ya’kub dan Abu Yusuf yang diabdi oleh Ibnu Rusyd, terkenal karena semangat berilmu dan berfilsafat mereka. Di sinilah sebenarnya awal perkenalan Ibnu Rusyd dengan dunia filsafat.<br />
<br />
Awal keterlibatan Ibnu Rusyd dalam dunia filsafat adalah ketika Abu Ya’kub yang saat itu menjadi Amir, memerintahkannnya menuliskan ulasan-ulasan atas buku-buku Aristoteles agar buku tersebut dapat dipahami dengan mudah olehnya.[19]<br />
<br />
Kondisi kultural pada saat itu, sebenarnya tidak begitu mendukung terhadap aktivitas filsafat Ibnu Rusyd, hanya saja pengaruhnya di kalangan istana memberikan kesempatan yang besar dalam berfilsafat. Sebagai seorang filosof, pengaruhnya di kalangan istana kurang disenangi oleh kaum ulama dan fuqaha. Sehingga, ketika terjadi peperangan antara Sultan dengan kaum Kristen, Sultan menghajatkan bantuan dari kalangan ulama dan fuqaha yang memang dikenal lebih dekat umat. Kesempatan ini tentu saja tidak disia-siakan oleh kaum Ulama dan Kaum Fuqaha untuk menyingkirkan Ibnu Rusyd.<br />
<br />
Ibnu Rusyd dituduh membawa filsafat yang menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam. Maka dengan demikian, Ibnu Rusyd ditangkap dan diasingkn ke suatu tempat bernama Lucena di daerah Cordova. Bukan hanya itu saja, buku-bukunya dibakar di depan umum. Namun penderitaan dan siksaan yang diderita oleh Ibnu Rusyd tidak lama, karena Sultan memberikan pengampunan terhadapnya.[20]<br />
<br />
Ibnu Rusyd lebih dikenal dan dihargai di Eropa Tengah daripada di Timur, dikarenakan beberapa sebab:<br />
<br />
1. Tulisan-tulisannya yang banyak jumlahnya itu diterjemahkan ke dalam bahasa latin dan diedarkan serta dilestarikan, sedangkan teksnya yang asli dalam bahasa Arab dibakar atau dilarang diterbitkan lantaran mengandung semangat anti filsafat dan filosof.[21]<br />
2. Eropa pada jaman Renaissance dengan mudah menerima filsafat dan metode ilmiah sebagaimana dianut oleh Ibnu Rusyd, sedangkan di Timur, ilmu-ilmu filsafat mulai dikurbankan demi berkembangnya gerakan-gerakan mistis dan keagamaan.[22]<br />
<br />
Sebagai seorang filosof, Ibnu Rusyd tentu saja harus melakukan pembelaan terhadap filsafat dari serangan-serangan Al-Ghazali yang menuduh kaum filosof menjadi kafir dengan berbagai pemikiran filosofis sebagaimana disebutkan di atas.<br />
<br />
Mungkin pada masa sekarang ini soal seperti ini tidak begiru pantas dihebohkan. Tetapi pada abad ke-6 H/12 M masalah semacam itu memang sangat penting. Para filosof dituduh berbuat bid’ah (kufr) atau tidak beragama. Al-Ghazali dalam karyanya Thahafut mengutuk para filosof sebagai orang yang tidak beragama.. kalau tuduhan ini benar, maka para filosof itu berdasarkan hukum Islam, harus dihukum mati, kecuali kalau mereka mau melepaskan diri dari berfilsafat atau membuat pernyataan di depan umum bahwa mereka tidak percaya kepada ajaran-ajaran filsafat mereka. Oleh karena itu, perlulah bagi para filosof membela diri dan pendapat-pendapat mereka.[23]<br />
<br />
Dalam risalahnya Ibnu Rusyd menyatakan bahwa filsafat diwajibkan atau paling tidak diajurkan dalam agama Islam, sebab fungsi filsafat hanyalah membuat spekulasi atas yang maujud dan memikirkannya selama membawa pada pengetahuan akan sang pencipta. Al-Qur’an memerintahkan untuk berpikir (i’tibar) dalam banyak ayat seperti: “Berpikirlah, wahai yang bisa melihat”. I’tibar merupkan suatu ungkapan Qur’ani yang berarti sesuatu yang lebih dari sekedar spekulasi tau repleksi (nazar).[24]<br />
<br />
Ibnu Rusyd kembali ke bidang Fiqh dan membandingkan metode logika filsafat dengan metode tradisional fiqh. Dia menyebutkan prinsip fiqh berpijak pada empat sumber, yaitu Al-Qur’an, Hadits, Ijma’ (konsensus) dan Qiyas (silogisme yang absah). Telah dipahami bahwa Al-Qur’an mesti ditafsirkan secara rasional, dan ijma’ merupakan buah kesepakatan secara aklamasi dari para alim pada masa tertentu, tetapi tiada konsensus pada masalah-masalah doktrinal. Karena tidak ada konsensus pada masalah-masalah doktrinal tersebut, maka Al-Ghazali, atas dasar ijma’ tidak berhak mengutuk para filosof sebagai orang-orang tidak beragama.[25]<br />
<br />
Menurut Al-Ghazali, mereka pantas dituduh sebagai ahli bid’ah (takfir) lantaran tiga hal, yaitu ajaran mereka tentang keabadian dunia, penolakan mereka atas pengetahuan Tuhan tentang segalanya dan penolakan meraka atas kebangkitan kembali secara jasmaniah.[26] Menurut Ibnu Rusyd, agama didasarkan pada tiga prinsip yang mesti diyakini oleh setiap Muslim, yaitu eksistensi Tuhan, kenabian dan kebangkitan. Ketiga prinsip ini merupakan pokok masalah agama. Orang yang menolak prinsip yang manapun dari yang disebut di atas, berarti ialah yang pantas disebut tak beragama (kafir).[27]<br />
4th. Kontroversi Konsep Filsafat<br />
<br />
Menyimak dari pemiran kedua tokoh tersebut, Al-Ghazali (450 H/1059 M–505 H/1111 M) kecewa dengan filsafat karena pengalamannya dalam dunia filsafat, dia tidak menemukan kebenaran yang dia cari. Kemudian dia menemukan bahwa pendekatan tasawuflah yang dapat menjawab semua permasalahan yang dihadapinya dalam menemukan kebenaran sebenarnya. Selanjutnya ia menentang setiap kegiatan filsafat dan mengutuk kaum filosofis sebagai orang kafir dan tak beragama. Sementara Ibnu Rusyd (520 H/1126 M–592 H/1198 M) adalah seorang yang telah terjun ke dunia filosofis Islam. Dalam posisinya sebagai seorang filosof, ia dituntut untuk membela eksistensi filsafat dari serangan-serangan Al-Ghazali yang telah menyebabkan para filosof kehilangan kekuatannya untuk meneruskan aktivitas filsafatnya.<br />
<br />
Abdul Munir Mulkhan menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan mendasar dalam penggunaan “filsafat” sebagai metode berpikir dari kedua tokoh pemikir tersebut. Perbedaan justru terdapat pada teknik berpikirnya itu sendiri. Dan pada legalitas filsafat sebagai metode mencari kebenaran. Jika Imam Al-Ghazali menekankan pada aspek intuitif, maka Ibnu Rusyd menitik beratkan metode berpikirnya pada aspek rasional.[28]<br />
<br />
Lebih jauh dapat dipahami bahwa Al-Ghazali lebih menekankan penetapan kebenaran berdasarkan pada penghayatan dan ketajaman perasaan yang dalam, sedangkan Ibnu Rusyd pada unsur logis dan korespondensi metode filsafat Yunani dan ajaran Islam. <br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Musthafa. 2007. Filsafat Islam. Bandung: Pustaka Setia.<br />
Nasution, Hasyimsyah. 1999. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama.<br />
Sudarsono. 2004. Filsafat Islam. Jakarta: Rineka Cipta<br />
Zar, Sirajiddin. 2007. Filsafat Islam. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-42474935685362588012011-03-25T22:26:00.000-07:002011-03-25T22:26:01.274-07:00kemukzilatan al quranKemu'jizatan Al quran <br />
KEMUKJIZATAN ALQURAN<br />
(Oleh : Drs. Masran, M. Ag.)<br />
A. Pengertian Kemukjizatan Alquran ( إعجاز القرآن )<br />
Dalam Bahasa Indonesia, frase Kemukjizatan Alquran merupakan terjemahan dari susunan kata-kata I'jazul-Quran dalam Bahasa Arab. Kata I'jaz dalam susunan ini, secara etimologis berasal dari akar kata 'ajaza yang berarti lemah; kemudian mendapat imbuhan hamzah pada awalnya, menjadi a'jaza yang berarti melemahkan. Dengan demikian, susunan kata-kata I'jaz Alquran merupakan bentuk idhafah mashdar kepada fa'ilnya, yang jika diterjemahkan secara literlek berarti keberadaan Alquran yang dapat melemahkan. Sedangkan obyek yang dilemahkan dalam hal ini adalah manusia. Jadi, secara lughawy, susunan kata ini dapat diartikan sebagai klaim Alquran terhadap kelemahan manusia untuk menandinginya. Pengertian seperti ini sejalan dengan penerjemahan sarjana-sarjana Barat dengan ungkapan The inimmitability of the Quran [Hans Wehr, 1971: 592c].<br />
Sedangkan menurut pengertian istilah (terminologi) yang dipakai di kalangan para ahli 'Ulumul Quran, Kemukjizatan Alquran (I'jazul Quran) ialah penetapan kelemahan manusia, baik secara perorangan maupun kelompok, untuk menghasilkan suatu karya yang sama nilainya dengan Alquran (Ash-Shabuni, 1958: 100). Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kelemahan manusia bukanlah berarti, bahwa manusia itu tidak memiliki <br />
potensi samasekali untuk menandingi Alquran; melainkan karena kehebatan dan ketinggian Alquran itu -- baik dari segi keindahan bahasa, maupun dari segi kandungan isinya -- berada jauh di atas kemampuan manusia biasa. Sehingga manusia tidak sanggup untuk menandinginya. Dengan demikian, sangatlah mustahil untuk mengatakan Alquran sebagai karya manusia. Hal ini berarti, bahwa ia (Alquran) betul-betul datang dari Allah (Az-Zarqany, 1988: 331).<br />
Jika statemen yang menyatakan, bahwa Alquran datang dari Allah dapat diterima dengan penuyh kesadaran; maka kenabian Muhammad sebagai pembawa Alquran, secara logika juga mesti diterima. Oleh sebab itu, masalah yang sangat mendasar dalam membahas kemukjizatan Alquran ini ialah bagaimana cara membuktikan keabsahan Alquran sebagai wahyu Allah. Untuk itulah, kajian ini membutuhkan tela'ah yang lebih mendalam terhadap aspek-aspek kemukjizatan Alquran.<br />
B. Macam-macam Mukjizat Nabi Muhammad<br />
Mukjizat yang diberikan Allah kepada para Rasul-Nya bertujuan untuk membuktikan keabsahannya sebagai rasul bagi umat yang dihadapinya. Karena itu, sifat mukjizat yang diberikan Allah kepada para nabi dan rasul-Nya disesuaikan dengan kondisi umat yang mereka hadapi. Nabi Musa a.s., umpamanya, karena beliau menghadapi umat yang sedang menggandrungi ilmu sihir, maka Allah berikan mukjizat yang dapat menaklukkan semua sihir yang ada. Demikian pula halnya dengan Nabi Isa a.s. yang menghadapi umat yang menggandrungi ilmu kedokteran, maka Allah berikan mukjizat berupa kemampuan menyembuhkan berbagai macam penyakit; bahkan dapat menghidupkan orang yang telah mati sekalipun.<br />
Demikian pula halnya dengan Nabi Muhammad. Beliau diangkat menjadi Rasul di tengah-tengah bangsa Arab yang sedang menggandrungi keindahan karya sastra. Karena itu Allah berikan mukjizat berupa Alquran yang memiliki nilai sastra yang sangat tinggi, sehingga tak seorang manusia pun di permukaan bumi ini yang sanggup membuat karangan seindah Alquran. Selain dari itu, keberadaan Nabi Muhammad sebagai rasul yang diutus kepada seluruh umat manusia dan untuk sepanjang zaman, maka sifat mukjizat yang diterimanya pun memungkinkan untuk menjadi bukti bagi masyarakat Arab yang sedang dihadapinya dan umat manusia lainnya yang hidup sampai akhir zaman. Oleh sebab itu, mukjizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad terdiri dari dua macam: (1) Mukjizat yang bersifat fisik, indrawi, dan temporal; dan (2) Mukjizat yang bersifat akli, maknawi dan non-indrawi.<br />
1. Mukjizat Indrawi.<br />
Masyarakat Arab yang berhadapan langsung dengan Nabi Muhammad, membutuhkan bukti nyata bahwa ia betul-betul utusan Allah. Untuk pembuktian ini, maka Allah berikan mukjizat yang dapat dilihat langsung oleh orang-orang Arab. Mukjizat-mukjizat tersebut antara lain berupa:<br />
a. Terbelahnya bulan<br />
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim, juga dalam kitab-kitab hadits lainnya, diriwayatkan bahwa sebelum Rasulullah Saw. hijrah, berkumpullah tokoh-tokoh kafir Quraiy, seperti Abu Jahal, Walid bin Mughirah dan Al 'Ash bin Qail. Mereka meminta kepada nabi Muhammad Saw. untuk membelah bulan. Kata mereka, "Seandainya kamu benar-benar seorang nabi, maka belahlah bulan menjadi dua."<br />
Rasulullah (saw) berkata kepada mereka, "Apakah kalian akan masuk Islam jika aku sanggup melakukannya?"<br />
Mereka menjawab, "Ya." Lalu Rasulullah (saw) berdoa kepada Allah agar bulan terbelah menjadi dua. Rasulullah (saw) memberi isyarat dengan jarinya, maka bulanpun terbelah menjadi dua. Selanjutnya sambil menyebut nama setiap orang kafir yang hadir, Rasulullah (saw) berkata, "Hai Fulan, bersaksilah kamu. Hai Fulan, bersaksilah kamu."<br />
Demikian jauh jarak belahan bulan itu sehingga gunung Hira nampak berada diantara keduanya. Akan tetapi orang-orang kafir yang hadir berkata, "Ini sihir!" padahal semua orang yang hadir menyaksikan pembelahan bulan tersebut dengan seksama. Atas peristiwa ini, maka Allah menurunkan ayat Al Qur'an: <br />
<br />
Telah dekat saat itu (datangnya kiamat) dan bulan telah terbelah. Dan jika orang-orang (kafir) menyaksikan suatu tanda (mukjizat), mereka mengingkarinya dan mengatakan bahwa itu adalah sihir. [Q.S. Al Qomar/54: 1-2]<br />
<br />
b. Pohon kurma berbuah seketika<br />
Dari Jabir, ia berkata:<br />
Sewaktu Bapakku meninggal, ia masih mempunyai utang yang banyak. Kemudian, aku mendatangi Rasulullah saw untuk melaporkan kepada Beliau mengenai utang bapakku. Aku berkata kepada Rasulullah: Ya Rasulullah, bapakku telah meninggalkan banyak hutang. Aku sendiri sudah tidak mempunyai apa-apa lagi kecuali yang keluar dari pohon kurma. Akan tetapi pohon kurma itu sudah dua tahun tidak berbuah. Hal ini sengaja aku sampaikan kepada Rasulullah agar orang yang memiliki piutang tersebut tidak berbuat buruk kepadaku. Kemudian Rasulullah mengajakku pergi ke kebun kurma. Sesampainya disana beliau mengitari pohon kurmaku yang dilanjutkan dengan berdo'a. Setelah itu beliau duduk seraya berkata kepadaku, "Ambillah buahnya." Mendengar perintah Rasulullah saw tersebut, aku langsung memanjat pohon kurma untuk memetik buahnya yang tiba-tiba berbuah. Buah kurma itu kupetik sampai cukup jumlahnya untuk menutupi utang bapakku, bahkan sampai lebih. (Sahih Bukhari Juz 4; Hadits no. 780)<br />
<br />
c. Air memancar dari sela-sela jari Nabi<br />
Diriwayatkan oleh 'Abdullah:<br />
"Dalam pandangan kami mukjizat adalah anugerah Allah, tetapi dalam pandangan kalian mukjizat adalah peringatan. Suatu ketika kami menyertai Rasulullah saw dalam sebuah perjalanan dan kami nyaris kehabisan air. Nabi saw bersabda: "Bawalah kemari air yang tersisa!" orang-orang membawa kantung yang berisi sedikit air. Nabi saw memasukkan telapak tangannya kedalam kantung itu dan berkata, "Mendekatlah pada air yang diberkahi dan ini berkah dari Allah." Aku melihat air memancar dari sela-sela jemari tangan Rasulullah saw." (Sahih Bukhari, juz 5 no. 779).<br />
Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Anas, ia berkata:<br />
"Semangkuk air dibawa kehadapan Nabi saw di Al Zawra. Nabi saw memasukkan kedua telapak tangannya kedalam mangkok itu dan air memancar dari jari-jemarinya. Semua orang berwudhu dengan air itu. Qatadah berkata kepada Anas, "Berapa orang yang hadir pada waktu itu?" Anas menjawab, "Tiga ratus orang atau mendekati tiga ratus orang." <br />
(Sahih Bukhari, juz 4 no. 772); Lihat juga : Sahih Bukhari juz 4 no 777; dan Sahih Bukhari juz 1 no 340)<br />
<br />
d. Hujan Lebat dan Banjir<br />
Diriwayatkan oleh Anas:<br />
Pernah lama Madinah tidak turun hujan, sehingga terjadilah kekeringan yang bersangatan. Pada suatu hari Jum'at ketika Rasulullah saw sedang berkotbah Jum'at, lalu berdirilah seorang Badui dan berkata: "Ya Rasulullah, telah rusak harta benda dan lapar segenap keluarga, doakanlah kepada Allah agar diturunkan hujan atas kita. Berkata Anas : Mendengar permintaan badui tersebut, Rasulullah mengangkat kedua tangannya kelangit (berdo'a). Sedang langit ketika itu bersih, tidak ada awan sedikitpun. Tiba-tiba berdatanganlah awan tebal sebesar-besar gunung. Sebelum Rasulullah saw turun dari mimbarnya, hujan turun dengan selebat-lebatnya, sehingga Rasulullah saw sendiri kehujanan, air mengalir melalui jenggot Beliau. Hujan tidak berhenti sampai Jum'at yang berikutnya, sehingga kota Madinah mengalami banjir besar, rumah-rumah sama terbenam. Maka datang Orang Badui berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah, sudah tenggelam rumah-rumah, karam segala harta benda. Berdo'alah kepada Allah agar hujan diberhentikan diatas kota Madinah ini, agar hujan dialihkan ketempat yang lain yang masih kering. Rasulullah saw kemudian menengadahkan kedua tangannya ke langit berdo'a: Allahuma Hawaaliinaa Wa laa Alainaa (Artinya: Ya Allah turunkanlah hujan ditempat-tempat yang ada disekitar kami, jangan atas kami). Berkata Anas: Diwaktu berdo'a itu Rasulullah saw menunjuk dengan telunjuk beliau kepada awan-awan yang dilangit itu, seakan-akan Beliau mengisyaratkan daerah-daerah mana yang harus didatangi. Baru saja Rasulullah menunjuk begitu berhentilah hujan diatas kota Madinah.<br />
(Sahih Bukhari, juz 8 no 115).<br />
<br />
e. Rasulullah menyembuhkan Ali dari sakit mata<br />
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Kitab shahihnya, bahwa Rasulullah saw bersabda pada saat peristiwa penaklukkan Khaibar :<br />
"Esok hari aku (Nabi saw) akan memberikan bendera kepada seorang yang akan diberikan kemenangan oleh Allah swt melalui tangannya, sedang ia mencintai Allah dan Rasulnya, dan Allah dan Rasulnya mencintainya".<br />
Maka semua orangpun menghabiskan malam mereka seraya bertanya-tanya didalam hati, kepada siapa diantara mereka akan diberi bendera itu. Hingga memasuki pagi harinya masing-masing mereka masih mengharapkannya. Kemudian Rasulullah saw bertanya: "Kemana Ali?" lalu ada yang mengatakan kepada beliau bahwa Ali sedang sakit kedua matanya. Lantas Rasulullah saw meniup kedua mata Ali seraya berdoa untuk kesembuhannya. Sehingga sembuhlah kedua mata Ali seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Lalu Rasulullah saw memberikan bendera itu kepadanya. (Sahih Bukhari).<br />
<br />
f. Mimbar menangis<br />
Diriwayatkan oleh Ibn Umar:<br />
Rasulullah saw naik keatas mimbar dan berkotbah. Sedang Rasulullah saw berkotbah, Rasulullah saw mendengar mimbar itu menangis seperti tangisan anak kecil, sehingga seakan-akan mimbar itu mau pecah. Lalu Rasulullah saw turun dari mimbar dan merangkul mimbar itu sehingga tangisnya berkurang sampai mimbar itu diam sama sekali. Rasulullah saw berkata: "Mimbar itu menangis mendengar ayat-ayat Allah dibacakan diatasnya." (Sahih Bukhari juz 4 no. 783).<br />
<br />
g. Mayat seorang murtad tidak diterima oleh Bumi<br />
Diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a, ia berkata: Di antara kami ada seorang lelaki dari Bani Najjar, dia telah membaca surah al-Baqarah dan surah Ali Imran serta selalu menulis untuk Rasulullah s.a.w, lalu dia melarikan diri untuk bersama-sama Ahli Kitab. Anas berkata: Ahli Kitab menyanjungnya. Mereka berkata: Lelaki ini telah menulis untuk Muhammad menyebabkan mereka mengkaguminya. Setelah beberapa ketika bersama-sama Ahli Kitab, lelaki tersebut meninggal dunia. Ahli Kitab menggali kubur dan mengkebumikannya. Bumi memuntahkannya ke permukaan. Mereka menggali lagi dan mengkebumikannya semula. Namun bumi tetap memuntahkan lelaki tersebut ke permukaan. Mereka menggali dan mengkebumikannya lagi. Bumi tetap memuntahkannya semula ke permukaan. Akhirnya mereka membiarkannya di permukaan bumi (Sahih Bukhari juz 4 no 814).KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-10260707374008089652011-03-25T21:16:00.001-07:002011-03-25T23:08:26.673-07:00FILSAFAT ISLAM DI DUNIA ISLAM TIMUR (AL-KINDI, IBNU MISKAWAIH, AR-RAZI, AL-FARABI, AL-GHOZALI )AL-KINDI<br />
<br />
AL-KINDI (185 H/801 M -260 H/873 M) beliau adalah filsuf yang pertama munculdi islam. Dalam buku History of Muslim philosophy, Al- kindi juga disebut sebagai “Ahli filsafat Arab”.Ia adalah keturunan bangsawan Arab dari suku Kindah, suku yang dimasa sebelum islam bermukim di Arab Selatan.<br />
Nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak ibn Sabbah ibn Imran ibn Ismail bin Muhammad bin Al-Ash’ats bin Qais Al-Kindi. Ayahnya adalah gubernur Basrah pada masa pemerintahan khalifah Abbasiyah,Al-Hadi (169-170 H /785-786 M ) dan Harun Ar-Rasyid (170-194 H / 786-809 M ).Al-Kindi di lahirkan di Kufah.Ia memperoleh pendidikan masa kecilnya di Basrah, tetapi tumbuh, dewasa dan meninggla di Baghdad.Di Baghdad ia terlibat dalam gerakan penerjemahan dan cukup memiliki harta untuk menggaji banyak orang untuk menerjemahkan dan menyalin naskah-naskah ilmu pengetahuan dan filsafat utnuk melengkapi perpustakaan miliknya.<br />
Unsur-unsur filasafat yang didapati pada pemikiran Al-Kindi adalah <br />
1. Aliran phytagoras tentang matematika sebagai jalan ke arah filasafat.<br />
2. Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan metafisika, meskipun Al-kindi tidak sependapat dengan aristoteles tentang Qodim-nya alam<br />
3. Pikiran-pikiran plato dalam soal kejiwaan<br />
4. Pikiran-pikiran plato dan Aristoteles bersama-sama dalam soal etika.<br />
5. Wahyu dan iman dalam hal yang berhubungan dengan Tuhan dan sifa-sifatNya<br />
6. Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan dalam menakilkan ayat-ayat Al Quran.<br />
<br />
<br />
FILSAFAT AL-KINDI<br />
<br />
Ia mengatakan bahwa filasafat adalah ilmu yang termulia serta terbaik dan yang tidak bias di tinggalkan oleh setiap orang yang berpikir.Kata-kata ini di tujukan kepada mereka yang menentang adanya filsafat dan mengingkarinya karena mereka menganggap sebagai ilmu kafir dan menyiapkan jalan kepada kekafiran.sikap inilah yang selalu mereka jadikan rintangan bagi filsuf-filsuf islam, terutama pada masa ibn Rusyd.<br />
Al-Kindi meninjau filsafat dari dalam dan dari luar. Dengan tunjauan dari dalam ia bermaksud untuk mengikuti pendapat-pendapat filsuf besar tentang arti kata filsafat. Dan dalam risalahnya yang khusus membahas tentang definisi filsafat ia menyebutkan enam definisi yang kebnyakan bercoran platonisme.<br />
Menurut Al-Kindi, filsafat ialah ilmu tentang hakikat ( kebenaran ) sesuatu menurut kesanggupan manusia, ilmu ketuhanan, ilmu keesaan ( wahdaniyah ), ilmu keutamaan ( fadhilah ), ilmu tentang semua yang berguna dan cara memperolehnya 0serta cara menjauhi perkara-perkara yang merugikan. Jadi , tujuan filsuf bersifat teori, yaitu mengetahui kebenaran, dan bersifat amalan, yaitu mewujudkan kebenaran tersebut dengan tindakan. Semakin dekat dengan kebenaran , maka semakin dekat pula pada kesempurnaan.<br />
<br />
KARYA-KARYA AL-KINDI<br />
<br />
Dalam tulisan Ahmad Hanafi, jumlah karangan Al-Kindi sukar di tentukan, karena dua sebab. Pertama, penulis-penulis biografi tidak sepakat penuturannya tentang jumlah karangannya. Ibn An-Nadim dan Al-Qafthi menyebut 283 karangan pendek dan Sha’id Al-Andalusi menyebutkan 50 karangan, sedangkan sebagian dari karangan tersebut telah hilang musnah. Kedua, diantara karangannya yang sampai kepada mereka, ada yang memuat karangan-karangan lain.<br />
Isi karangan tersebut bermacam-macam, antara lain filsafat, logika, musik, aritmatika, dan lain-lain.Al-Kindi tidak mempersoalkan filsafat yang rumit dan yang telah dibahas sebelumnya, tetapi ia lebih tertarik dengan definisi dan penjelasan kata, dan lebih mengutamakan ketelitian pemakaian kata daripada medalami persoalan yang ada pada filsafat.<br />
Di bawah ini beberapa karya al-Kindi, baik yang di tulis sendiri maupun ditulis ulang oleh penulis lainnya. Di anataranya :<br />
1. Kitab Kimia ‘Al-Itr (Book of the Chemistry of Perfume )<br />
2. Kitab fi isti’mal Al-Adaad Al-Hindi ( On the Use of Indian numerals )<br />
3. Risalaha fi I-illa Al-Failali I-Maad wal-Fzr (treatise on the efficient cause of the Flow and Ebb )<br />
4. Kitab Ash-Shu ‘a’at (Book of the Rays ) <br />
5. The Medicial Formulary of Aqrabbadhin of Al-Kindi, by M. Levey (1966)<br />
6. A-Kindi’s Metaphyrcs: a translation of yaqub ibn Ishak al-kindi;s treatise “On First Philosophy” (fi Al-falsafah al-ula),by Alfred L. Ivry<br />
7. Scientific Weather Forecastingin the Middle Ages the Writings of Al-kindi,by Gerrit Bos and Charles Burnet (2000)<br />
8. Al-Kindi’s treatise on Cryptanalysis,by M.Mrayati, Y.Meer Alam and M.H.At-tayyan (2003)<br />
<br />
<br />
AR-RAZI<br />
<br />
Filsuf muslim terkemuka yang muncul setelah Al-Kindi adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakaria Ar-Razi dikenal sebagai dokter, filsuf, kimiawan, dan pemikir bebas (250-313 H/864-925 M atau 320 H/932 M ), oleh orang latin di panggil Rhazes.Ia di lahirkan di Rayy, dekat Teheran sekarang.Menurut riwayat, ia menguasai betul imusik, baik teori maupun praktek, dan dikatakan sebagai ahli kimia sebelum belajar formalnya di bidang kedokteran. Ia memimpin rumah sakit di Rayy kemudian ke Baghdad, dan sering pula ke Rayy, tempat ia meninggal. Rumahnya yang besar di Rayy dan di tempat lain di distrik Jibal Kaspia Selatan maenggambarkan bahwa ia seorang yang kaya.<br />
<br />
<br />
<br />
KARYA-KARYA AR-RAZI<br />
<br />
Buku0buku Ar-Razi menurut ibn An-Nadim adalah 118 buku,19 surat, 4 buku, 6 surat, dan satu makalah, jumlahnya 148 buah.ibn Abi Asaibi’ah menyebutkan 236 karya,tetapi beberapa diantaranya tidak jelas pengarangnya.<br />
Menurut Al-biruni, ada sekitar dua puluh satu karya Ar-Razi tentang alkemi, yang terbesar diantaranya adalah Kitab Sirr Al-Asrar. Sesuai dengan semangatnya yang antihermetis, rahasia-rahasia disini bukan merupakan misteri-misteri mistik, melainkan rahasia-rahasia tentang ahli alkemis, yang dengan bebas dipaparkan oleh Ar-Razi dalam pembahsannya mengenai bahan-bahan, perangkat-perangkat, dan metode alkemi itu. Tujuannya adalah meretas batas-batas yang memilahkan satu bentuk sebstansi dari substansi lainnya, dengan menggunakan substansi kuat yang akan menembus dan mengubah unsur dasar,dengan menambahkan atau menghilangkan sifat spesifik, mengubah logam dasar menjadi emas dan permata.<br />
<br />
Filsafatnya Ar-Razi<br />
<br />
¯ Logika<br />
<br />
Ar-Razi adalah seorang rasionalisme murni, dan beliau hanya mempercayai khekuatan akal. Bahkan didalam bidang kedokteran study klinis yang dilakukannya setelah menemukan metode yang kuat dengan berpijak kepada observasi dan eksperimen.<br />
<br />
Bahkan pemujaan Ar-Razi terhadap akal tampak sangat jelas pada halaman pertama pada bukunya At-Thibb. Beliau mengatakan, Allah segala puji baginya, yang telah memberikan akal agar dengan-Nya kita dapat memperoleh sebnyak-banyaknya manfaat. Inilah karunia terbaik Allah kepada kita. Akal adalah suatu yang mulia dan penting karena dengan akal kita dapat memperoleh pengetahuan tewntang tuhan. Maka tidak boleh melecehkannya.<br />
<br />
¯ Moral<br />
<br />
Adapun pemikiran Ar-Razi tentang moral sebagaimana tertuang dalam buku At-Thibb al-ruhani dan Al-Sirah al-Falsafiyyah, bahwa tingkah laku itu berdasarkan dari akal. Hawa nafsu harus berada dibawah kendali akal dan agama. Beliau memperingatkan bahaya minuman khomr yang dapat merusakkan akal dan melanggar agama.<br />
<br />
Berkaitan dengan jiwa, Ar-Razi menjadikan jiwa sebagai salah satu alasan pengobatan baginya. Menurutnya antara tubuh dan jiwa terhadap suatu hubungan yang sangat erat, misalnya: emosi jiwa tidak akan terjadi kecuali dengan melalui pengamatan indrawi.<br />
<br />
Sedangkan kebahagiaan menurut Ar-Razi adalah kembalinya apa yang telah tersingkir karena sesuatu yang berbahaya, misalnya: orang yang meninggalkan tempat yang teduh menuju tempat yang disinari matahari. Ia akan senang ketika kembali ke tempat yang teduh tadi.<br />
<br />
¯ Kenabian/ Theologi<br />
<br />
Ar-Razi menyangkah bahwa anggapan bentuk kehidupan manusia memerlukan nabi sebagaimana yang dikatakannya dalam bukunya Naqd al-Adyan au fi al-Nubuwah. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak percaya kepada wahyu dan adanya nabi. Menurutnya para nabi tidak berhak mengklaim dirinya sebagai orang yang memiliki keistimewaan khusus. Karena semua orang adalah sama dan keadilan tuhan secara hikmahnya mengharuskan tidak membedakan antara seoranng dengan yang lainnya.<br />
<br />
Ar-Razi juga mengritik kitab suci baik injil maupun al-quran. Beliau menolak mukjizat al-quran baik segi isi maupun gaya bahasanya. Menurutnya orang mungkin saja dapat menulis kitab yang lebih baik dengan gaya, bahasa yang lebih indah. Kendatipun demikian, Ar-Razi tidak berati seorang atheis, karena beliau masih menyakini adanya Allah.<br />
<br />
¯ Metafisika<br />
<br />
Filsafat Ar-Razi dikenal dengan ajaran “Lima kekal” yaitu:<br />
<br />
v Allah Ta’ala<br />
<br />
v Ruh Universal<br />
<br />
v Materi pertama<br />
<br />
v Ruang absolute<br />
<br />
v Masa absolute<br />
<br />
Berikut ini uraian singkat mengenai “Lima kekal” yaitu:<br />
<br />
1. Allah Ta’ala<br />
<br />
Allah bersifat sempurna. Tidak ada kebijakan setelah tidak sengaja, karena itu ketidak sengajaan tidak bersifat kepada-Nya.<br />
<br />
Kehidupan berasal dari-Nya sebagaimana sinar datang dari matahari Allah mempunyai kepandaian yang sempurna dan murni. Kehidupan ini adalah mengalir dari ruh. Allah menciptakan sesuatu dan tidak ada yang bisa yang menandingi dan tidak ada yang bisa menolak kepada-Nya. Allah Maha Mengetahui, segala sesuatu. Tetapi ruh-ruh hanya mengetahui apa yang berasal dari eksperimen. Tuhan mengetahui bahwa ruh cenderung pada materi dan membutuhkan kesenangan materi.<br />
<br />
2. Ruh<br />
<br />
Allah tidak menciptakan dunia lewat desakan apapun tetapi Allah memutuskan penciptaan-Nya setelah pada mulanya tidak berkehendak tidak menciptakannya, Allah menciptakan manusia guna menyadarkan ruh dan menunnjukkan kepadanya, bahwa dunia ini bukanlah dunia yang sebenarnya dalam arti haqiqi.<br />
<br />
Manusia tidak akan mencapai dunia haqiqi ini, kecuali dengan filsafat, mereka mempelajari filsafat, mengetahui dunia haqiqi, memperoleh pengetahuan akan selamat dari keadaan buruknya. Ruh-ruh tetap berada dalam dunia ini sampai mereka disadarkan oleh filsafat akan rahasia dirinya.<br />
<br />
Melalui filsafat manusia dapat memperoleh dunia yang sebenarnya, dunia sejati atau dunia haqiqi.<br />
<br />
3. Materi<br />
<br />
Menurut Ar-Razi kemutlakan, materi pertama terdiri dari atom-atom, setiap atom mempunyai volum yang dapat dibentuk. Dan apabila dunia ini dihancurkan, maka ia akan terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan suatu yang berasal dari ketiadaan sesuatu.<br />
<br />
Untuk memperkuat pendapat ini Ar-Razi memberikan 2 bukti yaitu:<br />
<br />
Ø Penciptaan adalah bukti dengan adanya sang pencipta.<br />
<br />
Ø Berlandaskan ketidak mungkinan penciptaan dan ketiadaan.<br />
<br />
4. Ruang<br />
<br />
Menurut Ar-Razi ruang adalah tempat keadaan materi, beliau mengatakan bahwa materi adalah kekal dan karena materi itu mempunyai ruang yang kekal.<br />
<br />
Bagi Ar-Razi ruang terbagi menjadi 2 yakni waktu universal (mutlak) dan waktu tertentu (relatif ), ruang universal adalah tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala sesuatu yang ada didalamnya. Sedangkan ruang yang relatif adalah sebaliknya.<br />
<br />
5. Waktu<br />
<br />
Adalah subtasi yang mengalir, ia adalah kekal. Ar-Razi membagi waktu 2 macam yakni waktu mutlak dan waktu relatif (terbatas). Waktu mutlak adalah keberlangsungan, ia kekal dan bergerak. Sedang gerak relatif adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang gemintang.<br />
<br />
BIOGRAFI DAN KARYA IBNU MISKAWAIH<br />
<br />
Nama lengkap Ibnu Miskawaih adalah Abu Ali Ahmad bin Muhammad bin Yaqub ibn Miskawaih. Ia lahir di kota Ray (Iran) pada 320 H (932) M) dan wafat di Asfahan 9 Safar 421 H (16 Februari 1030 M). Ia belajar sejarah dan filsafat, serta pernah menjadi khazin (pustakawan) Ibn al-‘Abid dimana dia dapat menuntut ilmu dan memperoleh banyak hal positif berkat pergaulannya dengan kaum elit. Setelah itu Ibnu Miskawaih meninggalkan Ray menuju Bagdad dan mengabdi kepada istana Pangeran Buwaihi sebagai bendaharawan dan beberapa jabatan lain. Akhir hidupnya banyak dicurahkannya untuk studi dan menulis.<br />
<br />
<br />
Ibnu Miskawaih lebih dikenal sebagai filsuf akhlak (etika) walaupun perhatiannya luas meliputi ilmu-ilmu yang lain seperti kedokteran, bahasa, sastra, dan sejarah. Bahkan dalam literatur filsafat Islam, tampaknya hanya Ibnu Miskawaih inilah satu-satunya tokoh filsafat akhlak.<br />
<br />
Ibnu Miskawaih meninggalkan banyak karya penting, misalnya tahdzibul akhlaq (kesempurnaan akhlak), tartib as-sa’adah (tentang akhlak dan politik), al-siyar (tentang tingkah laku kehidupan), dan jawidan khirad (koleksi ungkapan bijak).<br />
<br />
B. FILSAFATNYA<br />
<br />
Ibnu Miskawaih menggunakan metode eklektik dalam menyusun filsafatnya, yaitu dengan memadukan berbagai pemikiran-pemikiran sebelumnya dari Plato, Aristoteles, Plotinus, dan doktrin Islam. Namun karena inilah mungkin yang membuat filsafatnya kurang orisinal. Dalam bidang-bidang berikut ini tampak bahwa Ibnu Miskawaih hanya mengambil dari pemikiran-pemikiran yang sudah dikembangkan sebelumnya oleh filsuf lain.<br />
<br />
1. Metafisika<br />
<br />
Menurut Ibnu Miskawaih Tuhan adalah zat yang tidak berjisim, azali, dan pencipta. Tuhan esa dalam segala aspek, tidak terbagi-bagi dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya. Tuhan ada tanpa diadakan dan ada-Nya tidak tergantung pada yang lain sedangkan yang lain membutuhkannya. Tuhan dapat dikenal dengan proposisi negatif karena memakai proposisi positif berarti menyamakan-Nya dengan alam.<br />
<br />
Tentang penciptaan yang banyak (alam) oleh yang satu (Tuhan), Ibnu Miskawaih menganut paham emanasi Neo-Platonisme sebagaimana halnya Al-Farabi. Tetapi dalam perumusannya terdapat perbedaan dengan Al-Farabi, yaitu bahwa menurut Ibnu Miskawaih, entitas pertama yang memancar dari Tuhan adalah ‘aql fa’al (akal aktif). Dalam teori Al-Farabi akal aktif ini menempati tahap pemancaran ke sepuluh (akal 10). Akal aktif ini bersifat kekal, sempurna, dan tidak berubah. Dari akal ini timbul jiwa dan dengan perantaraan jiwa timbul planet (al-falak). Pancaran yang terus-menerus dari Tuhan dapat memelihara tatanan di alam ini, menghasilkan materi-materi baru. Sekiranya pancaran Tuhan yang dimaksud berhenti, maka berakhirlah kehidupan dunia ini.<br />
<br />
Diambilnya teori emanasi ini dimaksudkan untuk mensucikan ke-esaan Tuhan dari sifat banyak. Ibnu Miskawaih mengatakan, bilamana satu penyebab melahirkan sejumlah efek yang berlainan, maka kemajemukannya kiranya tergantung pada alasan-alasan di bawah ini:<br />
<br />
a. Penyebab bisa mempunyai bermacam-macam kekuatan.<br />
b. Penyebab bisa menggunakan berbagai sarana untuk menghasilkan keanekaragaman efek.<br />
c. Penyebab bisa menghasilkan keanekaragaman materi.<br />
<br />
Tak satu pun pernyataan di atas berlaku untuk penyebab utama, yaitu Tuhan. Tuhan tidak mungkin dalam zatnya mempunyai bermacam-macam kekuatan yang berlainan. Jika Tuhan menggunakan berbagai sarana, seperti manusia menciptakan kursi dengan berbagai sarana seperti kayu, paku, gergaji, dan sebagainya, maka siapakah yang menciptakan sarana-sarana itu? Jika sarana-sarana itu diciptakan oleh penyebab yang selain Tuhan, berarti ada pluralitas penyebab utama. Pernyataan ketiga pun tidak mungkin bagi Tuhan, karena yang banyak tidak dapat mengalir dari tindak satu agen penyebab. Karena itu pastilah bahwa penyebab utama hanya menciptakan satu entitas yang darinya kemudian tercipta entitas-entitas yang lain. Entitas itulah yang disebut akal aktif.<br />
<br />
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan teori evolusi makhluk hidup yang secara mendasar sama dengan Ikhwan al-Shafa’. Teori itu terdiri atas empat tahapan:<br />
<br />
1. Evolusi mineral; yaitu bentuk kehidupan yang dihuni makhluk-makhluk rendah. Misal batu, air, tanah.<br />
2. Evolusi tumbuhan; yang mula-mula muncul adalah rerumputan spontan, kemudian tanaman, lalu pepohonan tingkat tinggi.<br />
Di antara tumbuhan dan hewan terdapat satu bentuk kehidupan tertentu. yang tidak dapat digolongkan tumbuhan maupun hewan, namun memiliki ciri-ciri tumbuhan dan hewan, yaitu koral, dan euglena.<br />
3. Evolusi hewan; dicirikan antara lain oleh adanya daya gerak dan indera peraba dan pada hewan yang lebih tinggi mulai adanya inteligensi. Hewan paling tinggi adalah kera.<br />
4. Evolusi manusia; ditandai oleh adanya inteligensi dan daya pemahaman.<br />
<br />
2. Kenabian<br />
<br />
Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa Nabi tidaklah berbeda dengan filsuf dalam hal bahwa kedua-duanya memperoleh kebenaran yang sama. Hanya cara memperolehnya yang berbeda; Nabi memperoleh kebenaran melalui wahyu, jadi dari atas (akal aktif) ke bawah; filsuf memperoleh kebenaran dari bawah ke atas, yaitu dari daya inderawi lalu daya khayal lalu daya pikir sehingga dapat berhubungan dan menangkap hakikat-hakikat kebenaran dari akal aktif. Sumber kebenarannya sama-sama akal aktif.<br />
<br />
3. Jiwa<br />
<br />
Jiwa menurut Ibnu Miskawaih adalah substansi ruhani yang kekal, tidak hancur dengan kematian jasad. Kebahagiaan dan kesengsaraan di akhirat nanti hanya dialami oleh jiwa. Jiwa bersifat immateri karena itu berbeda dengan jasad yang bersifat materi. Mengenai perbedaan jiwa dengan jasad Ibnu Miskawaih mengemukakan argumen-argumen sebagai berikut:<br />
<br />
a. Indera, setelah mempersepsi suatu rangsangan yang kuat selama beberapa waktu, tidak mampu lagi mempersepsi rangsangan yang lebih lemah, sedangkan aksi mental dan kognisi tidak.<br />
b. kita sering memejamkan mata jika sedang merenungkan suatu hal yang musykil. Suatu bukti bahwa indera tidak dibutuhkan waktu itu.<br />
c. mempersepsi rangsangan yang kuat merugikan indera, tetapi intelek bisa berkembang dan menjadi kuat dengan mengetahui ide dan paham-paham umum.<br />
d. kelemahan fisik yang disebabkan usia tua tidak mempengaruhi kekuatan mental.<br />
e. jiwa dapat memahami proposisi-proposisi tertentu yang tidak berkaitan dengan dengan data-data inderawi.<br />
f. ada suatu kekuatan di dalam diri kita yang mengatur organ-organ fisik, membetulkan kesalahan-kesalahan inderawi, dan menyatukan pengetahuan.<br />
<br />
Jiwa memiliki tiga daya, yaitu daya berpikir, daya keberanian, dan daya keinginan. Tiga daya itu masing-masing melahirkan sifat kebajikan. Yaitu hikmah, keberanian, dan kesederhanaan. Keselarasan ketiga kebajikan tersebut akan menghasilkan kebajikan keempat, yaitu adil. Hikmah ada tujuh macam; tajam dalam berpikir, cekatan berpikir, jelas dalam pemahaman, kapasitas yang cukup, teliti melihat perbedaan, kuat ingatan, dan mampu mengungkapkan. Keberanian ada sebelas sifat; murah hati, sabar, mulia, teguh, tentram, agung, gagah, keras keinginan, ramah, bersemangat, dan belas kasih. Kesederhanaan ada dua belas; malu, ramah, keadilan, damai, kendali diri, sabar, rela, tenang, saleh, tertib, jujur, dan merdeka.<br />
<br />
3. Moral/Etika<br />
<br />
Dalam bidang inilah Ibnu Miskawaih banyak disorot dikarenakan langkanya filsuf Islam yang membahas bidang ini. Secara praktek etika sebenarnya sudah berkembang di dunia Islam, terutama karena Islam sendiri sarat berisi ajaran tentang akhlak. Bahkan tujuan diutusnya Nabi Muhammad Saw adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia. Ibnu Miskawaih mencoba menaikkan taraf kajian etika dari praktis ke teoritis-filosofis, namun dia tidak sepenuhnya meninggalkan aspek praktis.<br />
<br />
Moral, etika atau akhlak menurut Ibnu Miskawaih adalah sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berpikir dan pertimbangan. Sikap mental terbagi dua, yaitu yang berasal dari watak dan yang berasal dari kebiasan dan latihan. Akhlak yang berasal dari watak jarang menghasilkan akhlak yang terpuji; kebanyakan akhlak yang jelek. Sedangkan latihan dan pembiasaan lebih dapat menghasilkan akhlak yang terpuji. Karena itu Ibnu Miskawaih sangat menekankan pentingnya pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik. Dia memberikan perhatian penting pada masa kanak-kanak, yang menurutnya merupakan mata rantai antara jiwa hewan dengan jiwa manusia.<br />
<br />
Masalah pokok yang dibicarakan dalam kajian akhlak adalah kebaikan (al-khair), kebahagiaan (al-sa’adah), dan keutamaan (al-fadhilah). Kebaikan adalah suatu keadaan dimana kita sampai kepada batas akhir dan kesempurnaan wujud. Kebaikan ada dua, yaitu kebaikan umum dan kebaikan khusus. Kebaikan umum adalah kebaikan bagi seluruh manusia dalam kedudukannya sebagai manusia, atau dengan kata lain ukuran-ukuran kebaikan yang disepakati oleh seluruh manusia. Kebaikan khusus adalah kebaikan bagi seseorang secara pribadi. Kebaikan yang kedua inilah yang disebut kebahagiaan. Karena itu dapat dikatakan bahwa kebahagiaan itu berbeda-beda bagi tiap orang.<br />
<br />
Ada dua pandangan pokok tentang kebahagiaan. Yang pertama diwakili oleh Plato yang mengatakan bahwa hanya jiwalah yang mengalami kebahagiaan. Karena itu selama manusia masih berhubungan dengan badan ia tidak akan memperoleh kebahagiaan. Pandangan kedua dipelopori oleh Aristoteles, yang mengatakan bahwa kebahagiaan dapat dinikmati di dunia walaupun jiwanya masih terkait dengan badan.<br />
<br />
Ibnu Miskawah mencoba mengompromikan kedua pandangan yang berlawanan itu. Menurutnya, karena pada diri manusia ada dua unsur, yaitu jiwa dan badan, maka kebahagiaan meliputi keduanya. Hanya kebahagiaan badan lebih rendah tingkatnya dan tidak abadi sifatnya jika dibandingkan dengan kebahagiaan jiwa. Kebahagiaan yang bersifat benda mengandung kepedihan dan penyesalan, serta menghambat perkembangan jiwanya menuju ke hadirat Allah. Kebahagiaan jiwa merupakan kebahagiaan yang sempurna yang mampu mengantar manusia menuju berderajat malaikat.<br />
<br />
Tentang keutamaan Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa asas semua keutamaan adalah cinta kepada semua manusia. Tanpa cinta yang demikian, suatu masyarakat tidak mungkin ditegakkan. Ibnu Miskawaih memandang sikap uzlah (memencilkan diri dari masyarakat) sebagai mementingkan diri sendiri. Uzlah tidak dapat mengubah masyarakat menjadi baik walaupun orang yang uzlah itu baik. Karena itu dapat dikatakan bahwa pandangan Ibnu Miskawaih tentang akhlak adalah akhlak manusia dalam konteks masyarakat.<br />
<br />
Ibnu Miskawaih juga mengemukakan tentang penyakit-penyakit moral. Di antaranya adalah rasa takut, terutama takut mati, dan rasa sedih. Kedua penyakit itu paling baik jika diobati dengan filsafat.<br />
<br />
5. Sejarah<br />
<br />
Sejarah merupakan pencerminan struktur politik dan ekonomi masyarakat pada masa tertentu, atau dengan kata lain merupakan rekaman tentang pasang-surut kebudayaan suatu bangsa. Sejarah tidak hanya mengumpulkan kenyataan-kenyataan yang telah lampau tetapi juga menentukan bentuk yang akan datang.<br />
<br />
Demikianlah sekadar pengantar kepada pemikiran filsafat Ibnu Miskawaih.<br />
<br />
AL FARABI<br />
Second teacher alias mahaguru kedua. Begitulah Peter Adamson pengajar filsafat di King’s College London, Inggris, menjuluki Al-Farabi sebagai pemikir besar Muslim pada abad pertengahan. Dedikasi dan pengabdiannya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan telah membuatnya didaulat sebagai guru kedua setelah Aristoteles: pemikir besar zaman Yunani.<br />
<br />
Sosok dan pemikiran Al-Farabi hingga kini tetap menjadi perhatian dunia. Dialah filosof Islam pertama yang berhasil mempertalikan serta menyelaraskan filsafat politik Yunani klasik dengan Islam. Sehingga, bisa dimengerti di dalam konteks agama-agama wahyu. Pemikirannya begitu berpengaruh besar terhadap dunia Barat.<br />
<br />
”Ilmu Logika Al-Farabi memiliki pengaruh yang besar bagi para pemikir Eropa,” ujar Carra de Vaux. Tak heran, bila para intelektual merasa berutang budi kepada Al-Farabi atas ilmu pengetahuan yang telah dihasilkannya. Pemikiran sang mahaguru kedua itu juga begitu kental mempengaruhi pikiran-pikiran Ibnu Sina dan Ibnu Rush. Al-Farabi atau Barat mengenalnya dengan sebutan Alpharabius memiliki nama lengkap Abu Nasr Muhammad ibn al-Farakh al-Farabi.<br />
<br />
Tak seperti Ibnu Khaldun yang sempat menulis autobiografi, Al-Farabi tidak menulis autobiografi dirinya.<br />
<br />
Tak ada pula sahabatnya yang mengabadikan latar belakang hidup sang legenda itu, sebagaimana Al-Juzjani mencatat jejak perjalanan hidup gurunya Ibnu Sina. Tak heran, bila muncul beragam versi mengenai asal-muasal Al-Farabi. Ahli sejarah Arab pada abad pertengahan, Ibnu Abi Osaybe’a, menyebutkan bahwa ayah Al-Farabi berasal dari Persia. Mohammad Ibnu Mahmud Al-Sahruzi juga menyatakan Al-Farabi berasal dari sebuah keluarga Persia.<br />
<br />
Namun, menurut Ibn Al-Nadim, Al-Farabi berasal dari Faryab di Khurasan. Faryab adalah nama sebuah provinsi di Afganistan. Keterangan itu diperoleh oleh Al-Nadim dari temannya bernama Yahya ibn Adi yang dikenal sebagai murid terdekat Al-Farabi. Sejumlah ahli sejarah dari Barat, salah satunya Peter J King juga menyatakan Al-Farabi berasal dari Persia. Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, ahli sejarah abad pertengahan, Ibnu Khallekan, mengklaim bahwa Al-Farabi lahir di sebuah desa kecil bernama Wasij di dekat Farab ( sekarang Otrar berada di Kazakhstan). Konon, ayahnya berasal dari Turki. Menurut Encyclopaedia Britannica, Al-Farabi juga berasal dari Turki atau Turki Seljuk.<br />
<br />
Konon, Al-Farabi lahir sekitar tahun 870 M. Ia menghabiskan masa kanak-kanaknya di Farab. Di kota yang didominasi pengikut mazhab Syafi’iyah itulah Al-Farabi menempuh pendidikan dasarnya. Sejak belia, Al-Farabi sudah dikenal berotak encer alias sangat cerdas. Ia juga memiliki bakat yang begitu besar untuk menguasai hampir setiap subyek yang dipelajari. Setelah menyelesaikan studi dasarnya, Al-Farabi hijrah ke Bukhara untuk mempelajari ilmu fikih dan ilmu-ilmu lainnya. Ketika itu, Bukhara merupakan ibu kota dan pusat intelektual serta religius Dinasti Samaniyah yang menganggap dirinya sebagai bangsa Persia. Saat itu Bukhara dipimpin Nashr ibn Ahmad (874-892). Pada masa itulah Al-Farabi mulai berkenalan dengan bahasa dan budaya serta filsafat Persia. Di kota lautan pengetahuan itu pula Al-Farabi muda mengenal dan mempelajari musik. 936.<br />
<br />
Dia sempat menjadi seorang qadhi. Setelah melepaskan jabatan qadhi-nya, Al-Farabi hijrah ke Merv untuk mendalami logika Aristotelian serta filsafat. Guru utama filsafatnya adalah Yuhanna ibn Hailan, seorang Kristen. Dari Ibnu Hailan-lah dia mulai bisa membaca teks-teks dasar logika Aristotelian, termasuk Analitica Posteriora yang belum pernah dipelajari seorang Muslim pun sebelumnya.<br />
<br />
Beberapa tahun sebelum kitab-kitab Aristoteles diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Al-Farabi telah menguasai bahasa Syria dan Yunani. Pada 901 M, bersama sang guru, Al-Farabi dia mengembara ke Baghdad yang saat itu menjadi kota metropolis intelektual pada abad pertengahan. Ketika kekhalifahan Al-Muqtadir (908-932), berkuasa, Al-Farabi sempat pula pergi ke Konstantinopel untuk memperdalam filsafat dan singgah di Harran. Ketika 910-920 M, Al-Farabi kembali ke Baghdad. Di negeri 1001 malam itu, dia terus mengembangkan ketertarikannya untuk menggali dan mempelajari alam semesta dan manusia. Ketertarikannya pada dua hal itu membuatnya tertarik untuk menggali filsafat kuno terutama filsafat Plato dan Aristoteles.<br />
<br />
Dengan otaknya yang cemerlang, Al-Farabi membuat terobosan untuk menggabungkan filsafat Platonik dan Aristotelian dengan pengetahuan mengenai Alquran serta beragam ilmu lainnya. Beruntung Al-Farabi bisa menimba ilmu dari sejumlah guru yang mumpuni. Ia belajar filsafat Aristoteles dan logika langsung dari seorang filosof termasyhur Abu Bishr Matta ibnu Yunus. Dalam waktu yang tak terlalu lama, kecemerlangan pemikiran Al-Farabi mampu mengatasi reputasi gurunya dalam bidang logika. Sedangkan tata bahasa Arab di pelajarinya dari seorang pakar tata bahasa dan linguistik kondang bernama Abu Bakr ibn Saraj. Selain menguasai filsafat dan bahasa, Al-Farabi juga dikenal sebagai ilmuwan yang berjasa dan memberi kontribusi dalam berbagai bidang ilmu seperti, aritmatika, fisika, kimia, medis, astronomi, dan musik.<br />
<br />
Akhir tahun 942 M, hengkang dari Baghdad ke Damaskus, karena situasi politik yang memburuk. Selama dua tahun tinggal di Damaskus, pada siang hari Al-Farabi bekerja sebagai penjaga kebun. Sedangkan pada malam hari dia membaca dan menulis karya-karya filsafat. Ia sempat pula hijrah ke Mesir dan lalu kembali lagi ke Damaskus pada 949 M. Ketika tinggal di Damaskus untuk yang kedua kalinya, Al-Farabi mendapat perlindungan dari putra mahkota penguasa baru Siria, Saif al-Daulah. Saif al-Daulah sangat terkesan dengan Al-Farabi karena kemampuannya dalam bidang filsafat, bakat musiknya serta penguasaannya atas berbagai bahasa.<br />
<br />
Ratusan kitab telah dihasilkan Al-Farabi. Kehidupan sufi yang dijalaninya membuatnya tetap hidup sederhana dengan pikiran dan waktu yang tetap tercurah untuk karir filsafatnya. Ia tutup usia di Damaskus pada 970 M. Amir Sayf ad-Dawla kemudian membawa jenazahnya dan menguburkannya di Damaskus. Ia dimakamkan di pemakaman Bab as-Saghir yang terletak di dekat makam Muawiyah, yang merupakan pendiri dinasti Ummayah.<br />
Pemikiran dan Filsafat Al-Farabi<br />
<br />
Filsafat Al-Farabi dapat dikelompokkan ke dalam Neoplatonis. Ia mensintesiskan buah pikir dua pemikir besar, yakni Plato dan Aristoteles. Guna memahami pemikiran kedua filsfuf Yunani itu, Al-Farabi secara khusus membaca karya kedua pemikir besar Yunanni itu, yakni On the Soul sebanyak 200 kali dan Physics sampai 40 kali.<br />
<br />
Al-Farabi pun akhirnya mampu mendemonstrasikan dasar persinggungan antara Aristoteles dan Plato dalam sejumlah hal, seperti penciptaan dunia, kekekalan ruh, serta siksaan dan pahala di akhirat kelak. Konsep Farabi mengenai alam, Tuhan, kenabian, esensi, dan eksistensi tak dapat dipisahkan antara keduanya. Mengenai proses penciptaan alam, ia memahami penciptaan alam melalui proses pemancaran (emanasi) dari Tuhan sejak zaman azali.<br />
<br />
Menurut Al-Farabi, Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar susunan wujud yang sebaik-baiknya. Al-Farabi mengungkapkan bahwa Tuhan itu Esa karena itu yang keluar dari-Nya juga harus satu wujud. Sedangkan mengenai kenabian ia mengungkapkan bahwa kenabian adalah sesuatu yang diperoleh nabi yang tidak melalui upaya mereka. Jiwa para nabi telah siap menerima ajaran-ajaran Tuhan.<br />
<br />
Sementara itu, menurut Al-Farabi, manusia memiliki potensi untuk menerima bentuk-bentuk pengetahuan yang terpahami (ma’qulat) atau universal-universal. Potensi ini akan menjadi aktual jika ia disinari oleh ‘intelek aktif’. Pencerahan oleh ‘intelek aktif’ memungkinkan transformasi serempak intelek potensial dan obyek potensial ke dalam aktualitasnya. Al-Farabi menganalogkan hubungan antara akal potensial dengan ‘akal aktif’ seperti mata dengan matahari.<br />
<br />
Menurutnya, mata hanyalah kemampuan potensial untuk melihat selama dalam kegelapan, tapi dia menjadi aktual ketika menerima sinar matahari. Bukan hanya obyek-obyek indrawi saja yang bisa dilihat, tapi juga cahaya dan matahari yang menjadi sumber cahaya itu sendiri. Terkait filsafat kenegaraan, Al-Farabi membagi negara ke dalam lima bentuk. Pertama ada negara utama (al-madinah al-fadilah). Inilah negara yang penduduknya berada dalam kebahagiaan. Bentuk negara ini dipimpin oleh para nabi dan dilanjutkan oleh para filsuf. Kedua negara orang-orang bodoh (al-madinah al-jahilah). Inilah negara yang penduduknya tidak mengenal kebahagiaan.<br />
<br />
Ketiga negara orang-orang fasik. Inilah negara yang penduduknya mengenal kebahagiaan, tetapi tingkah laku mereka sama dengan penduduk negara orang-orang bodoh. Keempat negara yang berubah-ubah (al-madinah al mutabaddilah). Penduduk negara ini awalnya mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki penduduk negara utama, tetapi mengalami kerusakan. Kelima negara sesat (al-madinah ad-dallah). Negara sesat adalah negara yang pemimpinnya menganggap dirinya mendapat wahyu. Ia kemudian menipu orang banyak dengan ucapan dan perbuatannya.<br />
Kontribusi Ilmuwan Besar<br />
<br />
Logika<br />
Al-Farabi adalah ahli logika muslim pertama yang mengembangkan logika no-Aristotelian. Dia membagai logika ke dalam dua kelompok, pertama idea dan kedua bukti.<br />
<br />
Musik<br />
Selain seorang ilmuwan, Al-Farabi juga seorang seniman. Dia mahir memainkan alat musik dan menciptakan beragam instrumen musik dan sistem nada Arab yang diciptakannya hingga kini masih tetap digunakan musik Arab. Dia juga berhasil menulis Kitab Al-Musiqa – sebuah buku yang mengupas tentang musik. Bagi Al-Farabi, musik juga menjadi sebuah alat terapi.<br />
<br />
Fisika<br />
Farabi juga dikenal sebagai ilmuwan yang banyak menggali pengetahuan tentang eksistensi alam dalam fisika.<br />
<br />
Psikologi<br />
Social Psychology and Model City merupakan risalat pertama Al-Farabi dalam bidang psikologi sosial. Dia menyatakan bahwa, ”Seorang individu yang terisolasi tak akan bisa mencapai kesempurnaan dengan dirinya sendiri, tanpa bantuan dari orang lain.”<br />
<br />
Biografi singkat Al-Ghazali<br />
<br />
Nama lengkapnya adalah Miuhammmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid Al Ghazali. Al Ghazali di lahirkan pada tahun 450 M di Thus, suatu kota yang terletak di Khurosan. Dia adalah anak seorang pembuat kain dari bulu (wol), tetapi Al Ghazali tidak diasuh oleh bapaknya sampai dewasa, karna ayahnya meninggal dunia. Setelah ayahnya meninggal dunia, dia diasuh oleh seorang ahli tasawuf.<br />
<br />
Al Ghazali sudah mulai belajar fikih sejak masih kecil, dia belajar fikih di negri kelahirannya kepada syeh Ahmad Bin Muhammad Arrasikani, kemudian belajar pada Imam Abi Nasar Al Ismaili di negri Jurjan. Setelah mempelajari beberapa ilmu di negrinya, maka ia berangkat ke Nishabur dan belajar pada imam Al Haromain. Sejak belajar sama imam Al Haromain, ketajaman otak Al Ghazali sudah mulai kelihatan, sehingga dengan mudah dapat menguasai ilmu-ilmu yang menjadi ilmu pokok pada saat itu, seperti mantiq (logika), filsafat dan fikih mazhab syafii. Sehingga imam Al Haromain menjulukinya dengan sebutan “lautan tak bertepi”<br />
<br />
Setelah wafatnya imam Al Haromain, imam Al Ghazali pergi ke Al Ashar untuk bersilaturrahmi kepada menteri Nizam Al Muluk, seorang menteri dari pemeritahan dinasti Saljuk. Disana dia disambut dengan penuh penghormatan sebagai ulamak dan ilmuan besar. Ketika berkumpul dengan para ulamak dan cendikiawan, mereka semua mengakui ketinggian ilmu yang dimiliki oleh Al Ghazali. Al ghazali dilantik menjadi seorang guru besar di sebuah perguruan tinggi nizamiah yang terletak di kota Bagdad, pelantikan ini dilakukan oleh menteri Nizham Al Muluk pada tahun 484 H/ 1091 M. Al Ghazali mengajar di perguruan tinggi ini selama empat tahun.<br />
<br />
Pada tahun 288 H. Al Ghazali pergi ke Syam, setelah terlebihl dahulu menunaikan rukun iman yang ke lima (haji di tanah suci Makkah), Al Ghazali kemudian melanjutkan perjalanannnya ke Damaskus (Siriya) disinilah Al Ghazali menetap untuk beberapa lama. Di Damaskus Al Ghazali sering sekali beribadah di masjid Al Umawi sehingga pada saat ini, masjid tersebut diubah namanya menjadi masjid Al Ghazali. Di sini juga Al Ghazali menulis sebuah buku yang sangat pamilier dikalangan ummat islam Indonesia, yaitu kitab ihya ulumu Addin.<br />
<br />
Setelah tinggal di Damaskus selama sepuluh tahun Al Ghazali menyelesaikan tulisannya kemudian kembali ke Bagdad, dia kemudian mengajarkan isi kitabnya di majlis-majlis taklim. Karna mengetahui Al Ghazali sudah kembali ke Bagdad, Muhammad penguasa pada saat itu meminta Al Ghazali untuk kembali ke Naisabur dan mengajar di perguruan Nizamiyah. Dia mengajar di sana selama dua tahun, setelah itu dia pulang dan kembali ke kampung halamannya di Thus. Al Ghazali kemudian mendirikan sebuah sekolah untuk mendidik para pukaha’ dan mutahawwifin (orang yang ahli dalam bidang tasawuf). Di kampung halamannyainilah Al Ghazali meninggal dunia, pada tahun 505 H/ 1111 M. pada usia 55 tahun.<br />
<br />
Al ghazali adalah pengagum Francis Bacon, ini dapat di lihat dari kata-kata yang di kutip nya sesaat sebelum meninggal._ Sesaat sebelum meninggal, beliau sempat mengucapkan kata yang diucapka oleh Prancis Bacon_ filsuf Inggris yaitu : kuletakkan arwah ku di hadapan Allah dan tanamkanlah jasadku dilipatan bumi yang sunyi senyap. Namaku akan bangkit kembali menjadi sebutan dan buah bibir umat manusia dimasa yang akan dating”[2]<br />
<br />
2. Konsep Filsafat Al Ghazali<br />
<br />
Tidak berlebihan jika kita mengatakan Al Ghazali adalah sang pemikir besar didalam Islam. Karna dia memberikan pengaruh yang sangat besar dan memberikan wajah baru pada dunia Islam. Hal ini terbukti dari kemampuannya mengadakan pembaharuan terhadap nilai-nilai keislaman yang sangat merosot pada saat itu.<br />
<br />
Ia hidup disaat nilai keislaman mengalami dekadensi sedemikian rupa dan keimanan pada dasar-dasar kenabian serta hakekat dan pengamalan agama yang sangat merosot.<br />
<br />
Penafsiran filosufis yang dilakukkan oleh filsuf Islam sebellumnya tidak memberikan pemikiran yang berpusat pada Islam, melainkan mereka banyak tertuju pada masalah-masalah klasik yang terdapat dalam pemikiran Yunani.[3]<br />
<br />
Dalam menyampaikan pendapatnya, Al Ghazali banyak mengeritik para filsuf dengan bukunya yang berjudul tahafut al falasifah, Tetapi Ibnu Rusyd tidak mau kalah, dia lalu memberikan jawaban terhadap keritik Al Ghazali tersebut dan menyerang balik Al Ghazali, dengan buku nya yang berjudul tahafut al tahafut. Tidak hanya sampai disini, serangan pena terhadap Al Ghazali oleh Ibnu Rusyd terlihat sengit dengan buku yang ditulis Ibnu Rusyd fashl al maqal fi ma bayna al hikmah wa asy-syai’ah min al ittihal, _buku ini ditulis untuk mengkritik pendapat-pendapat Al Ghazali di kitab faishal al tafriqah bayna al islam wa az-zandaqah_[4].<br />
<br />
Diantar hasil pemikiran Al Ghazali sebagai mana yang di tulis dalam kitab al munqiz min al dhalal . dia berpendapat bahwa pengetahuan yang paling benar adalah pengetahuan intuisi/makrifah yang disinari oleh Allah langsung kepada seseorang. Pengetahuan mistiklah yang membuat dia yakin dan merasa tenang setelah dia dilanda keraguan yang hebat. [5]<br />
<br />
Al Ghazali membagi pengetahuan itu kepada tiga tingkat, yaitu pengetahuan orang awam, pengetahuan kaum intelektual, dan pengetahuan kaum sufi.[6] Orang awam menerima berita tanpa penyelidikan atau observasi terlebih dahulu. Contohnya, ada orang yang mengatakan “dirumah itu ada gembong narkoba” maka orang awam akan langsung percaya atau menolak pernyataan ini tanpa mengadakan penyelidikan terlebih dahulu, beda halnya dengan kaum intelektual, mereka akan menyelidiki kebenaran berita tersebut dengan menganalisis data-data yang ada. Apakah benar ada seorang disekitar rumah itu. Setelah meneliti sandal, suara percakapan,siapa saja yang sering bertamu kesana, dan apa saja kegiatan sang pemilik rumah, barulah mereka mengambil kesimpulan bahwa memang benar ada seorang gembong narkoba dirumah itu.<br />
<br />
Tetapi berbeda dengan kaum sufi, para sufi setelah mendengar berita itu akan langsung membuka pintu sehingga mereka dapat melihat langsung apa isi rumah itu dan melihat orang didalam nya.<br />
<br />
Pengetahuan yang ketiga inilah yang paling palid menurut Al Ghazali, pengetahuan seperti inilah yang disebut dengan makrifah. Makrifah dalam pengertian Al Ghazali adalah seperti pengetahuan yang dijalani para sufi. _lagipula pengetahuan yang ketiga ini lebih meyakinkan dan membawa kepastian daripada yang pertama dan kedua_[7]<br />
<br />
Menurut Al Ghazali pengetahuan indrawi dan akal memiliki kebenaran yang tidak meyakinkan, karna panca indra sering menipu. misalnya, banyangan pohon di dalam air apabila kita melihatnya maka akan kelihatan hidup dan bergerak. Begiu juga dengan akal, ketika seseorang bermimpi tentang sesuatu, maka akan merasa benar-benar terjadi, walupun pada kenyataannya ketika telah bangun halini tidak dia temukan sama sekali. Karna itul, Al Ghazali menggambarkan kehidupan dunia ini bagaikan orang tidur, nanti kalau di akhirat atau setelah mati mereka baru bangun dan sadar bahwa apa yang ada di dunia ini berupa mimpi.[8]<br />
<br />
Pengetahuan intuisi banyak mendapat tantangan, terutama dari sifat objektivitasnya. Namun perlu juga diketahui bahwa pengetahuan ini terjadi pada beberapa orang tertentu dengan pola yang sama, sehingga bisa dianggap sebagai mengetahuan intersubjektivitas. Pengetahuan intersubjektivitas bisa dikatagorikan sebagai pengeahuan ilmiah.[9]<br />
<br />
Masalahnya kemudian adalah semua bentuk pengetahuan itu _empirisme,rasionalisme,dan iluminasionalisme_ bersumber dari manusia, bersifat relative.[10] Dalam menjelaskan hal ini KH. Syarkowi Dhafir mengatakan bahwa sesuatu yang bersifat mistik seperti do’a adalah suatu permasalahan yang bersifat Ilmiah, halini dapat dibuktikan dengan melakukan ritual keagamaan tertentu, apabila kita melakukan dengan cara yang sama dengan orang lain, maka akan mendapatkan hasil yang sama juga. Tetapi permasalahannya adalah apa ada orang yang berdoa dengan cara yang sama. Mungkin saja doanya saja yang sama, tetapi apakah keyakinan, keikhlasan, dan kedekatan nya dengan Allah juga sama?. Jadi untuk apa kita repot-repot menyalahkan suatu hal yang tidak dapat kita buktikan kebenarannya dengan pengalaman empirisme, apabila kita tidak bisa menyalahkannya dengan empirisme.<br />
<br />
3. Ajaran Al Ghazali.<br />
<br />
a. Tasawuf<br />
<br />
Al ghazali adalah ilmuan yang tidak pernah puas dengan ilmu yang dimilikinya, ini dapat dilihat dari sikapnnya yang slalu ingin menguasai segala bidang. Sebagai seorang filsuf, Al Ghazali kerap kali meragukan semua macam pengetahuan, kecuali yang berrsifat indrawi dan pengetahuan hakikat. Karna skeptis yang begitu tinggi, sampailah Al Ghazli pada titik kulminasi terendah, yaitu meragukan semua macam ilmu, baik yang bersfat empiris, hakekat, maupun indarawi. Sebagaimana yang ia tulis dalam ktab Al Mugidz yaitu:<br />
<br />
“ sikap skeptic yang menimpa diriku dan bertahan lama, telah berlangsung dengan suatu keadaan, dimana diriku tidak mempercayai terhadap pengetahuan indrawi”, bahkan keraguan ini semakin mendalam, dengan perktaannya “ bagamana pengetahuan indrawi itu dapat dterima. Sepeti halnya pengelihatan, sebagai indra yang terkuat. Ketika engkau melihat bayangan disangkanya diam, tidak bergerak. Tetapi dengan eksperimen dan analisa, setelah beberapa saat kau melihat bayangan itu bergerak, meskipun tidak sekaligus, melainkan perlahan-lahan sedikit demi sedikit, sehingga diketahui sebenarnya bayangan itu tidak kenal diam, demikian pula jika kamu melihat bintang, maka dikira dia kecil sebesar uang dinar, tetapi bukti sebenarnya bahwa bintang itu lebih besar dari bumi”[11]<br />
<br />
Demikianlah krisis yang menimpa Al Ghazali sampai-sampai tidak dapat memercayai pengetahuan indrawi, pada pase selanjutnya, Al Ghazali bahkan tidak dapat meyakini pengetahuan yang didapat dari akal.<br />
<br />
Untuk mengobati hal ini, pada akhirnya Al Ghazali kemudin mendalami tasawuf, maka datinglah Al Ghazali dan menmasukkan tsawuf dalam pangkuan islalm. Tetapi Al Ghazali tidak masuk kedalam tasawuf inkarnasi dan pantheisme karna dia tetap yakin dengan hakekat kebenaran ajaran Islam, oleh karna itu, buku-buku yang ditulisnya pun tidak keluar dari Al Quran dan Assunnah.<br />
<br />
Memang sebenarnya sukar untuk menyebutkan sikap Al Ghazali tersebut dengan tasawuf , dan boleh jadi nama yang tepat adalah subyektivismus (keperibadian), sebagaimana yang disebutkan oleh J. Obermen, dalam bukunya der philosophischeund religious subyektivismus ghazalia ( keperibadian filsafat dan agama pada al ghazali). Pengetahuan yang ada pada Al Ghazali adalah berdasarkan pengetahuan yang memancar dalam hati, bagaikan sumber air yang bersih/jernih, bukan dari penyelidikan akal, tidak pula dari argument-argumen ilmu kalam.[12]<br />
<br />
b. Filsafat metafisika.<br />
<br />
Al Ghazali menghantam pendapat filsuf-filsuf yunani, dan juga ibnu sina c.s., dalam dua puluh masalah, diantara yang terpenting adalah:<br />
<br />
Ø Al ghazali menyerang dalil-dalil aristoteles tentang azalinya dunia dan alam. Disini Al Ghazali berpendapat bahwa alam dari tidak ada menjadi ada sebab diciptakan oleh tuhan,<br />
<br />
Ø Al ghazali menyerang kaum filsuf ( aristoteles ) tentang pastinya keabadian alam. Ia berpendapat bahwa kepastian keabadian alam terserah kepada tuhan semata-mata, mungkin saja alam itu terus menerus tiada akhir apabila tuhan menghendaki. Akan tetapi, bukanlah suatu kepastian adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya sendiri diluar kehendak tuhan.<br />
<br />
Ø Al Ghazali menyerang pendapat kaum filsuf bahwa tuhan hanya mengetahui hal-hal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui hal-hal yang lecil (juziat).<br />
<br />
Ø Al Ghazali juga menentang pendapat kaum filsuf yang mengatakan bahwa segala sesuatu terjadi dengan kepastian hukum sebab akibat semata-mata, dan mustahil ada penyelewengan dari hukum itu. Bagi Al Ghazli segala pristiwa yang serupa dengan hukum sebab akibat itu hanyalah kebiasaan (adat) semata, dan bukan hukum kepastian. Dalam halini jelas Al Ghazali menyokong pendapat izraul adat dari al asyari.[13]<br />
<br />
Dalam buku tahafut al Falasifah Al Ghazali memberikan argument dengan metode polemic yang logis, ilmiah dan terkonstruktur, dia adalah filsuf yang trkenal sebagai ulama’ logika yang memiliki kemampuan mujadalah yang baik daan teratur.<br />
<br />
C. Etika/ Akhlak.<br />
<br />
Apabila kita ingin menemukan ilsafat moral dari pemikiran yang dituangkan oleh Al Ghazali, maka masalah ini akan kita dapatkan dalam kitab ihya ulumuddin yang berisi teori tasawuf Al Ghazali. Mengenai tujuan pokok dari moral Al Ghazali kita jumpai pada semboyan tasawuf yang terkenal: al takhalluk bi akhlaqillahi ala thaqatil basyariyah.<br />
<br />
Menurut Al Ghazali, ada tiga tujuan mempelajari akhlak,yaitu:<br />
<br />
a. Mempelajari akhlak hanya sekedar sebagai setudi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri murni kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa bermaksud mempengaruhi prilaku orang yang mempelajarinya.<br />
<br />
b. Memplajari akhlak sehingga meningkatkan sikap dan prilaku sehari-hari.<br />
<br />
c. Karna akhalak trutama merupakan subyek teoritis yang berkenan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam mempelajari akhlak harus mendapat kritik terus-menerus menenai standar moralitas yang ada, sehingga akhlak menjadi suatu subyek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri. Al Ghazali setuju dengan teori kedua. Dia megatakan bahwa setudi tentang ilm al muammalat dimaksudkan guna latihan kebiasaan; tujuan latihan adalah untuk meningkatkan keadaan jiwa agar kebahagiaan dapat dicapai diakherat. [14]<br />
<br />
Tanpa kajian ilmu ini, kebaikan tak dapat dicari, dan keburukan takdapat dihindari dengan sempurna. Prinsip-prinsif moral tidak dapat dipelajari dengan maksud untuk diterapkan semuanya didalam kehidupan sehri-hari. Al Ghazali mengatakaan pengetahuan yang tidak diamalkan tidak lebih baik dari kebodohan.[15]<br />
<br />
Berdasarkan pendapatnya ini, dapat dikatakn bahwa akhalak yang dikembangkan Al Ghazali bercorak teleologis (ada tujuannya), sebab ia menilai amal dengan mengacu pada akibatnya. Corak etika ini mengajarkan , bahwa manusia mempunyaitujuan yang agung, yaitu kebahagiaan di akhirat, dan amal itu baik apabila ia mempunnyai pengruh pada jiwa yang amrmbuatnya menjurus ketujuan tersebut, dan dikatakan amal itu buruk apabila menghalangi jiwa mencapai tujuan itu. Bahkan amal ibadah seperti solat, zakat, puasa, maupun haji adalah baik disebabkan akibatnya bagi jiwa. Derajat baik dan buruk berbagai amal berbeda oleh sebab berbeda dalam hal pengaruh yang ditimbulkan dalam jiwa pelakunya.[16]<br />
<br />
Adapun masalah kebahagiaan, menurut Al Ghazali tujuan manusia adalah kebahagiaan ukhrawi (as saadah al ukhrawiyah), yang biasa diperoleh jika persiapan yang perlu untuk dilakukan dalam hidup ini dengan mengendalikan sifat-sifat manusia dan bukan dengan membuangnya. Kelakuan manusia dianggap baik, jika itu membantu dalam kehidupan akhiratnya. Kebahagiaan ukhrawi adalah tema sentral ajaran para rasul dan demi menggerakkan orang kearah itulah, maka semua kitab suci diwahyukan. Karna itu, ilmu danakal adalah syarat pokok untuk mencapai kebahagiaan. Kemuliaan menurut Allah terletak pada usaha mencapai kebahagiaan ukhrawi, barang siapa yang gagal mencapainya maka lebih hina dari hewan yang hina. Karna hewan-hewan akan musnah dan orang yang gagal tersebut akan menderita dan sengsara.[17]<br />
<br />
Kebahagiaan ukhrawi mempunyai empat ciri khas, yakni: berkelanjutan tanpa akhir, kegembiraan tanpa duka cita, pengetahuan tapa kebodohan dan kecukupn (ghina) yang tdak memutuhkan apa-apa lagi guna keputusan yang sempurna. Tentu saja kebahagiaan yang di maksud Al Quran dan Al Hadis adalah surga, sedangkan tempat kesengsaraan adalah Neraka. Nasib setiap orang akan ditentukan pada hari kebangkitan, tetapi akibat kebhagiaan dan kesengsaraan itu akan dimulai setelah kematian. Pada haari kebangkitan, jiwa itu dikembalikn pada suatu jasad; orang yang bangkit itu akan mempunnyai badan dan jiwa, dan akan hidup abadi dalam bentuk ini.[18]<br />
<br />
Daftar pustaka.<br />
H. A. Mustofa. Drs., filsafat islam, Bandung;pustaka setia, 2007,<br />
Nasution, Hasyimsyah, Dr., M.A., Filsafat Islam, Jakarta: GMP, 1999.<br />
Shubhi, Ahmad Mahmud, Dr., Filsafat Etika, Jakarta: Serambi, 2001.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-10528533731618890812011-03-23T23:55:00.000-07:002011-03-23T23:55:29.236-07:00SEJARAH TEOLOGI ISLAMIslam merupakan agama yang mempunyai sejarah pergulatan teologi yang panjang. Dengan rentang sejarah yang panjang itu, teologi Islam pernah menancapkan sebuah fakta untuk turut serta meramaikan pergulatan intelektual dalam pentas peradaban ilmu pengetahuan dan politik dunia. Berbagai konsep dan sudut pandang teologis muncul secara dialektis dalam atmosfir kebudayaan Islam.<br />
Secara konsvensional Islam memang mempunyai bangunan ketuhanan yang sifatnya monoteis. Sebuah agama yang mempunyai keyakinan tentang Tuhan yang satu. Namun, dalam, kenyataanya Tuhan yang satu tersebut melahirkan beragam pandangan dan konsep teologis yang berbeda-beda. Artinya meskipun Tuhan sebagai obyek keyakinan umat Islam sama yakni Allah, namun ketika Allah yang satu itu direspon dan dipahami oleh banyak indifidu umat Islam sejagad, maka justru melahirkan beragam konsep ketuhanan.Oleh karena itu kita tertarik untuk mengangkat permasalahan ini untuk menambah pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentang teologi islam atau pemikiran umat islam tentang iman.<br />
RUMUSAN MASALAH<br />
a. Apa pengertian teologi?<br />
b. Bagaimana sejarah perkembangan teologi/pemikiran umat islam tentang iman?<br />
c. Aliran apa saja yang muncul karena pemikiran atau teologi islam?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PENGERTIAN TEOLOGI <br />
1) Menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology adalah Pemikiran tentang ketuhanan.<br />
2) Menurut William Ockham, Teologi adalah disiplin ilmu yang membicarakan kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan.<br />
3) Menurut Ibnu Kaldun, Teologi adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.<br />
SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI/PEMIKIRAN UMAT ISLAM TENTANG IMAN<br />
Lahirnya teologi dalam Islam adalah tergolong unik. Pasalnya teologi Islam bukan lahir dari persoalan agama, melainkan justru dari persoalan politik. Persoalam yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan bidang teologi. Tetapi persoalan politik ini segera meningkat menjadi persolan teologi.<br />
Dengan demikian, teologi Islam tersebut sangat lengket dengan persoalan politik. Ketika hendak membedah teologi, mau tidak mau juga membedah politik. Memang semenjak wafatnya Rosulullah, umat Islam menaruh penting persoalan kepemimpinan. Umat Islam Arab yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, sering terjebak dalam pertentangan mengenai sosok pemimpin yang pantas menggantikan Rosulullah sebagai pemimpin masyarakat.<br />
Ketika nabi wafat pada tahun 632 M daerah kekuasaan Madinah bukan hanya terbatas pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruuh semenanjung Arabia. Newgeri Islam di waktu itu, seperti digambarkan oleh W.M.Watt, telah merupakan kumpulan suku-suku bangsa Arab, yang mengikat tali persekutuan dengan (Nabi) Muhammad dalam berbagai bentuk, dengan masyarakat Madinah dan mungkin juga dengan masyarakat Makkah sebagai intinya.<br />
Selanjutnya, bagaimana bentuk teologi Islam dari masing-masing periode yang pernah muncul dalam sejarah Islam. Menurut Harun Nasution, dalam sejarah Islam, teologi Islam terbagi dalam periode atau zaman yakni zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan setererusnya).<br />
1. Periode klasik (650-1250 M).<br />
Teologi yang berkembang di era klasik ini adalah teologi sunnatullah atau teologi yang berdasarkan pada hukum alam (natural law). Teologi natural pada prinsipnya keberimanan yang berdasarkan hanya pada rasio, teologi ini kajiannya murni filsafat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Sehingga produk teologi yang dihasilkan adalah teologi yang dibangun berdasarkan argumen-argumen logis-rasional.<br />
Ciri-ciri teologi natural (sunnatullah) ini adalah :<br />
1. kedudukan akal yang tinggi<br />
2. kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan.<br />
3. kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’an dan Haditas yang sedikit sekali jumlahnya.<br />
4. Percaya pada adanya sunnatullah dan kausalitas<br />
5. mengambil dari metaforis dari tek wahyu<br />
6. Dinamika dalam sikap dan berpikir.<br />
Lahirnya teologi sunnatullah atau natural ini didukung oleh lahirnya iklim dialog antara dunia Islam dengan alam pemikiran Yunani. Ketika dunia Islam mulai bersentuhan dengan peradaban Yunani, maka rasionalisme mulai bergeliat dalam dunia Islam. Semangat rasionalisme yang ada dalam filsafat inilah yang dijadikan oleh para pemikir Islam untuk membangun teologi.<br />
Di anatara para filsof Yunani, Aristoteles adalah yang paling menarik bagi orang-orang Islam. Dari dia para pemikir muslim mengambil terutama metode berpikir sistematis dan rasional, yaitu al-Manthiq (logika formal), di samping biologi, ilmu bumi matematis dan lain-lain. Mereka memandangnya sebagai “al-mu’allim al-awwal” (guru pertama). Aristotalianisme dengan demikian menjadi bagian integral dari khazanah pemikiran Islam. Tetapi sesungguhnya, pemahaman kaum muslimin terhadap pikiran guru pertama itu, secara keseluruhannya, adalah terjadi melalui teropong neoplatonisme, karena sebagian besar lewat karya-karya para penafsir, khususnya karya-karya plotinus dan Prophiry. Salah satu karya kefilsafatan yang amat bgesar pengaruhnya kepada dunia pemikiran filsafat Islam adalah “Theologia Aristotelis”.<br />
Dengan logikia formal yang demikian itu, maka bangunan teologi Islam di masda klasik poenuh vitalitas rasionalisme. Sehingga pembuktian Tuhan mempunyai dasar ragumennya yang rasionalistik. Bukan hanya itu, persolaan tentrang proses penciptaan alam semesta yang termasuk bagian dari teologi juga mempunyai dasar rasionalismenya. Seperti para filsof paripatetik yang mempunyai konsep penciptaan alam melalui penjelasan akal pertama, akal kedua, akal ketiga dan seterusnya.<br />
Periode klasik ini secara umum terbagi menjadi dua. Pertama adalah periode klasik (650-1000) yaitu periode zaman di mana daerah Islam mulai meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di Persia sampai mke India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, dan kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dan maju pesat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang coraknya bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufusme dan termasuk teologi. Dari periode ini ulama –ulama fiqh yang mucul seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama yang lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu Huzail, Al-Nizam dan Al-Jubai.<br />
Kedua adalah faee disintegerasi (1000-1250 M). Di masa ini persatuan dan kesatuan umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik poloitik seringkali melanda sehingga klimkanya adalah hancurnya imperium Islam yang menyebabkan Baghdade berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.<br />
Karena semangat pemikirannya yang cenderung antoposentris itulah, maka teologi di abad klasik ini termasuk teologi Qadariyyah. Paham ini terkenal dengan nama free wil,.dan free act. Artinya manusia mempunyai kebebasan atau kemerdekaan dalam menentukan hidupnya. Seluruh prestasi yang dihasilkan oleh manusia bukanlah dari Tuhan melainkan dari manusianya sendiri karena manusia diyakini mempunyai kekuatan dan kapabelitas untuk menghasilkan prestasi tersebut.<br />
Teologi sunnatullah atau Qadariyyah ini bukan sekedar beroreintasi pada kehidupan kahirat, melainkan juga mempunyai target dunia. Oleh karena itu, di era Qadariyah ini, di samping basis keimanan umat Islam karena ditopang oleh rasionalisme, bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik dan sejenisnya mengalami kemajuan pesat. Mesir, Suriah dan Persia, ketika itu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, sutra dan lain-lain di Timur Tengah. Hasil-hasil yang berasal dari Timur di bawa ke Barat harus melalui daerah-daerah tersebut. Kairo, Alexandria, Damsyik, Baghdad dan Siraz (Persia) menjadi kota-kota dagang yang penting.<br />
Sementara itu di bidang tasawuf yang berkembang adalah tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi merupakan sebuah pemikiran atau aktifitas untuk mengenal lebih dekat kepada Tuhan tetapi tetap menggunakan pemiiran filosofis. Dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, para sufi menempuh jalan panjang dan sulit meskipun akhirnya sampai uga pada tujuan mereka. Dalam mendekatkan diri, mereka dihinggapi leh rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan, sehingga mereka di stasiun al-mahabbah atau cinta ilahi. Kalau cinta mereka dibalas Tuhan mereka akan meningkat ke level yang lebih tinggi, yaitu al-ma’rifat.<br />
Bukan hanya itu, pada zaman klasik ini sains juga mengalami kemajuan pesat meskipun tidak sepesat era sekarang. Ilmu kedokteran banyak dikembangkan oleh para ahli seperti Ibnu Rusd, AlRazi dan Ibnu Shina. Ilmu kimia mengalami kemajuan di tangan jabir dan Ala-razi. Sumbangan ulama Islam bagi ilmu kimia lebih banyak dari yang diberikan oleh orang-orang Yunani. Matematika dikembangkan oleh al-Khawarizmi, Umar Al-Khayam. Angka kosnong (nol) adalah penhemuan ulama Islam yang ikemudian bersama angka Arab lainnya dibawa ke Eropa pada permulaan abad ke dua belas M. Astronomi berkembang di tangan Al-Fazzari , AlFarghani dan lain-lain.<br />
<br />
<br />
2. Periode Pertengahan ((1250-1800 M)<br />
Pada periode ini telah terjadi pembalikan sejarah antara Islam dan Barat. Islam yang di era klasik bisa mencapai kejayaan ilmu pengetahuan dan teologi berkat dialognya dengan dunia Barat, maka di era pertengahan ini Islam justru mengalami era kegelapan (the darkness age). Setelah Timur berhasil dihancur leburkan oleh kengiskhan dan hulaghu khan, maka hampir semua literatur –literatur Islam di bawa oleh para penjajah tersebut ke Barat sementara sebagian yang lain telah mereka bakar.<br />
Pada periode pertengahan juga di bagi dua. Periode pertengahan I (1250-1500) adalah fase kemunduran. Pada fase ini bubut-bibit perpecahan dan disintegrasi antara umat Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin menajam. Di sisi lain secara geofrafis dunia Islam hancur berkeping-keping mnejadi pecahan-[ecahan kecil akibat kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam terbagi dua yaitu bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Ke dua yaitu bagian Persia yang terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat.<br />
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan besar itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khsususnya di bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di era klasik, kemajuan di era ini sumgguh jauh. Karena pada era pertengahan ini perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosost tajam alais<br />
Karena perhatian dan apresiasi ter5hadap ilmu pengetahuan atau filsafat rendah, maka teologi yang berkembang pada periode pertengahan ini adalah teologi Jabariyyah. Ciri-ciri teologi ini adalah:<br />
1. Kedudukan akal rendah<br />
2. Ketidak bebasan dalam kemauan dan perbuatan<br />
3. Kebebasan berpikir yang diikat oleh banyak dogma<br />
4. Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas<br />
5. Terikat pada arti literal al-Qur’an dan Hadits<br />
6. Satis dalam sikap dan berpikir<br />
Kedudukan akal yang rendah menjadikan umat Islam tidak lagi merumuskan teologi baru yang benar-benar bernas dan bergairah hingga menjadiukan umat bertindak dan berpiokir progresif. Pada periode ini yang berkembang bukan lagi berfastabiqul khairot untuk berijtihad , tetapi justru sebaliknya mayoritas umat Islam berduyun-duyun berteduh di bawah pohon taqlid. Sikap umat Islam yang semacam, ini menyebabkan semangat dan aktifitas intelektual di dunia muslim menjadi mandek total.<br />
Selanjutnya, karena tidak adanya pemikiran logis yang mempau meerenungkan alam semesta, sebagaimana yang dipraktikkan oleh para pemikir dan filsof muslim, maka kreatifitas berpikir untuk mewrumuskan teologi-teologi baru tidak nampak. Umat Islam hanya percaya bahwa seluruh jagad raya ini adalah dikendalikan oleh yang maha satu yaitu Allah SWT.<br />
Kondisi yang dekaden ini justru diperparah dengan distrosi terhadap nilai-nilai Tasawuf. Tasawuf yang di era klasik menjadi pemicu kemajuan, kini di era pertengahan di jadikan sebagai tarikat. Praktik sufisme yang sudah mengental menjadi praktik tarikat ini akhirnya menjadikan seluruh aspek tasawuf tergerus menjadi tasawuf amali dan tasawuf falsafi yang akarb dengan aktifitas dan semangat perenungna, berpikir, berfilsafat dan refleksi menjadi tidak berlaku.<br />
Dalam teologi Jabariyyah tang statis dan fatalistik ini, berlaku sebuah keyakinan bahwa manusia tidak mmempunyai kehendak, tidak mempunyai kekuasaan dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.<br />
Dengan pandangan semacam ini, maka manusia tidak lebih dari sebuah wayang yang digerakkan oleh seorang dalang. Seluruh perbuatan manusia adalah perbuatan yang dipaksakan oleh Allah kepada manusia itu sendiri. Perbuatan ini tidak muncul dari kemauannya sendiri. Termasuk masalah keburukan adalah bukan kehndak manusia, melainkan dari kehendak Tuhan. Jadi, bagi teologi abad pertengahan ini, manusia yang mencuri atau korupsi itu pada dasarenya bukan kehendaknya sendiri, melainkan kehendak Tuhan yang dipkasakan kepada manusia itu.<br />
Namun karena seperti yang telah disinggung di atas, bahwa karena teologi Islam adalah lahir dari masalah politik, maka di dalam paham ini sebebnarnya kuat sekali tendensi politiknya. Hal ini nampak sekali pada penguasa daulah Umayyag di Damaskus. Seolah-olah karena didorong oleh keperluan membela sahabat utsman Bin Affan, tetapi yang pasti itu hanyalah sekedar topeng belaka, kepentingan utamamnya adalah untuk kepentingan politiknya sendiri. Bila diperingatkan bahwa tindakan-tindakan mereka yang menindas rakyat dan mengekang perkembangan pemikiran di kalangan ummat itu menyalahi semangat Islam dan bahwa mereka harus mempertanggung jawabkan kedhaliman itu di hadapan ummat, selain di hadapan Tuhan kelak di akhirat, rezim Umayyah itu menolak dengan mengatakan bahwa kami tidak bisa diminta tanggungjawab atas tindakan-tindakan kami. Sebab Tuhanlah yang menghendaki semuanya itu. Hanya padaNyalah kekuasaan untuk menentukan kebaikan atau keburukan.<br />
Dengan teologi yang demikian itu, maka produktifitas para ulama di masa ini menurun drastis. Hasiul-hail karya yang sejak era klaisk bisa berkembang pesat dengan berbagi fan keilmuan, di era pertengahan ini mengalami mati suri. Begitu juga di bidang lain seperti ekonomi dan, industri dan pertanian juga menurun drastis. Hanya di bidang politik yang agak menonjol karena pada zaman poertengahan ini masih dijumpai tiga imperium besa yaitu Turki Utsmani, Safawi dan Mughal.<br />
3. Abad Modern (1800 dan seterusnya)<br />
Istilah modern, secara umum, berasal dari kata moderna yang artinya sekarang (Jerman:Jetzeit). Dengan pengertian itu kita tahu bahwa yang disebut modern, manakala semangat kekinian menjadi kesadaran seseorang. Jadi kalau ada orang atau masyarakat hidup di era sekarang tapi kesadarannya berada di abad tengah maka pertanda mereka bukan modern, tetapi manusia primitif. Abad modern ini merupakan spirit zaman baru (zeitgeist) yang berada di abad 19. sebagai bentuk peradaban dan semangat zaman, modernitas dicirikan oleh tigal hal yaitu indifidualistik, rasionalisme dan kemajuan.<br />
Ketika memasuki abad ke 19 umat Islam mengalami keterkejutan yang luar biasa. Sebab, pada era ini Eropa atau Barat, yang di era klasik masih berada dalam kegelapan dan kemunduran, kini justru berbalik menjadi pusat beradaban dunia. Era kemajuan di Barat inilah yang populer disebut sebagai abad modern. Abad modern adalah masa peralihan dari kebudayaan teosentris ke antroposentris, peralihan dari peradaban langit ke peradaban bumi, dari metafiskikan ke fisika, dari immateri ke materi. Peradaban ini pada hakekatnya adalah hasil renaissance dan pencerahan (enleighment) yang terjadi di eropa. Era renaissance adalah era lahirnya kebebasan dan terlepasnya kehidupan dari norma-norma agama. Era renaissance ini ditandai oleh munculnya pengetahuan baru yang didapatkan melalui intensitas observasi dan pengamatan alam semsta. Pada taraf ini dunia atau alam semesta menjadi daya tarik utama untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Dari sini berkembanglah ilmu astronomi dan geography. Meskipun sebelumnya, di dunia Islam ilmu-ilmu semacam ini sudah pernah ditemukan oleh para pemikir muslim.<br />
Indikasi selanjutnya adalah bahwa modernitas ini ditandai juga oleh penelitian dan pengkajian terhadap tek-tek klasik yang berasal dari Yunani kuno, Islam dan Cina. Yang menarik di sini adalah, ternyata Islam juga merupakan faktor penentu lahirnya modernistas di Barat. Memang periode klasik Islam telah melahirkan peradaban Islam, yang berpengaruh terhadap peradaban Barat. Pengaruh ini diakui oleh pengarang-pengarang Barat seperti Gustave Le Bon, Jacques Risler, Rom Landau dan Alfred Guillaume.<br />
Semangat zaman yang antroposentris ini akhirnya melahirkan berbagai sikap hidup di antaranya adalah sikap kritis. Sikap kritis ditujukan terhadap dogma-dogma agama yang sudah sekian tahun membatu. Sikap yang lain adalah humanisme. Sikap ini ditunjukkan dengan maraknya berbagai hasil karya seni seperti musik, lukis, patung atau drama yang lebih mengangkat manusia dasripada eksistensi Tuhan. Seperti lukisan Leonardo Davinci tentang Monalisa. Lukisan ini merupakan pertanda terjadinya peralihan peradaban dari yang sebelumnya berbasis pada nilai teosentrisme menuju ke wilayah humanisme.<br />
Sebelum pintu modernitas benar-benar terbuka, di Barat telah muncul beberapa pemikir atau filsof yang mulai melncarkan serangan-serangannya terhadap peradaban abad pertengahan. Abad pertengahan adalah abad yang lebih mengunggulkan Tuhan, lebih membela wahyu daripada akal. Era ini ditandai oleh kuatnya otoritas gereja atas segala peradaban dan kebudayaan. Oleh karena itu tokoh-tokoh pemikir di ambang modernitas berusaha untuk mendobrak tatanan atau sistem rezim gereja yang memnindas itu. Dalam hal ini Nicollo Machiavelli (1469-1527) yang mempelopri untuk menyerang sistem politik gereja yang absolut, kemudian Giordano Bruno (1548-1600) yang dengan gencar mengkritik pakem-pakem agama (gereja) dan Francis Bacon (1561-1626) yang mulai intens menegakkan semangat ilmu pengetahuan dengan semboyannya knowledge is power.<br />
Dengan gugatan dan serangan-serangan kritis dari para filsif itulah, fajar modernitas akhirnya muncul. Lahirnya modernitas ini secara epistemologis ditandai oleh bamngkitnya kembali rasionalitas yang sebelumnya, yakni di era pertengahan, telah dipasung dengan ketat. Maka modernitas ini secara eksplisit merupakan era kemerdekaan bagi rasio. Kemerdekaan rasion ini secara simbolik dideklarasikan oleh Descartes (1596-1650) dengan statemennya cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada).<br />
Melihat fajar pencerahan dan kebangkitan peradaban di Barat yang berkembang pesat itu, hal itu seolah menyentak umat Islam dari tidur panjangnya yang dia lakukan sejak era pertengahan. Ketika modernitas ini muncul Barat, maka umat barus melek bahwa umat Islam telah mengalami dekadensi dan kemunduran yang luar biasa. Akibat kemundurannya itu, umat Islam akhirnya menjadi obyek penjajahan Barat. Salah satu bukti konkritnya adalah hancurnya tiga kerajaan besar– yang di era pertengahan masih eksis— oleh ekspansi dan imperialisme bangsa Barat. Turki Utsmani yang pernah berjaya di abad pertengahan mengalami kekalahan dalam perangnya di Eropa, kerajaan Safawi di Mesir, dalam waktu tiga minggu berhasil ditaklukkan oleh Napoleon Bonaparte dan kerajaan Mughal di India telah dihancurkan oleh Inggris.<br />
Melihat dahsyatnya imbas peradaban modern terhadap dunia Islam tersebut, para pemikir muslim akhirnya terlecut untuk berpikir keras merumuskan teologi yang bisa membangkitkan kembali girrah umat Islam untuk mencapai kejayaannya yang telah sirna. Muncullah kemudian para mujadid baru dalam dunia Islam dengan menawarkan berbagai ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketertinggalannya dari Barat. Atas semangat ini dunia Islampun mulai ikut memasuki rimba raya modernitas.<br />
Namun, usaha-usaha pembaharuan atau modernisasi dalam dunia Islam, sebenarnya sebelumnya telah dimulai dari sebuah zaman yang disebut modern ini. Usaha-usaha itu terutama dijalankan oleh kerajaan Utsmani. Dalam peperanganya dengan negara-negara Eropa, kerajaan Turki Utsmani pada awal abad ke 17, mengalami mkekalahan dari Peter Agung dari Rusia. Dengan modernisasi yang dilakukan oleh Rusia, Rusia menjadi lebih kuat dari Turki Utsmani. Hal ini akhirnya, membuat sultan-sultan Utsmani juga ingin mengadakan modernisasi di Turki, terutama di lapangan militer. Usaha-usaha yang modernisasi yang dijalankan oleh sultan Utsmani pada waktu itu lebih terpusat pada usdaha untuk memperkuat kekuatan militer.<br />
Di antara tokoh-tokoh mujadid atau pemikir-pemikir baru Islam yang sangat getol mengusung isu-isu modern adalah Muhammad Abduh, Rasyid Ridlo, Jamaluddin Al-Afghani, Zia Gokalp, Seyyid Ahmad Khan dan seterusnya. Para pemikir dan filsof ini adalah tokoh-tokoh pembaharu yang mencoba menyerukan untuk kembali kepada teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah zaman klasik di kalangan ulama dan umat Islam zaman modern.<br />
Untuk merealisasikan semangat teologi tersebut, maka pada abad ke 19 mulai didirikan sekolah-sekolah moderrn gaya Barat di Mesir, Turki dan India. Di sekolah-sekolah ini semnagat ilmiah mulai dihidupkan kembali. Pola berpikir yang rasional, filosofis dan ilmiah mulai dibudayakan. Namun meskipun demikian, program dan tawaran para mujadid untuk kembali ke teologi sunnatullah yang mengedepankan rasionalitas itu dalam realitas empiriknya tidak mendapat apresiasi oleh seluruh umat Islam di dunia. Masih banyak masyarakat muslim yang justru menentang modernitas. Mereka justru berusaha untuk tertutup dan tak bersedia menyerap nilai-nilai modernitas. Namun usaha para mujadid awal seperti Muhammad Abduh dan kawan-kawan untuk kembali ke teologi Sunnatullah tetap ada hasilnya. Dengan digaungkannya teologi sunnatullah untuk mengimbangi peradaban modern Barat itu, produktifitas dan kreatifitas umat Islam mulai meningkat kembali meskipun itu masih jauh dari Barat.<br />
Di samping semangat rasionalitas yang ada dalam teologi sunnatullah, unsur lain yang turut dikampanyekan oleh para pemikir atau mujadid masa-masa awal adalah perlunya untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadits. Sebagian para mujadid berasumsi bahwa di samping faktor politik yang sudah rapuh, salah satu sebab mundurnya umat Islam adalah dipicu oleh kuatnya takahyyul, bid’ah dan khurofat yang berekmbang di dunia umat Islam. Umat Islam, selama ini terjerembab ke dalam jurang mistik yang dalam sehingga tidak bisa berpikir secara jernih dan rasional.<br />
Oleh karena itu dengan kembali ke al-Qur’an dan Hadits itu dimakusdkan agar umat Islam bisa kembali berpikir jernih dan tidak terperangkap oleh takahyyul dan mitos-mitos agama. Di samping itu, dalam memahami al-Qur’an diharapkan umat Islam lebih rasional.<br />
Dari sini bisa diketahui bahwa gerakan pembaharuan umat Islam untuk kembali kepada teologi sunnatullah adalah mirip dengan gerakan modernisme di Barat yang mana otoritas gereja yang lebih mengedepankan mistik dan dogma-dogma agama. Namun karena pola berpikir mistik dan penuh takhayyul tersebut yang sudah sedemikian rupa mendarah daging di kalangan umat Islam agaknya sulit untuk ditanggulangi. Entah karena ketakutannya atau karena sudah terlalui enak dengan pola berpikirnya itu, maka banyak umat Islam yang ragu-ragu atau kurang percaya diri dengan teologi sunnatullah. Mereka yang fatalistik ini masih menganggap bahwa segala –galanya telah ditentukan secara mutlak oleh Tuhan.<br />
LAHIRNYA BEBERAPA ALIRAN<br />
1. Khawarij <br />
a. Asal Usul dan Sejarah Khawarij <br />
<br />
Kata khawarij secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Syahrastani mengartikan Khawarij sebagai kelompok masyarakat yang memberontak dan tidak mengakui terhadap imam yang sah dan sudah disepakati oleh kaum muslimin, baik pada masa sahabat, pada masa tabiin maupun pada masa sesudahnya.Namun,menurut Harun Nasution ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama khawarij diberikan atas surat an-Nisa ayat 100 yang didalamnya disebutkan : “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan RasulNya.<br />
Selain itu mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyiri (Menjual), sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqoroh ayat 207 : “Ada manusia yang menjual dirinya untuk keridhaan Allah”. Nama lain yang diberikan kepada mereka adalah Haruriah, dari kata harura, suatu desa didekat kufah, Irak. Di tempat inilah, mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Disini mereka memilih ‘Abdullah bin abdul wahab al-Rasyidi menjadi imam sebagai ganti dari Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi seorang khawarij bernama Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat membunuh Ali.<br />
<br />
Khawarij merupakan kelompok pertama yang tidak mengakui bahkan memberontak terhadap Ali Bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara Ali dan Muawiyah. Pada mulanya, kelompok ini berjuang di pihak Ali ketika terjadi perang siffin antara Ali dan Muawiayah dan kelompok inilah yang mendukung Ali untuk melakukan Arbitrase dengan Muawiyah. Namun setelah Ali dan Muawiyah melakukan arbitrase, kelompok ini menolak kesepakatan arbitrase dan keluar dari kelompok Ali.<br />
Sebelumnya, menurut sebagian pendapat, Ali sebenarnya mencium adanya tipu daya dibalik ajakan perundingan damai tersebut sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama Ahl-Qurra. Dengan sangat terpaksa Ali menerima permintaan perjanjian damai tersebut.<br />
<br />
Dalam perundingan damai tersebut, Ali mengutus Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (Hakam)nya, tetapi orangkhawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompoknya Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa al Asy’ary dengan harapan yang dapat memutuskan perkara berdasarkan Kitabullah. Keputusan tahkim menurut riwayat, yakni Ali diberhentikan jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat Muawiyah sebagai Khalifah sangat mengecewakan orang-orang Khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada manusia, Tidak ada hukum selain hukum disisi Allah.” Ali r.a menjawab,” Ini adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itulah orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali r.a dan menuju Harura.Itulah sebabnya, khawarij disebut sebagai Haruriah. Dengan Arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan terhadap Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al Mariqoh.<br />
Gerakankhawarij berpusat di dua tempat. Yaitu di Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia dan sekeliling Irak. Tokoh-tokohnya ialah Nafi’ Bin Azraq, Qathar bin Faja’ah. Lainnya bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman, Hadlaramaut, dan Thaif. Tokoh-tokohnya ialah Abu Thaluf, Najdar bin Amri, dan Abu Fudaika.<br />
Kaumkhawarij yang pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab badawi yang hidup di padang pasir tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam tetacara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati, berani, bersifat merdeka, dan tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan pada sifat-sifat ke-badawiyan mereka. Akibat dari sifat-sifat seperti inilah mereka bersikap keras walaupun dengan sesama muslim. Selain itu, merekapun terpecah belah dalam beberapa golongan/sekte.<br />
Menurut Asy-Syahrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas subsekte, namun sekte yang paling pentingnya adalah Al-Muhakimah, Al- Azariqoh, An-Najdiyah, Al-Baihasiyah, AlA’jaridah, ats-Ts’alibah,dan as- Shufriyah.Menurut al-Bagdady, seperti yang dikutip harun nasution ada dua puluh sub sekte Khawarij.<br />
<br />
2. Murjiah <br />
a. Asal-usul dan sejarah munculnya <br />
Nama Murjiah berasal dari kata irja atau arja’a yang bermakna <br />
penundaan, penangguhan, dan pengharapan.Memberi harapan dalam artian <br />
memberi harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan <br />
Allah Swt. Selain itu,irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murjiah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.<br />
<br />
Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usul adanya aliran Murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari peperangan. Diperkirakan Murjiah ini muncul bersamaan dengan munculnya Khawarij.<br />
<br />
<br />
<br />
Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin <br />
Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh <br />
cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun <br />
695. Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam dikoyak oleh pertikayan sipil. Al-Mukhtar membawa paham Syiah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibn Zubair mengklaim kekhalifahan di mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan tahun 695 olleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat ini Al Hasan menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan, “ Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan <br />
keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil yang pertama yang <br />
melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair. ” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba untuk menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia pun mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa dia adalah keturunan si pendosa Utsman.<br />
<br />
Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan Ali dan Muawiyah, dilakukanTahkim atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang memandang bahwa keputusan hakim bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena itu, pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut Murjiah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
c. Perkembangan Murjiah dalam perkembagannya<br />
GolonganMurjiah terpecah dalam beberapa sekte. Perpecahan ini dipicu akibat terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat dalam golonganMurjiah itu sendiri. Menurut Asy-Syahrastani, kelompokMurjiah terbagi dalam empat kelompok besar. Yakni Murjiah al-Khawarij, <br />
Murjiah al-Qadariyah, Murjiah Jabbariyah,dan Murjiah Murni.<br />
<br />
3. Jabariyah <br />
a.Asal-usul dan sejarah munculnya<br />
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah sebagai menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada <br />
Allah Swt. Berdasarkan hal ini, Asy-Syahrastani membagi Jabariahdalam dua <br />
bentuk, yaitu : <br />
<br />
1. Jabariah Murni, yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia dan memandang manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat, <br />
2. Jabariah Pertengahan (Moderat), yang mengakui adanya perbuatan manusia namun perbuatan manusia tidak mematasi. Namun, orang yang mengakui adanya perbuatan makhluk yang mereka namakan “kasb” bukan termasuk Jabariyah. <br />
Paham al- Jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam perkembangannya paham ini juga dikembangkan oleh tokoh lainnya, diantaranya al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kemunculan pahamJabariyah terpengaruh dari paham ajaran Yahudi dan Nasrani. Yaitu Yahudi sekteQ u rro dan agama Nasrani yang bersekte <br />
Ya’cubiyah.Mengenai pahamJabariyah ini, para ahli sejarah teologi Islam ada yang berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gurun sahara telah mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadap gurun sahara yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.<br />
Selain itu, menurut Abdul Rozak, pemikiran-pemikiran Jabariah telah ada sejak awal periode Islam. Hal itu terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi baik pada masa Nabi maupun sesudahnya, seperti pada masa Umar bin Khatab, yaitu ketika terjadinya pencurian dimana pencuri berargumen bahwa ia telah ditakdirkan untuk mencuri, yang akhirnya pencuri tersebut mendapat hukuman potong tangan dan denda karena telah menggunakan dalil Tuhan.<br />
<br />
<br />
4. Qodariyah <br />
a.Asal Muasal pahamQodariyah <br />
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara, yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut terminology, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Jadi, tiap-tiap orang adalah pencipta dari perbuatannya.<br />
Para pakar sejarah teologi Islam tidak mengetahui secara pasti kapan paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, pahamQodariyah diperkirakan timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani, menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya, Ghailan al-Dimasyiqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan Menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik dan ia pun menentang kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjad tahun 80 H, dia mati terbunuh.<br />
Dalam perkembangannya, paham qodariyah seringkali disebut dengan paham Mu’tazi lah seperti yang dijelaskan Asy-Syahrastani yang menyatukan pembahasan Mu’tazilah dengan pembahasan Qodariyah. Hal ini disebabkan karena paham qodariyah dijelaskan lebih luas pada aliranMu’tazi lah. <br />
<br />
<br />
5. Mu’tazilah <br />
Secara harfiayah kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.Secara teknis,Mu’tazi lah menunjuk pada dua golongan,yaitu : <br />
1. Golongan pertama, muncul sebagai respon politik, yaitu bersifat lunak dalam menyikapi pertentangan antara Ali dan lawan-lawannya.Menurut Abdul Rozak, golongan inilah yang pertama-tama disebut Mu’tazilah karena mereka menjaukan diri dari pertikaian masalah Imamah. <br />
2. Golongan kedua, muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangankhawarij danMurj iah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.Mu’tazi lah inilah yang akan dibahas kemudian. <br />
<br />
Beberapa versi tentang pemberian namaMu’tazilah (golongan kedua) ini, merujuk pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin A’tha, Amr bin Ubaid dan Hasan Al-Basri di Basrah. Ketika Washil mengikut pengajaran yang diberikan oleh Hasan al-Basri tentang dosa besar. Ketika Hasan Basri masih berpikir. Washil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan, Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar, bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada dalam posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian Washil <br />
menjauhkan diri dari Hasan Basri dan pergi di tempat lain di lingkungan masjid disana Washil mengulangi pendapatnya di depan para pengikutnya. Dengan peristiwa ini, Hasan Basri berkata,” Wazhil menjauhkan diri dari kita (I’tazaala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang menjauhkan diri inilah yang kemudian disebut sebagaiMu’tazi lah.<br />
<br />
Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubra Zadah, menyebut bahwa Qatadah Ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke majelis ‘Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan al-Basri. Setelah ia tahu bahwa itu bukanlah majelis Hasan al-Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata, “ini kaumMu’tazilah.” Sejak itu, mereka disebut kaum Mu’tazilah.<br />
<br />
Al-Mas’udi memberikan keterangan lain lagi, mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan juga bukan kafir, tetapi <br />
(al-mazilah bain al-manzilatain).<br />
Menurut Ahmad Amin, nama Mu’tazilah sudah ada sebelum peristiwa antara Washil dan Hasan al-Basri. Nama Mu’tazilah diberikan kepada golongan yang tidak mau berintervensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Qais yang waktu itu sebagai gubernur di mesir pada masa Ali, ia menjumpai pertikaian disana, satu golongan turut padanya, dan golongan lain menjauhkan diri ke Kharbita (I’tazalat ila Kharbita). Dalam suratnya kepada Khalifah, ia menamai golongan yang menjauhkan diri dengan nama Mu’tazilah.<br />
<br />
GolonganMu’tazi lah juga dikenal dengan nama lain seperti Ahl al-Adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid wa al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. Mereka juga sering disamakan dengan paham Qadariyah yang menganut paham free act dan free will. Selain itu mereka juga dinamai al- Mua’tillah karena golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat yang memiliki wujud diluar zat Tuhan. Mereka juga diberi nama denganWa ’diy yah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan.<br />
Ajaran-ajaranMu’tazi lah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa Bani Umayyah, yakni khalifah Yazib bin Walid (125-227H). Sedangkan dari Bani Abbasiyah yaitu : Al-Makmun (198-218H), Al-Mu’tasim billah (218-227H), dan Al-Watsiq ( 227-232H).47 <br />
<br />
b. Ajaran Dasar Teologi Mu’tazi lah. <br />
Ajaran-ajaran dasarMu’tazilah ini juga disebut dengan al-Ushul al- Khamsah.Yaitu : <br />
1. At-Tauhid:<br />
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaranMu’tazi lah.<br />
Sebenarnya, semua aliran teologis dalam Islam memegang doktrin ini. Namun, Tauhid<br />
dalam pahamMu’tazilah memiliki arti spesifik. Yaitu : <br />
a. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tidak satupun yang menyamai-Nya. Karena itu, Dia-lah yangqadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’adud al qudama (tebilangnya zat yang tak berpemulaan). <br />
<br />
b. Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik, dan Tuhan dilihat dengan mata kepala. <br />
2. Al-Adl <br />
Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, antara lain <br />
a. Perbuatan Manusia <br />
MenurutMu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun tidak. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. <br />
b. Berbuat baik dan terbaik (as-shalah wa al-ashlah) <br />
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik untuk manusia.<br />
Tuhan tidak mungkin jahat dan penganiaya, karena hal tersebt tidak layak bagi Tuhan.<br />
Jika Tuhan berlaku jahat terhadap seseorang dan berlaku jahat kepada orang lain berarti<br />
Ia tidak adil. Maka Tuhan pastilah berbuat yang terbaik bagi manusia. <br />
c. Mengutus Rasul <br />
Mengutus rasul bagi manusia merupakan kewajiban bagi Tuhan <br />
dengan alasan sebagai berikut : <br />
1. Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia. <br />
2. Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk <br />
3. memberikan belas kasih kepada manusia (QS 26:29). <br />
4. Tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada- Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus rasul.<br />
<br />
<br />
3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id<br />
Al-Wa’ad wa al-Waid berarti janji dan ancaman, Tuhan yang Maha adil dan Maha bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Yaitu untuk memberi pahala surga bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberi ampunan orang yang bertaubat nasuha pasti benar adanya. <br />
<br />
4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain<br />
Menurut pandanganMu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai orang mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, dan tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Pelaku dosa besar juga tidak bisa dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik. <br />
<br />
<br />
5. Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahy an Munkar.<br />
Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyi an-Munkar berarti menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam paham Mu’tazilah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin untuk melakukan hal ini. Yaitu : <br />
a. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar<br />
b. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan oleh orang. <br />
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahy munkar tidak akan membawa mudharat yang lebih besar. <br />
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.<br />
<br />
6. Syiah <br />
a. Asal-usul kemunculan Syiah <br />
Syiah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminology adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad Saw, atau orang yang disebut sebagai ahl-bait.<br />
Menurut Abu Zahrah,Syiah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.Adapun menurut Watt,Syiah benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah pada perangsiffin. Dalam respon ini, golongan yang mendukung Ali disebut sebagai Syiah dan yang tidak menolak Ali disebut sebagai Khawarij.<br />
Berkaitan dengan teologi, mereka memiliki lima rukun iman, yakni Tauhid, Nubuwah, Ma’ad (Kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), Imamah( (kepercayaan terhadap imamah yang merupakan hak ahlul bait), dan adl (keadilan Tuhan). <br />
b. Ajaran-ajaranSyiah <br />
I. Tauhid <br />
Tuhan adalah Esa, baik ekstensi maupun esensi-Nya. Keesaan adalah mutlak. Keesaan<br />
Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu, Ia berdiri sendiri,<br />
dan tidak dibatasi oleh ciptaan- Nya. <br />
<br />
<br />
II. Nubuwah <br />
Setiap mahkluk membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia.<br />
Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang diutus untuk memberikan acuan<br />
dalam membedakan antara baik dan buruk di alam semesta. Tuhan telah mengutus<br />
124.000 rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia. <br />
<br />
III. Ma’ad <br />
Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadapi Tuhan di akhirat. Mati adalah kehidupan<br />
transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat. <br />
<br />
IV. Imamah <br />
Imamah adalah institusi yang diciptakan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia<br />
yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad<br />
Saw. <br />
<br />
V. Adl <br />
Tuhan menciptakan kebaikan di Alam semesta ini merupakan keadilan. Tuhan<br />
memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang salah melalui<br />
perasaan. Manusia dapat menggunakan indranya untuk melakukan perbuatan, baik<br />
perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi, manusia dapat memanfaatkan potensi<br />
berkehendak sebagai anugrah Tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas<br />
perbuatannya<br />
<br />
b. Perkembangan Syiah <br />
<br />
Dalam perkembangannya, golongansyiah ini terpecah dalam beberapa sekte. Perpecahan ini dipicu karena doktrinimamah yang berbeda-beda. Diantara sekte syiah itu adalah Istsna Asy’Ariyah, Sab’iyah,Zaidiyah, danGullat. <br />
<br />
<br />
7. Ahlus Sunnah wal Jama’ah <br />
Ungkapan Ahl Sunnah wal Jamaah (sering disebut denganSunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus.Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari Syiah. Dalam artian ini,Mu’tazi lah dan As’ariyah masuk dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah mazhab dalam barisan As’ariyah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah.Selanjutnya,Ahlussunah banyak dipakai setelah munculnya aliran As’ari yah dan Maturidiyah,dua aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah. <br />
a. Ajaran Asy’ariah <br />
Ajaran Asy’ariah muncul atas keberanian Abu Hasan Al-Asy’ary yang menentang paham Mu’tazilah. Abu hasan Al-Asy’asy adalah seorang pengikut M’tazi lah sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba dia mengumumkan diri dihadapan jama’ah masjid Basrah bahwa dia keluar dari golongan Mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir,yang melatar belakangi al-Asy’ary meninggalkan paham Mu’tazilah adalah pengakuan al-Asy’ary yang telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw sebanyak tiga kali pada bulan Ramadhan.Namun menurut pendapat yang lain, al-Asy’ary keluar dari Mu’tazilah karena adanya keraguan ketika dia mempertanyakan hal tentang mukmin dewasa, anak-anak, dan kaum kafir kepada al-Jubba’i.<br />
<br />
Ajaran-ajaran Asy’ariyah : <br />
<br />
1.Tuhan dan Sifat-sifat-Nya<br />
Al-Asy’ary berhadapan pada dua pandangan ekstrim. Di satu pihak dia berhadapan<br />
dengan kelompok mujassimah (antromorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah memiliki sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di pihak lain, ia berhadapan dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensi- Nya. Menghadapi dua kelompok tersebut, al-Asy’ary berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis. Selanjutnya, al-Asy’ary menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Sifat- sifat Allah Swt berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian tidak berbeda dengan-Nya. <br />
2. Kebebasan dalam berkehendak<br />
Dalam kebebasan berkehendak, al-Asy’ary membedakan anta ra khaliqdan kasb.<br />
Menurutnya, Allah adalah Khaliq (pencipta) perbuatan manusia, tetapi manusia lah yang<br />
mengupayakannaya (muktasib). <br />
3. Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik-buruk<br />
Al-Asy’ary mengutamakan wahyu dalam menghadapi persoalan yang memperoleh<br />
penjelasan kontadiktif antara akal dan wahyu<br />
4. Qadimnya al-Quran<br />
Al-Asy’ary mengatakan bahwa walaupun al-Quran terdiri atas kata- kata, huruf, dan<br />
bunyi, semuanya tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Namun,<br />
bagi al-Asy’ary al-Quran tidaklah diciptakan. <br />
5. Melihat Allah<br />
Al-Asy’ary yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan.<br />
Kemungkinan rukyat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat<br />
dilihat atau bilamana dia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat<br />
Nya. <br />
6. Keadilan<br />
Allah adalah penguasa mutlak, jadi Dia tidak memiliki keharusan apapun. <br />
7. Kedudukan orang yang berdosa<br />
Al-Asy’ary berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar adalah mukmin<br />
yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karana dosa kecuali kufur. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
b. Ajaran Maturidiah <br />
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Uzbekistan (sekarang). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274/847-861 M. Ia sendiri wafat pada tahun 333 H/944 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham- paham teologisnya banyak persamaannya dengan paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansur dikenal dengan namaAl-Maturid iyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidy <br />
a. Akal dan Wahyu<br />
Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat<br />
diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai<br />
dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam<br />
usaha memperoleh pengetahuan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan<br />
Nya. Dalam masalah baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan<br />
buruk sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah<br />
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu. <br />
b. Perbuatan Manusia <br />
Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu<br />
dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai mengenai perbuatan manusia,<br />
kebijaksanaan, dan keadilan kehendak<br />
Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban<br />
kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Tuhan menciptakan daya<br />
(kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut<br />
diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada<br />
pertentangan antara qudrat Tuhan yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar<br />
yang ada pada manusia.<br />
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan<br />
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak- Nya itu<br />
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya. <br />
d. Sifat Tuhan<br />
Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak dikatakan sebagai <br />
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu <br />
mulzamah (ada bersama, baca: inheren) zat tanpa terpisah. Menetapkan <br />
sifat Allah tidak harus membawanya padaantromorphisme karena sifat tidak berwujud<br />
tersendiri dari zat, sehingga terbilangnya sifat tidak akan membawa terbilangnya yang<br />
qadim (taaddud al-qudama). <br />
e. Melihat Tuhan<br />
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.Hal ini diberitakan oleh<br />
al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al- Qiyamah ayat 22-23. Al-Maturidi<br />
lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan<br />
kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan memiliki wujud walaupun Ia<br />
immateri. Namun, melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa),<br />
karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.<br />
f. Kalam Tuhan <br />
Al-Maturidi membedakan antarakalam (sabda) yang tersusun dengan <br />
huruf dan bersuara dengan kalamnafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam <br />
nafsy adalah sifat yang qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun <br />
dari huruf dan kata-kata adalah bahar (hadis). <br />
g. Pengutusan Rasul<br />
Akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban- kewajiban.<br />
Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran<br />
wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah dibebankan sesuatu yang berada <br />
diluar kemampuannya. <br />
h. Pelaku dosa besar<br />
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di<br />
dalam neraka walaupun dia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah<br />
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.<br />
Menurut al-Maturidi, iman itu cukup dengantasdhiq daniqrar. Sedangkan amal adalah<br />
penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi<br />
iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja. <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
Nasution, Harun.Dr. Prof,Teologi Islam, UI-Press, Jakarta, 2007KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6542032621780982444.post-50969880907107578652011-03-23T23:51:00.000-07:002011-03-23T23:51:12.590-07:00GENERALISASI DAN ANALOGIGENERALISASI<br />
<br />
A.Pengertian Generalisasi<br />
Di dalam buku logika,generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis dengan fenomena individual yang di selidiki. Sama halnya dalam buku Dasar-dasar Logika yang menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu penalaran yang menyimpulkan suatu kesimpulan yang bersifat umum dari premis-premis yang berupa proposisi empiris.Prinsip yang menjadi penalaran generalisasi dapat dirumuskan “seatu yang beberapa kal terjadi dalam kondisi tertentu,dapat di harapkan akan selalu terjadi apabila kondisi yang sama terpenuhi.<br />
Kesimpulan itu hanya suatu harapan,suatu kepercayaan,karena konklusi penalaran induktif tidak mengandung nilai kebenaran yang pasti,akan tetapi hanya suatu probabilitas suatu peluang.Dna hasil penalaran generalisasi induktif itu sendiri juga di sebut generalisasi.Kebanyakan generalisasi didasarkanb pada pemeriksaan atau suatu sample atau conoh dari seluruh golongan yang di selidiki.Oleh karena itu,generalisasi juga biasa disebut induksi tidak sempurna atau tidak lengkap.<br />
Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa generalisasi adalah suatu pernyataan umum yang menyimpulkan sejumlah premis-premis yang sama kondisinya.Contoh generalisasi:<br />
• Almunium jika di panaskan akan memuai<br />
• Besi jika di panaskan akan memuai<br />
• Tembaga jika di panaskan akan memuai<br />
• Nikel jika di panaskan akan memuai<br />
Gneralisasinya,yaitu semua logam jika dipanaskan akan memuai.<br />
<br />
B.Macam-Macam Genealisasi<br />
Dari segi kuantitas fenomena yang menjadi dasar penyimpulan,generalisasi di bedakan menjadi dua,yaitu :<br />
1.Generalisasi Sempurna<br />
Adalah generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan yang diselidiki.Contoh :<br />
a) Setelah kita memperhatikan jumlah hari pada setipa bulan tahun masehi kemudian di simpulkan bahwa :Semua bulan masehi mempunyai hari tidak lebih dari 31.Dalam penyimpulan ini,keseluruhan fenomena yaitu jumnlah hari stiap nulan kita selidiki tanpa ada yang kita tinggalkan.<br />
b) Setelah bertanya pada masing-masing mahasiswa kosma H2 tentang kewarganegaraan mereka,kemudian disimpulkan bahwa :semua mahasiswa komsa H2 adalah warga indonesi.Dalam penyimpulan ini,keseluruhan fenomena yaitu kewarganegaraan masing-masing mahasiswa,kita selidiki yanapa ada yang ketingglan.<br />
<br />
<br />
Generalisasi sempurna ini memberikan kesimpulan amat kuat dan tidak dapat diseran.tetapi tentu saja tidak praktis dan tidak ekonomis.<br />
<br />
2.Generalisasi Tidak Sempurna<br />
Adalah generalisasi berdasarkan sebagian fenomena untuk mendapatkan kesimpulan yang berlaku bagi fenomena sejenis yang belum di selidiki.<br />
Contoh :<br />
Setelah kita menyelidiki sebagian bangasa Indonesia bahwa mereka adalah manusia yang suka bergotong-royong,kemudian kita simpulkan bahwa mereka adalah manusia yang bergotong-royong,maka penyimpulan ini generalisasi tidak sempurna.<br />
Generalisasi tidak sempurna ini tidak menghasilkan kesimpulan sampai tingkat pasti sebagaimana generalisasi sempurna,tetapi corak generalisasi ini jauh lebih praktis dan lebih ekonomis di banding dengan generalisasi sempurna.Karena populernya generalisasi ini oleh para ahli logika disebut sebagai induksi tidak sempurna untuk menyebut bahwa teknik ini paling banyak digunakan dalam penyusunan pengetahuan.<br />
Dari segi sifat yang dimilikinya,induksi tidak sempurna di bagi 2 maca,dalam kekuatan putusan yang ternyata :<br />
a) Dalam ilmu alam (sciences) putusan yang tervapai melalui induksi tidak sempurna ini berlaku umum,mutlak jadi tak ada kecialinya.Hukum alam berlaku dengan pasti.Hukum alam juga disebut berlaku umum-mutlak(dalam lingkungan itu).Hukum kepastian dan kemutlakan ini hanya berlaku dalam bidang alamiah saja.Contoh hokum air mengenai pembekuanya.”air akan membeku jika didinginkan”.Dalam ilmu tidak ragu-ragu untuk meramalkan tentang pembekuan air ini karena bersifat pasti dan mutlak.<br />
Jika ilmu mempunyai obyek yang terjadinya bias kena pengaruh dari manusia yang sedikit banyaknya dapat ikut menetukan kejadian-kejadian yang menjadi pandangan ilmu,maka lain pula halnya.Ilmunay disebut ilmu social serta obyek penyelidikanya mungkin terpengaruh oleh kehendak manusia.Kalau pada prinsipnya hukum alam tidaka ada pengecualianya maka hukum-hukum pada ilmu social ini selalu ada kemungkinan kekecualianya.<br />
<br />
Contoh : mahasiswa kosma H2,ada yang suka makan pecel,malahan banyak yang suka makan pecel tetapi jangan segera diambil sebagai putusan umum,bahwa mahasiswa kosma H2 itu semuanya makan pecel.suka tidak suka makan pecel itu sama sekali bukan sifat mutlak manusia dimanapun juga.<br />
Generalisasi juga bias di bedakan dari segi bentuknya ada 2 yaitu: loncatan induktif dan yang bukan loncatan induktif.<br />
1. Loncatan Induktif<br />
Gneralisasi yang bersifat loncatan induktif tetap betolak dari beberapa fakta,namun fakta yang digunakan belum mencerminkan seluruh fenomena yang ada.Fakta-fakat atau proposisi yang digunakan itu kemudian di anggap sudah mewakili seluruh persoalan yang di ajukan.<br />
Contoh :Bila ahli-ahli filologi eropa berdasarkan pengamatan mengenai bahasa-bahasa ido-german kemudian menarik suatu kesimpulan bahwa di dunia terdapat 3000 bahasa.<br />
<br />
<br />
2. Tanpa Loncata Induktif<br />
Sebuah generalisasi bila fakta-fakta yang di berikan cukup banyak dan meyakinkan,sehingga tidak terdapat peluang untuk menyerang kembali.Misalnya,untuk menyelidiki bagaimana sifat-sifat orang Indonesia pada umumnya,diperlikan ratusan fenomena untuk menyimpulkannya.<br />
<br />
C.Generalisasi Ilmiah<br />
Pada dasarnya,generalisasi ilmiah tidak berbeda dengan generalisasasi biasa,baik dalam betuk maupun permasalahannya.Generalisasi dikatakan sebagai penyimpulan karena yang ditemui dalam observasi sebagi suatu yang benar,maka akan benar pula sesuatu yang tidak diobservasi,pada masalah sejenis atau yang terjasi pasa sejumlah kesempatan akan terjadi pula pada kesempatan yang lainbila kondisi yang sama terjadi.<br />
Pada generalisasi ilmiah ada 6 tanda-tanda penting yang harus kita perhatikan ialah :<br />
1) Datanya dikumpulkan dengan observasi yang cermat,dilaksanakan oleh tenaga terdidik serta mengenal baik permasalahanya.Pencatat hasil observasi dilakukan dengan tepat,menyeluruh dan teliti,pengamatan dan hasilnya dibuka kemungkinan adanya cek oleh peneliti terdidik lainya.<br />
2) Adanya penggunaan instrument untuk mengukur dan mendapatkan ketepatan serta menghindari kekeliruan sejauh mungkin.<br />
3) Adanya pengujian,perbandingan seerta klasifikasi fakta.<br />
4) Pernyataan generalisasi jelas,sederhana,menyeluruh di nyatakan dengan term yang padat dan matematik.<br />
5) Observasi atas fakta-fakta eksperimental hasilnya dirumuskan dengan memperhatikan kondisi yang bervariasi misalnya waktu,tempat dan keadaan khusus lainya.<br />
6) Di publikasikan untuk memungkinkan adanya pengujian kembali,kritik,dan pengetesan atas genrasilasai yang dibuat.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Menurut Soekadijo,generalisasi yang baik harus memenuhi 3 syarat antara lain :<br />
1) Generalisasi harus tidak terbatas secara numeric.<br />
Artinya,generalisasi tidak boleh terkait pada jumlah tertentu.kalau dikatakan “semua A adalah B”: maka proposisi itu harus benar,berapapun jumlah A.proposisi itu berlaku untuk setiap dan semua subyek yang memenuhi kondisi A.<br />
Contohnya :Semua perempuan adalah cantik.<br />
2) Generalisasi harus tidak terbatas secara spasio-temporal.<br />
Artinya,tidak boleh terbatas dalam ruang dan waktu.Jadi,harus berlaku Diana saja dan kapan saja.<br />
Contohnya :Semua dosen adalah orang terpelajar.<br />
<br />
<br />
<br />
3) Generalisasi harus dapat dijadikan dasar pengandaian.<br />
Yang di masud “dasar pengandaian” disini adaah dasara dari yang disebut contary-to fact conditional atau unfulfilled conditionals.<br />
<br />
Rumusnya :<br />
Faktanya :x,y dan z itu masig-asing bukan B.<br />
Pengandaiannya :andaikata x,y dan z itu masing-masing sama dengan A atau dengan kata-kata lain,andaikata x,y dan z itu masing-masing memenuhi atau sama kondisinya degan A,maka pastilah x,y dan itu masing-masing sama dengan B.<br />
Contonya :<br />
Fatanya sofan,saiful dan budi itu ukan perepuan.<br />
Geeralisasi :semua yang cantik adalah perempuan.<br />
Pengandaianya :adaikata sofan,saiful dan budi itu cantik maka pastilah sofan,saiful dan budi itu perempuan.<br />
Adapun menurut buku Logika untuk menguji apah generalsasi yang di hasilkan cuup kuat untuk dipercaya dapat kita pergunakan evaluasi sebagai berikut.<br />
<br />
1. Apakh sampel yang diguakan secara kuatitatif cukup ewakili.sekain banyak jumlah fenomena yang di gunakan semakin kuat kesimpulanyang di hasilkan,meskipun kita tidak boleh menyatakan bahwa dua kali jumlah fenomenea individualakan menghasilkan dua kali kadar keterpercayaan.<br />
Misalnya :unutk menetukan jenis darah seseorang cuku dengan satu titik darinya.atau untuk menentukan kadar kejernihan air sebuah sungai cukup satu gelas saja.Tetapi sebaliknya,untuk menetukan factor dominant apakah yang menjadi sebab sebuah kejahatan tidak cukup mendasarkan kepada beberapa orang saja.<br />
2. Apakah sampel yang di gunakan cukup bervariasi.Semakin banyak variasi sampel,maka semakin kuat kesimpulan yang di hasilkan.<br />
Misanya :Untuk menetukan kadar minatdan kesadarran berkoprasi sabagai system ekonomi yang diharapkan sebagai bangsa Indonesia,harus di teliti dari berbagai suku bangsa,berbagai pelapisan kehidupan,berbagai pendidikandan berbagai usia.<br />
3. Apakah dalam generalisasi itu diperhitungkan hal-hal yang menyimpang dengan fenomena atau tidak.Kekecualian-kekecuaian harus diperhitungkan juga,terutama jika kekecualian tiu cukup besar julahnya.Dalam hal kekecualian cukup besar tidak di adakan generalisasi.Semakin cermat factor-factor pegecualian dipertimbagkan,semakin kuat kesempatan yang dihasilkan.<br />
Misalnya :bila kekecualian sedikit jumlahnya harus dirumuskan dengan hati-hati,kata-kata seperti :semua,setiap,selalu,tidakpernah,selamanya dan sebagainya harus dihindari.Pemakaian kata :hampir seluruhnya,sebagian besar,kebanyakan harus didasarkan atas pertimbagan rasional yang cermat.<br />
4. Apakah kesimpulan yang di simpulkan konsisten dengan fenomena individual.Kesimpulan yang di rumuskan haruslah merupakan konsekuen logis dari fenomena yang di kumpulkan,tidak boleh memberikan tafsiran menyimpang dari data yang ada.<br />
<br />
<br />
<br />
Misalnya :Penyelidikan tentang fatorpenyebab rendahnya prestasi akademik mahasiswa IAIN .Apabila data individu dari setiap sampel yang diselidiki ditemukan factor-factor lemahnya penguasaan bahhasa asing,miskin literature,kurang berdiskusi serta terlalu banyak jenis mata kulia.Lalu disimpulkan bahwa penyebab rendahnya prestasi itu adalah lemahnya penguasaan bahasa asing,miskin literature ini tidak merupakan konsekuensi logis dari fenomena yang disimpulkan.Semakin banyak factor anaolgi di tinggalkan,semaikn lemah kesimpulan yang di hasilkan.<br />
<br />
ANALOGI<br />
<br />
Pengertian Analogi<br />
Analogi dalam bahasa Indonesia dalah “kias” (dalam bahasa Arab :qasa:mengukur,membandingkan).berbicara tetang analogi adalah berbicara tentang dua hal yang berlainan,yang satu dengan yang lain.Dalam mengadakan perbandingan orang mencari kesamaan dan perbedaan diantara hal-hal yang di perbandingkan.Kalau lembu di bandingkan dengan kebau,maka keduanya adalah binatangakan,akan tetapi yang satu berbeda dengan yang lain mengenai besarnyawarnanya dan sebagainyaKalau dalam perbandingan itu oaring hanya memperhatiikan persamaannya saja,tanpa melihat perbedaannya maka timbulah analogi,persamaan dua hal yang berbeda.<br />
Analogi disaping fungsi utamanya sebagai cara berargumentasi,sering benar di pakai dalam betuk non argument yaitu penjelas atau dapat dimanfaaatkan sebagai penjelasam atau sebagai dasar penalaran.Sebagai penjelasan biasanya disebut perumpamaan atau persamaan.<br />
Menurut buku Logik karya Mundiri menagatakan analogi kadang-kadang disebut juga analogi induktf yaitu proses penalaran dari suatu fenomena menuju fenomena lain yang sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama maka akn terjadi pada fenomena yang lain.<br />
<br />
A.Analogi Palsu<br />
Penggunaa analogi dengan baik dan benar akan sangat berguna.Ilmu berkembang berkat pemakaian analogi secara baik dan benar.Namun demikian,banyak pula orang yang memakai analogi palsu dalam penalaran argumentasinya.<br />
.Perhatikan analogi palsu berikut:<br />
1. Mebuat istri bahagia adalah seperti membuat anjing kesayangan bahagia.Belai kepalanya sesering mungkindan beri makan sebanyak mungkin.<br />
2. Hidup ini laksana orang memoir ke warung,begitu kebutuhannya tercukupi aka ia pergi meninggalkannya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
B.Macam-macam analogi.<br />
Analogi dibagi menjadi dua macam<br />
1. Analogi induktif<br />
2. Analogi deklaratif.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
1. Analogi Induktif<br />
Analogi induktif adalah analogi yang disusun berdasarkan persamaan principal (mendasar) yang ada pada kedua fenomena,kemudian di cari kesipulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjasi juga pada fenomena kedua.Bentuk argument ini sebagaimana generalisasitidak pernah menghasilkan kebenaran yang mutlak.<br />
Contohnya:Tina adalah seorang tamatan fakultas ekonomi oxford university,ia memberikan prestasi di tempat ia bekerjadengan cara megajukan usulan mengenai pemecahan kesulitan yang dihadapi perusahaanya.Pada waktu penerimaan pegawai baru,directur perusahaan langsung menerima rina karena rina tamatan yang sama dengan tina,maka pastilah ia memiliki kecerdasan yang sama dengan tina.<br />
Pada dasarnya analogi induktif adalah suatu cara menyimpulkan yang menolong kita memafaatkan pengalaman,kita berangkat dari suatu barang yang khusus,yang kita ketahui,menuju barang yang serupa dalam hal pokok.tetapi juga terdapat kekeliruan yang besar,yakni dalam membadingkan bisa jadi tidak memeperhatikan adanya beberapa perbedaan yang petingsehingga dalam praktek hasilnyaberbeda dengan hasl yang dicapai melalui proses pemikiran tersebut.<br />
Guna menguji sah tidaknya persamaan dan kesimpulan semacam itu,pertama-tam harus kita singkirkan hal-hal sekedar bersifat menjelaskan dan memilh hal-hal yang memang merupakan dasar pemikiran.Bilaman yang terdapat hanya persamaan yang dangkal atau sekedar persamaan kebetulan yang terdapat diantara keduanya,dan apabila perbandingan mereka sekedar untuk maksud menjelaskan maka kita tidak dapat membuat suatu kesimpulan.<br />
2. Analogi Dekalratif<br />
Analogi deklaratif disebut juga analogi penjelasyang merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samara,dengan sesuatu yang sudah dikenal.<br />
Contoh :Ilu pengetauan itu di bangun oleh fakta-fakta sebagaimana rumah itu di bangun oleh batubatu tetapi tidak semua kumpulan pengetahuan itu ilmu,seagaimana tidak semua tumupkan batu adalah rumah.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
C.Cara menilai analogi<br />
Sebagaimana generalisasi keterpercayaanya tergantung kepada terpenuhi tidaknya alat-alat ukur yang kita ketahui,maka demikian pula analogi untuk mengukur derajat keterpercayaan sebuah analogi dapat di ketahui dengan alat sebagai berikut.<br />
1. Sedikit banyaknya peristiwa sejenis yang di analogikansemakin besar pula taraf keterpercayaanya.Apabila saya mengirim baju kepada tukang penatu dan ternyata hasilnya tidak memuaskan maka atas dasar analogi saya bisa menyarankan kepada temansaya untuk tidak mengirim pakaian ke tukang penatu tadi.Analogi ini akan menjadi kuat lagi setelah ternyata C,D,E,F dan G juga mengalami hal yang serupa.<br />
2. sedikit banyak aspek-aspek yang menjadi dasar analogi.Contohnya :tentang sepatu yang telah kita beli pada sebuah took.Bahwa sepatu yang baru kita beli tentu akan awet dan terasa enak jika di pakai karena sepatu yang dulu di beli di toko yang sama.Analogi ini lebih kuat lagi diperhitungkan persamaan merk dan bahannya.<br />
<br />
3. Mempertimbangkan ada tidaknya unsur yang berbeda pada peristiwa yang dianalogikan.Semakin banyak pertimbangan atas unsure-unsurnya yang berbeda semakin kuat keterpercayaan analoginya.konklusi yang kita abil bahwa ari adalah pendatang baru di universitas X akan menjadi sarjana ulung karena beberapa tamatan dari universitas tersebut juga merupakan sarjana ulung.Analogi ini akan menjadi lebih kuat jka kita mempertimbangkan juga perbedaan yang ada pada para lulusan sebelumnya.<br />
<br />
D.Analogi yang menyimpang<br />
Meskipun analogi bukan erupakan corak penalaran yang popular namun tidak semua penalaran analogi erupakan analogi induktif yang benar.Ada masalah yang tidak memenuhi syarat atau tidak bias diterima meskipun sepintas sulit bagi kita menunjukan kekeliruan.Kekeliruan ini terjadi karena membuat persamaan yang tidak tepat.<br />
1. Kekeliruan yang pertama adalah kekeliruan pada analogi induktif.<br />
Comtoh :Saya heran mengapa orang takut berpergian dengan pesawat terbang karena sering terjadi kecelakaan pesawat terbang dan tidak sedikit menelan korban.Bila demikian sebaiknya oran gjangan tidur di tempat tidur karena hapir semua manusia eeui ajalnya di tempat tdur.Disini naik pesawat di takuti karena sering menimbulkan petaka yang menyebabkan maut.Sedang orang tidur karena jarang sekali atau boleh di katakan tidaka pernah ada orang menemui ajalnya karaena kecelakaan tempat tidur melankan karena penyakit yang di idapya.jadi orang menyamakan dua hal yang berbeda.<br />
2. Kekeliruan ke dua adalah pada analogi deklaratif.<br />
Contoh :Negara kita sudah banayk berutang.Dengan pebangunam liam tahun kita harus utang terus menerus dari tahun ke tahun.pembangunan lima tahun ini memaksa rakyat dan bangasa Indonesia nak seperti perahu yang sarat semakin tahun semakin sarat (dengan utang) dan akhirnya tenggelam.Saudara tidak ingin tenggelam dan mati buka?karena itulah kita lebh baik tidak naik kapal sarat itu.Kita tidak perlu melakukan pembangunan.<br />
<br />
Disini seorang tidak setuju dengan pembangunan lima tahun yang sedamh di laksanakan dengan analogi yang pincang.Memang Negara kita perlu pinjaman untuk membangun.Pinjaman itu digunakan seproduktif mungkin sehingga dapat eningkatkan deisa Negara.Dengan demikian seterusnya dari tahun ke tahun sehingga peningkatan kesejahteraan rakyat akan tercapai.Pembicara disini hanya menekankan segi utangnya saja,tidak memperhitungkan segi-segi positif dari kebijaksanaan menempuh pinjaman.<br />
<br />
E.Analisa kritis<br />
Definisi analogi adalah suatu proses penalaran dengan menggunakan perbandingan dua hala yang berbeda dengan cara melihat persamaan dari dua hal yang perbandingan tersebut sehingga dapat di gunakan untuk memperjelas suatu konsep.Namun demikian banyak pula orang yang memakai analogi yag ngawur dalam penalaran atau argumentasinya.Analogi ngawur adalah suatu bentuk perbandingan yang mencoba ebuat suatu ide atau gagasan lain yang sesungguhnya tidak mempunyai hubungan dengan ide atau gagasan yang pertama tadi.<br />
<br />
<br />
<br />
Misalnya apabila seorang menyamakan kepala Negara dengan kepala manusia di potong maka akan matilah mansia tersebut dan sebaliknya jika Negara itu dibunuh maka akan hacurkah Negara tersebut.Jelas contoh tersebut analogi yang ngawur karena dengan adanya sedikit pembahasan asalah ini aka di harapkan agar orang-orang yang memakai analogi ngawur itu bias mengetahui anaogi arti analogi sebenarnya dan bias menggunakan anaogi dengan baik dan benar karena kita manusia yang berakal dan harus memanfaatkan agar kita menjadi orang yang cakap piker.Penggunaan analogi dengan baik dan benar akan sangat berguna.Ilmu berkembang berkat pemakaian analogi secara baik dan benar.KUMPULAN MAKALAH TARBIYAHhttp://www.blogger.com/profile/08226661472899920732noreply@blogger.com0