Photobucket

Rabu, 23 Maret 2011

SEJARAH TEOLOGI ISLAM

Islam merupakan agama yang mempunyai sejarah pergulatan teologi yang panjang. Dengan rentang sejarah yang panjang itu, teologi Islam pernah menancapkan sebuah fakta untuk turut serta meramaikan pergulatan intelektual dalam pentas peradaban ilmu pengetahuan dan politik dunia. Berbagai konsep dan sudut pandang teologis muncul secara dialektis dalam atmosfir kebudayaan Islam.
Secara konsvensional Islam memang mempunyai bangunan ketuhanan yang sifatnya monoteis. Sebuah agama yang mempunyai keyakinan tentang Tuhan yang satu. Namun, dalam, kenyataanya Tuhan yang satu tersebut melahirkan beragam pandangan dan konsep teologis yang berbeda-beda. Artinya meskipun Tuhan sebagai obyek keyakinan umat Islam sama yakni Allah, namun ketika Allah yang satu itu direspon dan dipahami oleh banyak indifidu umat Islam sejagad, maka justru melahirkan beragam konsep ketuhanan.Oleh karena itu kita tertarik untuk mengangkat permasalahan ini untuk menambah pengetahuan dan ilmu pengetahuan tentang teologi islam atau pemikiran umat islam tentang iman.
RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian teologi?
b. Bagaimana sejarah perkembangan teologi/pemikiran umat islam tentang iman?
c. Aliran apa saja yang muncul karena pemikiran atau teologi islam?







PENGERTIAN TEOLOGI
1) Menurut William L. Resse, Teologi berasal dari bahasa Inggris yaitu theology adalah Pemikiran tentang ketuhanan.
2) Menurut William Ockham, Teologi adalah disiplin ilmu yang membicarakan kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan ilmu pengetahuan.
3) Menurut Ibnu Kaldun, Teologi adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.
SEJARAH PERKEMBANGAN TEOLOGI/PEMIKIRAN UMAT ISLAM TENTANG IMAN
Lahirnya teologi dalam Islam adalah tergolong unik. Pasalnya teologi Islam bukan lahir dari persoalan agama, melainkan justru dari persoalan politik. Persoalam yang pertama-tama timbul adalah dalam bidang politik dan bukan bidang teologi. Tetapi persoalan politik ini segera meningkat menjadi persolan teologi.
Dengan demikian, teologi Islam tersebut sangat lengket dengan persoalan politik. Ketika hendak membedah teologi, mau tidak mau juga membedah politik. Memang semenjak wafatnya Rosulullah, umat Islam menaruh penting persoalan kepemimpinan. Umat Islam Arab yang masyarakatnya terdiri dari berbagai suku, sering terjebak dalam pertentangan mengenai sosok pemimpin yang pantas menggantikan Rosulullah sebagai pemimpin masyarakat.
Ketika nabi wafat pada tahun 632 M daerah kekuasaan Madinah bukan hanya terbatas pada kota itu saja, tetapi boleh dikatakan meliputi seluruuh semenanjung Arabia. Newgeri Islam di waktu itu, seperti digambarkan oleh W.M.Watt, telah merupakan kumpulan suku-suku bangsa Arab, yang mengikat tali persekutuan dengan (Nabi) Muhammad dalam berbagai bentuk, dengan masyarakat Madinah dan mungkin juga dengan masyarakat Makkah sebagai intinya.
Selanjutnya, bagaimana bentuk teologi Islam dari masing-masing periode yang pernah muncul dalam sejarah Islam. Menurut Harun Nasution, dalam sejarah Islam, teologi Islam terbagi dalam periode atau zaman yakni zaman klasik (650-1250 M), zaman pertengahan (1250-1800 M) dan zaman modern (1800 dan setererusnya).
1. Periode klasik (650-1250 M).
Teologi yang berkembang di era klasik ini adalah teologi sunnatullah atau teologi yang berdasarkan pada hukum alam (natural law). Teologi natural pada prinsipnya keberimanan yang berdasarkan hanya pada rasio, teologi ini kajiannya murni filsafat. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis. Sehingga produk teologi yang dihasilkan adalah teologi yang dibangun berdasarkan argumen-argumen logis-rasional.
Ciri-ciri teologi natural (sunnatullah) ini adalah :
1. kedudukan akal yang tinggi
2. kebebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan.
3. kebebasan berpikir hanya diikat oleh ajaran-ajaran dasar dalam al-Qur’an dan Haditas yang sedikit sekali jumlahnya.
4. Percaya pada adanya sunnatullah dan kausalitas
5. mengambil dari metaforis dari tek wahyu
6. Dinamika dalam sikap dan berpikir.
Lahirnya teologi sunnatullah atau natural ini didukung oleh lahirnya iklim dialog antara dunia Islam dengan alam pemikiran Yunani. Ketika dunia Islam mulai bersentuhan dengan peradaban Yunani, maka rasionalisme mulai bergeliat dalam dunia Islam. Semangat rasionalisme yang ada dalam filsafat inilah yang dijadikan oleh para pemikir Islam untuk membangun teologi.
Di anatara para filsof Yunani, Aristoteles adalah yang paling menarik bagi orang-orang Islam. Dari dia para pemikir muslim mengambil terutama metode berpikir sistematis dan rasional, yaitu al-Manthiq (logika formal), di samping biologi, ilmu bumi matematis dan lain-lain. Mereka memandangnya sebagai “al-mu’allim al-awwal” (guru pertama). Aristotalianisme dengan demikian menjadi bagian integral dari khazanah pemikiran Islam. Tetapi sesungguhnya, pemahaman kaum muslimin terhadap pikiran guru pertama itu, secara keseluruhannya, adalah terjadi melalui teropong neoplatonisme, karena sebagian besar lewat karya-karya para penafsir, khususnya karya-karya plotinus dan Prophiry. Salah satu karya kefilsafatan yang amat bgesar pengaruhnya kepada dunia pemikiran filsafat Islam adalah “Theologia Aristotelis”.
Dengan logikia formal yang demikian itu, maka bangunan teologi Islam di masda klasik poenuh vitalitas rasionalisme. Sehingga pembuktian Tuhan mempunyai dasar ragumennya yang rasionalistik. Bukan hanya itu, persolaan tentrang proses penciptaan alam semesta yang termasuk bagian dari teologi juga mempunyai dasar rasionalismenya. Seperti para filsof paripatetik yang mempunyai konsep penciptaan alam melalui penjelasan akal pertama, akal kedua, akal ketiga dan seterusnya.
Periode klasik ini secara umum terbagi menjadi dua. Pertama adalah periode klasik (650-1000) yaitu periode zaman di mana daerah Islam mulai meluas melalui Afrika Utara sampai ke Spanyol di Barat dan di Persia sampai mke India di Timur. Daerah-daerah itu tunduk kepada kekuasaan khalifah yang pada mulanya berkedudukan di Madinah, dan kemudian di Damsyik dan terakhir di Baghdad. Di masa inilah berkembang dan maju pesat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ilmu-ilmu pengetahuan yang berkembang coraknya bermacam-macam seperti fiqh, filsafat, sufusme dan termasuk teologi. Dari periode ini ulama –ulama fiqh yang mucul seperti Imam Malik, Imam Abu Hanifah, Imam Syafii. Sementara dalam bidang teologi ulama-ulama yang lahir adalah Imam Al-Asy’ari, Imam Al-Maturidi, Washil Bin Atho’ Abu Huzail, Al-Nizam dan Al-Jubai.
Kedua adalah faee disintegerasi (1000-1250 M). Di masa ini persatuan dan kesatuan umat Islam mulai mengalami kemunduran. Konflik poloitik seringkali melanda sehingga klimkanya adalah hancurnya imperium Islam yang menyebabkan Baghdade berhasil dikuasasi oleh Hulaghu Khan di tahun 1258.
Karena semangat pemikirannya yang cenderung antoposentris itulah, maka teologi di abad klasik ini termasuk teologi Qadariyyah. Paham ini terkenal dengan nama free wil,.dan free act. Artinya manusia mempunyai kebebasan atau kemerdekaan dalam menentukan hidupnya. Seluruh prestasi yang dihasilkan oleh manusia bukanlah dari Tuhan melainkan dari manusianya sendiri karena manusia diyakini mempunyai kekuatan dan kapabelitas untuk menghasilkan prestasi tersebut.
Teologi sunnatullah atau Qadariyyah ini bukan sekedar beroreintasi pada kehidupan kahirat, melainkan juga mempunyai target dunia. Oleh karena itu, di era Qadariyah ini, di samping basis keimanan umat Islam karena ditopang oleh rasionalisme, bidang-bidang lain seperti ekonomi, politik dan sejenisnya mengalami kemajuan pesat. Mesir, Suriah dan Persia, ketika itu menjadi pusat perdagangan rempah-rempah, sutra dan lain-lain di Timur Tengah. Hasil-hasil yang berasal dari Timur di bawa ke Barat harus melalui daerah-daerah tersebut. Kairo, Alexandria, Damsyik, Baghdad dan Siraz (Persia) menjadi kota-kota dagang yang penting.
Sementara itu di bidang tasawuf yang berkembang adalah tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi merupakan sebuah pemikiran atau aktifitas untuk mengenal lebih dekat kepada Tuhan tetapi tetap menggunakan pemiiran filosofis. Dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, para sufi menempuh jalan panjang dan sulit meskipun akhirnya sampai uga pada tujuan mereka. Dalam mendekatkan diri, mereka dihinggapi leh rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan, sehingga mereka di stasiun al-mahabbah atau cinta ilahi. Kalau cinta mereka dibalas Tuhan mereka akan meningkat ke level yang lebih tinggi, yaitu al-ma’rifat.
Bukan hanya itu, pada zaman klasik ini sains juga mengalami kemajuan pesat meskipun tidak sepesat era sekarang. Ilmu kedokteran banyak dikembangkan oleh para ahli seperti Ibnu Rusd, AlRazi dan Ibnu Shina. Ilmu kimia mengalami kemajuan di tangan jabir dan Ala-razi. Sumbangan ulama Islam bagi ilmu kimia lebih banyak dari yang diberikan oleh orang-orang Yunani. Matematika dikembangkan oleh al-Khawarizmi, Umar Al-Khayam. Angka kosnong (nol) adalah penhemuan ulama Islam yang ikemudian bersama angka Arab lainnya dibawa ke Eropa pada permulaan abad ke dua belas M. Astronomi berkembang di tangan Al-Fazzari , AlFarghani dan lain-lain.


2. Periode Pertengahan ((1250-1800 M)
Pada periode ini telah terjadi pembalikan sejarah antara Islam dan Barat. Islam yang di era klasik bisa mencapai kejayaan ilmu pengetahuan dan teologi berkat dialognya dengan dunia Barat, maka di era pertengahan ini Islam justru mengalami era kegelapan (the darkness age). Setelah Timur berhasil dihancur leburkan oleh kengiskhan dan hulaghu khan, maka hampir semua literatur –literatur Islam di bawa oleh para penjajah tersebut ke Barat sementara sebagian yang lain telah mereka bakar.
Pada periode pertengahan juga di bagi dua. Periode pertengahan I (1250-1500) adalah fase kemunduran. Pada fase ini bubut-bibit perpecahan dan disintegrasi antara umat Islam mengalami eskalasi. Konflik antara Sunni dan Syai’ah semakin menajam. Di sisi lain secara geofrafis dunia Islam hancur berkeping-keping mnejadi pecahan-[ecahan kecil akibat kuatnya disintegrasi. Secara umum teritori Islam terbagi dua yaitu bagian Arab yang terdiri dari Arabia, Suria, Iraq, Palestina, Mesir dan Afrika Utara dengan Mesir sebagai pusatnya. Ke dua yaitu bagian Persia yang terdiri dari atas Balkan, Asia Kecil, Persia dan Asia Tengah dengan Iran sebagai pusat.
Fase II adalah Fase tiga kerajaan besar (1500-1800) yang dimulai dengan zaman kemajuan (1500-1700) dan zaman kemunduran (1700-1800). Tiga kerajaan besar itu adalah kerajaan Turki Utsmani (Ottoman Empire) yang berpusat di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Di masa kemajuan ini masing-masing kerajaan mempunyai keunggulan masing-masing khsususnya di bidang literatur dan seni arsitektur. Namun, bila dibandingkan dengan kemajuan di era klasik, kemajuan di era ini sumgguh jauh. Karena pada era pertengahan ini perhatian umat Islam terhadap ilmu pengetahuan masih merosost tajam alais
Karena perhatian dan apresiasi ter5hadap ilmu pengetahuan atau filsafat rendah, maka teologi yang berkembang pada periode pertengahan ini adalah teologi Jabariyyah. Ciri-ciri teologi ini adalah:
1. Kedudukan akal rendah
2. Ketidak bebasan dalam kemauan dan perbuatan
3. Kebebasan berpikir yang diikat oleh banyak dogma
4. Ketidakpercayaan kepada sunnatullah dan kausalitas
5. Terikat pada arti literal al-Qur’an dan Hadits
6. Satis dalam sikap dan berpikir
Kedudukan akal yang rendah menjadikan umat Islam tidak lagi merumuskan teologi baru yang benar-benar bernas dan bergairah hingga menjadiukan umat bertindak dan berpiokir progresif. Pada periode ini yang berkembang bukan lagi berfastabiqul khairot untuk berijtihad , tetapi justru sebaliknya mayoritas umat Islam berduyun-duyun berteduh di bawah pohon taqlid. Sikap umat Islam yang semacam, ini menyebabkan semangat dan aktifitas intelektual di dunia muslim menjadi mandek total.
Selanjutnya, karena tidak adanya pemikiran logis yang mempau meerenungkan alam semesta, sebagaimana yang dipraktikkan oleh para pemikir dan filsof muslim, maka kreatifitas berpikir untuk mewrumuskan teologi-teologi baru tidak nampak. Umat Islam hanya percaya bahwa seluruh jagad raya ini adalah dikendalikan oleh yang maha satu yaitu Allah SWT.
Kondisi yang dekaden ini justru diperparah dengan distrosi terhadap nilai-nilai Tasawuf. Tasawuf yang di era klasik menjadi pemicu kemajuan, kini di era pertengahan di jadikan sebagai tarikat. Praktik sufisme yang sudah mengental menjadi praktik tarikat ini akhirnya menjadikan seluruh aspek tasawuf tergerus menjadi tasawuf amali dan tasawuf falsafi yang akarb dengan aktifitas dan semangat perenungna, berpikir, berfilsafat dan refleksi menjadi tidak berlaku.
Dalam teologi Jabariyyah tang statis dan fatalistik ini, berlaku sebuah keyakinan bahwa manusia tidak mmempunyai kehendak, tidak mempunyai kekuasaan dan tidak mempunyai pilihan; manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Dengan pandangan semacam ini, maka manusia tidak lebih dari sebuah wayang yang digerakkan oleh seorang dalang. Seluruh perbuatan manusia adalah perbuatan yang dipaksakan oleh Allah kepada manusia itu sendiri. Perbuatan ini tidak muncul dari kemauannya sendiri. Termasuk masalah keburukan adalah bukan kehndak manusia, melainkan dari kehendak Tuhan. Jadi, bagi teologi abad pertengahan ini, manusia yang mencuri atau korupsi itu pada dasarenya bukan kehendaknya sendiri, melainkan kehendak Tuhan yang dipkasakan kepada manusia itu.
Namun karena seperti yang telah disinggung di atas, bahwa karena teologi Islam adalah lahir dari masalah politik, maka di dalam paham ini sebebnarnya kuat sekali tendensi politiknya. Hal ini nampak sekali pada penguasa daulah Umayyag di Damaskus. Seolah-olah karena didorong oleh keperluan membela sahabat utsman Bin Affan, tetapi yang pasti itu hanyalah sekedar topeng belaka, kepentingan utamamnya adalah untuk kepentingan politiknya sendiri. Bila diperingatkan bahwa tindakan-tindakan mereka yang menindas rakyat dan mengekang perkembangan pemikiran di kalangan ummat itu menyalahi semangat Islam dan bahwa mereka harus mempertanggung jawabkan kedhaliman itu di hadapan ummat, selain di hadapan Tuhan kelak di akhirat, rezim Umayyah itu menolak dengan mengatakan bahwa kami tidak bisa diminta tanggungjawab atas tindakan-tindakan kami. Sebab Tuhanlah yang menghendaki semuanya itu. Hanya padaNyalah kekuasaan untuk menentukan kebaikan atau keburukan.
Dengan teologi yang demikian itu, maka produktifitas para ulama di masa ini menurun drastis. Hasiul-hail karya yang sejak era klaisk bisa berkembang pesat dengan berbagi fan keilmuan, di era pertengahan ini mengalami mati suri. Begitu juga di bidang lain seperti ekonomi dan, industri dan pertanian juga menurun drastis. Hanya di bidang politik yang agak menonjol karena pada zaman poertengahan ini masih dijumpai tiga imperium besa yaitu Turki Utsmani, Safawi dan Mughal.
3. Abad Modern (1800 dan seterusnya)
Istilah modern, secara umum, berasal dari kata moderna yang artinya sekarang (Jerman:Jetzeit). Dengan pengertian itu kita tahu bahwa yang disebut modern, manakala semangat kekinian menjadi kesadaran seseorang. Jadi kalau ada orang atau masyarakat hidup di era sekarang tapi kesadarannya berada di abad tengah maka pertanda mereka bukan modern, tetapi manusia primitif. Abad modern ini merupakan spirit zaman baru (zeitgeist) yang berada di abad 19. sebagai bentuk peradaban dan semangat zaman, modernitas dicirikan oleh tigal hal yaitu indifidualistik, rasionalisme dan kemajuan.
Ketika memasuki abad ke 19 umat Islam mengalami keterkejutan yang luar biasa. Sebab, pada era ini Eropa atau Barat, yang di era klasik masih berada dalam kegelapan dan kemunduran, kini justru berbalik menjadi pusat beradaban dunia. Era kemajuan di Barat inilah yang populer disebut sebagai abad modern. Abad modern adalah masa peralihan dari kebudayaan teosentris ke antroposentris, peralihan dari peradaban langit ke peradaban bumi, dari metafiskikan ke fisika, dari immateri ke materi. Peradaban ini pada hakekatnya adalah hasil renaissance dan pencerahan (enleighment) yang terjadi di eropa. Era renaissance adalah era lahirnya kebebasan dan terlepasnya kehidupan dari norma-norma agama. Era renaissance ini ditandai oleh munculnya pengetahuan baru yang didapatkan melalui intensitas observasi dan pengamatan alam semsta. Pada taraf ini dunia atau alam semesta menjadi daya tarik utama untuk menghasilkan ilmu pengetahuan. Dari sini berkembanglah ilmu astronomi dan geography. Meskipun sebelumnya, di dunia Islam ilmu-ilmu semacam ini sudah pernah ditemukan oleh para pemikir muslim.
Indikasi selanjutnya adalah bahwa modernitas ini ditandai juga oleh penelitian dan pengkajian terhadap tek-tek klasik yang berasal dari Yunani kuno, Islam dan Cina. Yang menarik di sini adalah, ternyata Islam juga merupakan faktor penentu lahirnya modernistas di Barat. Memang periode klasik Islam telah melahirkan peradaban Islam, yang berpengaruh terhadap peradaban Barat. Pengaruh ini diakui oleh pengarang-pengarang Barat seperti Gustave Le Bon, Jacques Risler, Rom Landau dan Alfred Guillaume.
Semangat zaman yang antroposentris ini akhirnya melahirkan berbagai sikap hidup di antaranya adalah sikap kritis. Sikap kritis ditujukan terhadap dogma-dogma agama yang sudah sekian tahun membatu. Sikap yang lain adalah humanisme. Sikap ini ditunjukkan dengan maraknya berbagai hasil karya seni seperti musik, lukis, patung atau drama yang lebih mengangkat manusia dasripada eksistensi Tuhan. Seperti lukisan Leonardo Davinci tentang Monalisa. Lukisan ini merupakan pertanda terjadinya peralihan peradaban dari yang sebelumnya berbasis pada nilai teosentrisme menuju ke wilayah humanisme.
Sebelum pintu modernitas benar-benar terbuka, di Barat telah muncul beberapa pemikir atau filsof yang mulai melncarkan serangan-serangannya terhadap peradaban abad pertengahan. Abad pertengahan adalah abad yang lebih mengunggulkan Tuhan, lebih membela wahyu daripada akal. Era ini ditandai oleh kuatnya otoritas gereja atas segala peradaban dan kebudayaan. Oleh karena itu tokoh-tokoh pemikir di ambang modernitas berusaha untuk mendobrak tatanan atau sistem rezim gereja yang memnindas itu. Dalam hal ini Nicollo Machiavelli (1469-1527) yang mempelopri untuk menyerang sistem politik gereja yang absolut, kemudian Giordano Bruno (1548-1600) yang dengan gencar mengkritik pakem-pakem agama (gereja) dan Francis Bacon (1561-1626) yang mulai intens menegakkan semangat ilmu pengetahuan dengan semboyannya knowledge is power.
Dengan gugatan dan serangan-serangan kritis dari para filsif itulah, fajar modernitas akhirnya muncul. Lahirnya modernitas ini secara epistemologis ditandai oleh bamngkitnya kembali rasionalitas yang sebelumnya, yakni di era pertengahan, telah dipasung dengan ketat. Maka modernitas ini secara eksplisit merupakan era kemerdekaan bagi rasio. Kemerdekaan rasion ini secara simbolik dideklarasikan oleh Descartes (1596-1650) dengan statemennya cogito ergo sum (aku berpikir maka aku ada).
Melihat fajar pencerahan dan kebangkitan peradaban di Barat yang berkembang pesat itu, hal itu seolah menyentak umat Islam dari tidur panjangnya yang dia lakukan sejak era pertengahan. Ketika modernitas ini muncul Barat, maka umat barus melek bahwa umat Islam telah mengalami dekadensi dan kemunduran yang luar biasa. Akibat kemundurannya itu, umat Islam akhirnya menjadi obyek penjajahan Barat. Salah satu bukti konkritnya adalah hancurnya tiga kerajaan besar– yang di era pertengahan masih eksis— oleh ekspansi dan imperialisme bangsa Barat. Turki Utsmani yang pernah berjaya di abad pertengahan mengalami kekalahan dalam perangnya di Eropa, kerajaan Safawi di Mesir, dalam waktu tiga minggu berhasil ditaklukkan oleh Napoleon Bonaparte dan kerajaan Mughal di India telah dihancurkan oleh Inggris.
Melihat dahsyatnya imbas peradaban modern terhadap dunia Islam tersebut, para pemikir muslim akhirnya terlecut untuk berpikir keras merumuskan teologi yang bisa membangkitkan kembali girrah umat Islam untuk mencapai kejayaannya yang telah sirna. Muncullah kemudian para mujadid baru dalam dunia Islam dengan menawarkan berbagai ide yang bertujuan memajukan dunia Islam dan mengejar ketertinggalannya dari Barat. Atas semangat ini dunia Islampun mulai ikut memasuki rimba raya modernitas.
Namun, usaha-usaha pembaharuan atau modernisasi dalam dunia Islam, sebenarnya sebelumnya telah dimulai dari sebuah zaman yang disebut modern ini. Usaha-usaha itu terutama dijalankan oleh kerajaan Utsmani. Dalam peperanganya dengan negara-negara Eropa, kerajaan Turki Utsmani pada awal abad ke 17, mengalami mkekalahan dari Peter Agung dari Rusia. Dengan modernisasi yang dilakukan oleh Rusia, Rusia menjadi lebih kuat dari Turki Utsmani. Hal ini akhirnya, membuat sultan-sultan Utsmani juga ingin mengadakan modernisasi di Turki, terutama di lapangan militer. Usaha-usaha yang modernisasi yang dijalankan oleh sultan Utsmani pada waktu itu lebih terpusat pada usdaha untuk memperkuat kekuatan militer.
Di antara tokoh-tokoh mujadid atau pemikir-pemikir baru Islam yang sangat getol mengusung isu-isu modern adalah Muhammad Abduh, Rasyid Ridlo, Jamaluddin Al-Afghani, Zia Gokalp, Seyyid Ahmad Khan dan seterusnya. Para pemikir dan filsof ini adalah tokoh-tokoh pembaharu yang mencoba menyerukan untuk kembali kepada teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiah zaman klasik di kalangan ulama dan umat Islam zaman modern.
Untuk merealisasikan semangat teologi tersebut, maka pada abad ke 19 mulai didirikan sekolah-sekolah moderrn gaya Barat di Mesir, Turki dan India. Di sekolah-sekolah ini semnagat ilmiah mulai dihidupkan kembali. Pola berpikir yang rasional, filosofis dan ilmiah mulai dibudayakan. Namun meskipun demikian, program dan tawaran para mujadid untuk kembali ke teologi sunnatullah yang mengedepankan rasionalitas itu dalam realitas empiriknya tidak mendapat apresiasi oleh seluruh umat Islam di dunia. Masih banyak masyarakat muslim yang justru menentang modernitas. Mereka justru berusaha untuk tertutup dan tak bersedia menyerap nilai-nilai modernitas. Namun usaha para mujadid awal seperti Muhammad Abduh dan kawan-kawan untuk kembali ke teologi Sunnatullah tetap ada hasilnya. Dengan digaungkannya teologi sunnatullah untuk mengimbangi peradaban modern Barat itu, produktifitas dan kreatifitas umat Islam mulai meningkat kembali meskipun itu masih jauh dari Barat.
Di samping semangat rasionalitas yang ada dalam teologi sunnatullah, unsur lain yang turut dikampanyekan oleh para pemikir atau mujadid masa-masa awal adalah perlunya untuk kembali kepada al-Qur’an dan hadits. Sebagian para mujadid berasumsi bahwa di samping faktor politik yang sudah rapuh, salah satu sebab mundurnya umat Islam adalah dipicu oleh kuatnya takahyyul, bid’ah dan khurofat yang berekmbang di dunia umat Islam. Umat Islam, selama ini terjerembab ke dalam jurang mistik yang dalam sehingga tidak bisa berpikir secara jernih dan rasional.
Oleh karena itu dengan kembali ke al-Qur’an dan Hadits itu dimakusdkan agar umat Islam bisa kembali berpikir jernih dan tidak terperangkap oleh takahyyul dan mitos-mitos agama. Di samping itu, dalam memahami al-Qur’an diharapkan umat Islam lebih rasional.
Dari sini bisa diketahui bahwa gerakan pembaharuan umat Islam untuk kembali kepada teologi sunnatullah adalah mirip dengan gerakan modernisme di Barat yang mana otoritas gereja yang lebih mengedepankan mistik dan dogma-dogma agama. Namun karena pola berpikir mistik dan penuh takhayyul tersebut yang sudah sedemikian rupa mendarah daging di kalangan umat Islam agaknya sulit untuk ditanggulangi. Entah karena ketakutannya atau karena sudah terlalui enak dengan pola berpikirnya itu, maka banyak umat Islam yang ragu-ragu atau kurang percaya diri dengan teologi sunnatullah. Mereka yang fatalistik ini masih menganggap bahwa segala –galanya telah ditentukan secara mutlak oleh Tuhan.
LAHIRNYA BEBERAPA ALIRAN
1. Khawarij
a. Asal Usul dan Sejarah Khawarij

Kata khawarij secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul atau memberontak. Syahrastani mengartikan Khawarij sebagai kelompok masyarakat yang memberontak dan tidak mengakui terhadap imam yang sah dan sudah disepakati oleh kaum muslimin, baik pada masa sahabat, pada masa tabiin maupun pada masa sesudahnya.Namun,menurut Harun Nasution ada pula pendapat yang mengatakan bahwa nama khawarij diberikan atas surat an-Nisa ayat 100 yang didalamnya disebutkan : “Keluar dari rumah lari kepada Allah dan Rasul-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah dan RasulNya.
Selain itu mereka menyebut diri mereka Syurah, yang berasal dari kata Yasyiri (Menjual), sebagaimana disebutkan dalam Al-Baqoroh ayat 207 : “Ada manusia yang menjual dirinya untuk keridhaan Allah”. Nama lain yang diberikan kepada mereka adalah Haruriah, dari kata harura, suatu desa didekat kufah, Irak. Di tempat inilah, mereka yang pada waktu itu berjumlah dua belas ribu orang berkumpul setelah memisahkan diri dari Ali. Disini mereka memilih ‘Abdullah bin abdul wahab al-Rasyidi menjadi imam sebagai ganti dari Ali bin Abi Thalib. Dalam pertempuran dengan Ali mereka mengalami kekalahan besar, tetapi seorang khawarij bernama Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat membunuh Ali.

Khawarij merupakan kelompok pertama yang tidak mengakui bahkan memberontak terhadap Ali Bin Abi Thalib setelah terjadinya Arbitrase antara Ali dan Muawiyah. Pada mulanya, kelompok ini berjuang di pihak Ali ketika terjadi perang siffin antara Ali dan Muawiayah dan kelompok inilah yang mendukung Ali untuk melakukan Arbitrase dengan Muawiyah. Namun setelah Ali dan Muawiyah melakukan arbitrase, kelompok ini menolak kesepakatan arbitrase dan keluar dari kelompok Ali.
Sebelumnya, menurut sebagian pendapat, Ali sebenarnya mencium adanya tipu daya dibalik ajakan perundingan damai tersebut sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena desakan sebagian pengikutnya, terutama Ahl-Qurra. Dengan sangat terpaksa Ali menerima permintaan perjanjian damai tersebut.

Dalam perundingan damai tersebut, Ali mengutus Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (Hakam)nya, tetapi orangkhawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bin Abbas berasal dari kelompoknya Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulkan agar Ali mengirim Abu Musa al Asy’ary dengan harapan yang dapat memutuskan perkara berdasarkan Kitabullah. Keputusan tahkim menurut riwayat, yakni Ali diberhentikan jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya dan mengangkat Muawiyah sebagai Khalifah sangat mengecewakan orang-orang Khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “Mengapa kalian berhukum kepada manusia, Tidak ada hukum selain hukum disisi Allah.” Ali r.a menjawab,” Ini adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itulah orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali r.a dan menuju Harura.Itulah sebabnya, khawarij disebut sebagai Haruriah. Dengan Arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok Khawarij ini melanjutkan perlawanan terhadap Muawiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pemimpin bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.Kadang-kadang mereka disebut dengan Syurah dan Al Mariqoh.
Gerakankhawarij berpusat di dua tempat. Yaitu di Bathaih yang menguasai dan mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia dan sekeliling Irak. Tokoh-tokohnya ialah Nafi’ Bin Azraq, Qathar bin Faja’ah. Lainnya bermarkas di Arab daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman, Hadlaramaut, dan Thaif. Tokoh-tokohnya ialah Abu Thaluf, Najdar bin Amri, dan Abu Fudaika.
Kaumkhawarij yang pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab badawi yang hidup di padang pasir tandus membuat mereka bersifat sederhana dalam tetacara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati, berani, bersifat merdeka, dan tidak bergantung pada orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan pada sifat-sifat ke-badawiyan mereka. Akibat dari sifat-sifat seperti inilah mereka bersikap keras walaupun dengan sesama muslim. Selain itu, merekapun terpecah belah dalam beberapa golongan/sekte.
Menurut Asy-Syahrastani, mereka terpecah menjadi delapan belas subsekte, namun sekte yang paling pentingnya adalah Al-Muhakimah, Al- Azariqoh, An-Najdiyah, Al-Baihasiyah, AlA’jaridah, ats-Ts’alibah,dan as- Shufriyah.Menurut al-Bagdady, seperti yang dikutip harun nasution ada dua puluh sub sekte Khawarij.

2. Murjiah
a. Asal-usul dan sejarah munculnya
Nama Murjiah berasal dari kata irja atau arja’a yang bermakna
penundaan, penangguhan, dan pengharapan.Memberi harapan dalam artian
memberi harapan kepada para pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan
Allah Swt. Selain itu,irja’a juga bisa memiliki arti meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu, Murjiah berarti orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, ke hari kiamat kelak.

Ada beberapa teori yang mengemukakan asal-usul adanya aliran Murjiah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan Irja’a atau arja’a dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadinya pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari peperangan. Diperkirakan Murjiah ini muncul bersamaan dengan munculnya Khawarij.



Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin
Murjiah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh
cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun
695. Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Muawiyah, dunia Islam dikoyak oleh pertikayan sipil. Al-Mukhtar membawa paham Syiah ke Kufah dari tahun 685-687; Ibn Zubair mengklaim kekhalifahan di mekah hingga yang berada di bawah kekuasaan Islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini pertama kali digunakan tahun 695 olleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat ini Al Hasan menunjukan sikap politiknya dengan mengatakan, “ Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi menangguhkan
keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil yang pertama yang
melibatkan Utsman, Ali, dan Zubair. ” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba untuk menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia pun mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa dia adalah keturunan si pendosa Utsman.

Teori lain mengatakan bahwa ketika terjadi perseteruan Ali dan Muawiyah, dilakukanTahkim atas usulan Amr bin Ash, pengikut Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra akhirnya keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang memandang bahwa keputusan hakim bertentangan dengan al-Quran. Oleh karena itu, pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian sahabat yang kemudian disebut Murjiah, yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.





c. Perkembangan Murjiah dalam perkembagannya
GolonganMurjiah terpecah dalam beberapa sekte. Perpecahan ini dipicu akibat terjadinya perbedaan-perbedaan pendapat dalam golonganMurjiah itu sendiri. Menurut Asy-Syahrastani, kelompokMurjiah terbagi dalam empat kelompok besar. Yakni Murjiah al-Khawarij,
Murjiah al-Qadariyah, Murjiah Jabbariyah,dan Murjiah Murni.

3. Jabariyah
a.Asal-usul dan sejarah munculnya
Kata Jabariyah berasal dari kata Jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan melakukan sesuatu.Asy-Syahrastani mengartikan Jabariah sebagai menolak adanya perbuatan dan menyadarkan semua perbuatan kepada
Allah Swt. Berdasarkan hal ini, Asy-Syahrastani membagi Jabariahdalam dua
bentuk, yaitu :

1. Jabariah Murni, yang menolak adanya perbuatan berasal dari manusia dan memandang manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat,
2. Jabariah Pertengahan (Moderat), yang mengakui adanya perbuatan manusia namun perbuatan manusia tidak mematasi. Namun, orang yang mengakui adanya perbuatan makhluk yang mereka namakan “kasb” bukan termasuk Jabariyah.
Paham al- Jabr pertama kali diperkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian disebarluaskan oleh Jahm bin Shafwan dari Khurasan. Dalam perkembangannya paham ini juga dikembangkan oleh tokoh lainnya, diantaranya al-Husain bin Muhammad an-Najjar dan Ja’ad bin Dirrar. Pendapat yang lain mengatakan bahwa kemunculan pahamJabariyah terpengaruh dari paham ajaran Yahudi dan Nasrani. Yaitu Yahudi sekteQ u rro dan agama Nasrani yang bersekte
Ya’cubiyah.Mengenai pahamJabariyah ini, para ahli sejarah teologi Islam ada yang berpendapat bahwa kehidupan bangsa Arab yang dikelilingi gurun sahara telah mempengaruhi cara hidup mereka. Kebergantungan mereka terhadap gurun sahara yang panas telah memunculkan sikap penyerahan diri terhadap alam.
Selain itu, menurut Abdul Rozak, pemikiran-pemikiran Jabariah telah ada sejak awal periode Islam. Hal itu terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi baik pada masa Nabi maupun sesudahnya, seperti pada masa Umar bin Khatab, yaitu ketika terjadinya pencurian dimana pencuri berargumen bahwa ia telah ditakdirkan untuk mencuri, yang akhirnya pencuri tersebut mendapat hukuman potong tangan dan denda karena telah menggunakan dalil Tuhan.


4. Qodariyah
a.Asal Muasal pahamQodariyah
Qodariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu Qadara, yang artinya kemampuan dan kekuatan. Menurut terminology, Qodariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala perbuatan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan. Jadi, tiap-tiap orang adalah pencipta dari perbuatannya.
Para pakar sejarah teologi Islam tidak mengetahui secara pasti kapan paham ini timbul, tetapi menurut keterangan ahli lainnya, pahamQodariyah diperkirakan timbul pertama kali oleh seorang bernama Ma’bad al-Juhani, menurut Ibn Nabatah, Ma’bad al-Juhani dan temannya, Ghailan al-Dimasyiqi mengambil paham ini dari seorang Kristen yang masuk Islam di Irak. Dan Menurut Zahabi, Ma’bad adalah seorang tabi’i yang baik dan ia pun menentang kekuasaan Bani Umayah. Dalam pertempuran dengan al-Hajjad tahun 80 H, dia mati terbunuh.
Dalam perkembangannya, paham qodariyah seringkali disebut dengan paham Mu’tazi lah seperti yang dijelaskan Asy-Syahrastani yang menyatukan pembahasan Mu’tazilah dengan pembahasan Qodariyah. Hal ini disebabkan karena paham qodariyah dijelaskan lebih luas pada aliranMu’tazi lah.


5. Mu’tazilah
Secara harfiayah kata Mu’tazilah berasal dari kata i’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri, yang berarti juga menjauh atau menjauhkan diri.Secara teknis,Mu’tazi lah menunjuk pada dua golongan,yaitu :
1. Golongan pertama, muncul sebagai respon politik, yaitu bersifat lunak dalam menyikapi pertentangan antara Ali dan lawan-lawannya.Menurut Abdul Rozak, golongan inilah yang pertama-tama disebut Mu’tazilah karena mereka menjaukan diri dari pertikaian masalah Imamah.
2. Golongan kedua, muncul sebagai respon persoalan teologis yang berkembang di kalangankhawarij danMurj iah tentang pemberian status kafir kepada orang yang berbuat dosa besar.Mu’tazi lah inilah yang akan dibahas kemudian.

Beberapa versi tentang pemberian namaMu’tazilah (golongan kedua) ini, merujuk pada peristiwa yang terjadi antara Washil bin A’tha, Amr bin Ubaid dan Hasan Al-Basri di Basrah. Ketika Washil mengikut pengajaran yang diberikan oleh Hasan al-Basri tentang dosa besar. Ketika Hasan Basri masih berpikir. Washil mengemukakan pendapatnya dengan mengatakan, Saya berpendapat bahwa orang yang berdosa besar, bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada dalam posisi diantara keduanya, tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian Washil
menjauhkan diri dari Hasan Basri dan pergi di tempat lain di lingkungan masjid disana Washil mengulangi pendapatnya di depan para pengikutnya. Dengan peristiwa ini, Hasan Basri berkata,” Wazhil menjauhkan diri dari kita (I’tazaala anna). Menurut Asy-Syahrastani, kelompok yang menjauhkan diri inilah yang kemudian disebut sebagaiMu’tazi lah.

Versi lain yang diberikan oleh Tasy Kubra Zadah, menyebut bahwa Qatadah Ibn Da’amah pada suatu hari masuk ke masjid Basrah dan menuju ke majelis ‘Amr bin Ubaid yang disangkanya majelis Hasan al-Basri. Setelah ia tahu bahwa itu bukanlah majelis Hasan al-Basri, ia berdiri dan meninggalkan tempat itu sambil berkata, “ini kaumMu’tazilah.” Sejak itu, mereka disebut kaum Mu’tazilah.

Al-Mas’udi memberikan keterangan lain lagi, mereka disebut kaum Mu’tazilah karena mereka berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukan mukmin dan juga bukan kafir, tetapi
(al-mazilah bain al-manzilatain).
Menurut Ahmad Amin, nama Mu’tazilah sudah ada sebelum peristiwa antara Washil dan Hasan al-Basri. Nama Mu’tazilah diberikan kepada golongan yang tidak mau berintervensi dalam pertikaian politik yang terjadi pada masa Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, Qais yang waktu itu sebagai gubernur di mesir pada masa Ali, ia menjumpai pertikaian disana, satu golongan turut padanya, dan golongan lain menjauhkan diri ke Kharbita (I’tazalat ila Kharbita). Dalam suratnya kepada Khalifah, ia menamai golongan yang menjauhkan diri dengan nama Mu’tazilah.

GolonganMu’tazi lah juga dikenal dengan nama lain seperti Ahl al-Adl yang berarti golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan dan ahl al-tawhid wa al-adl yang berarti golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan. Mereka juga sering disamakan dengan paham Qadariyah yang menganut paham free act dan free will. Selain itu mereka juga dinamai al- Mua’tillah karena golongan Mu’tazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat yang memiliki wujud diluar zat Tuhan. Mereka juga diberi nama denganWa ’diy yah, karena mereka berpendapat bahwa ancaman Tuhan itu pasti akan menimpa orang-orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan.
Ajaran-ajaranMu’tazi lah mendapat dukungan dan penganut dari penguasa Bani Umayyah, yakni khalifah Yazib bin Walid (125-227H). Sedangkan dari Bani Abbasiyah yaitu : Al-Makmun (198-218H), Al-Mu’tasim billah (218-227H), dan Al-Watsiq ( 227-232H).47

b. Ajaran Dasar Teologi Mu’tazi lah.
Ajaran-ajaran dasarMu’tazilah ini juga disebut dengan al-Ushul al- Khamsah.Yaitu :
1. At-Tauhid:
At-Tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaranMu’tazi lah.
Sebenarnya, semua aliran teologis dalam Islam memegang doktrin ini. Namun, Tauhid
dalam pahamMu’tazilah memiliki arti spesifik. Yaitu :
a. Tuhanlah satu-satunya yang Esa, yang unik dan tidak satupun yang menyamai-Nya. Karena itu, Dia-lah yangqadim. Bila ada yang qadim lebih dari satu, maka telah terjadi ta’adud al qudama (tebilangnya zat yang tak berpemulaan).

b. Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat-sifat, penggambaran fisik, dan Tuhan dilihat dengan mata kepala.
2. Al-Adl
Ajaran tentang keadilan ini berkait erat dengan beberapa hal, antara lain
a. Perbuatan Manusia
MenurutMu’tazilah, melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan, baik secara langsung maupun tidak. Konsep ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia.
b. Berbuat baik dan terbaik (as-shalah wa al-ashlah)
Maksudnya adalah kewajiban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik untuk manusia.
Tuhan tidak mungkin jahat dan penganiaya, karena hal tersebt tidak layak bagi Tuhan.
Jika Tuhan berlaku jahat terhadap seseorang dan berlaku jahat kepada orang lain berarti
Ia tidak adil. Maka Tuhan pastilah berbuat yang terbaik bagi manusia.
c. Mengutus Rasul
Mengutus rasul bagi manusia merupakan kewajiban bagi Tuhan
dengan alasan sebagai berikut :
1. Tuhan wajib berlaku baik kepada manusia.
2. Al-Quran secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk
3. memberikan belas kasih kepada manusia (QS 26:29).
4. Tujuan diciptakan manusia adalah untuk beribadah kepada- Nya. Agar tujuan tersebut berhasil, tidak ada jalan lain selain mengutus rasul.


3. Al-Wa’ad wa al-Wa’id
Al-Wa’ad wa al-Waid berarti janji dan ancaman, Tuhan yang Maha adil dan Maha bijaksana, tidak akan melanggar janji-Nya. Yaitu untuk memberi pahala surga bagi yang berbuat baik dan mengancam dengan siksa neraka atas orang yang durhaka. Begitu pula janji Tuhan untuk memberi ampunan orang yang bertaubat nasuha pasti benar adanya.

4. Al-Manzilah bain al-Manzilatain
Menurut pandanganMu’tazilah, pelaku dosa besar tidak dapat dikatakan sebagai orang mukmin secara mutlak. Hal ini karena keimanan menuntut adanya kepatuhan kepada Tuhan, dan tidak cukup hanya pengakuan dan pembenaran. Pelaku dosa besar juga tidak bisa dikatakan kafir secara mutlak karena ia masih percaya kepada Tuhan, Rasul-Nya, dan mengerjakan pekerjaan yang baik.


5. Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahy an Munkar.
Al-Amru bi al-Ma’ruf wa an-Nahyi an-Munkar berarti menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran. Dalam paham Mu’tazilah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi seorang mukmin untuk melakukan hal ini. Yaitu :
a. Ia mengetahui perbuatan yang disuruh itu memang ma’ruf dan yang dilarang itu memang munkar
b. Ia mengetahui bahwa kemungkaran telah nyata dilakukan oleh orang.
c. Ia mengetahui bahwa perbuatan amr ma’ruf atau nahy munkar tidak akan membawa mudharat yang lebih besar.
d. Ia mengetahui atau paling tidak menduga bahwa tindakannya tidak akan membahayakan dirinya dan hartanya.

6. Syiah
a. Asal-usul kemunculan Syiah
Syiah secara bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau kelompok, sedangkan secara terminology adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang spiritual dan keagamaannya selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad Saw, atau orang yang disebut sebagai ahl-bait.
Menurut Abu Zahrah,Syiah mulai muncul pada akhir masa pemerintahan Utsman bin Affan kemudian tumbuh dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.Adapun menurut Watt,Syiah benar-benar muncul ketika berlangsung peperangan antara Ali dan Muawiyah pada perangsiffin. Dalam respon ini, golongan yang mendukung Ali disebut sebagai Syiah dan yang tidak menolak Ali disebut sebagai Khawarij.
Berkaitan dengan teologi, mereka memiliki lima rukun iman, yakni Tauhid, Nubuwah, Ma’ad (Kepercayaan akan adanya hidup di akhirat), Imamah( (kepercayaan terhadap imamah yang merupakan hak ahlul bait), dan adl (keadilan Tuhan).
b. Ajaran-ajaranSyiah
I. Tauhid
Tuhan adalah Esa, baik ekstensi maupun esensi-Nya. Keesaan adalah mutlak. Keesaan
Tuhan tidak murakkab (tersusun). Tuhan tidak membutuhkan sesuatu, Ia berdiri sendiri,
dan tidak dibatasi oleh ciptaan- Nya.


II. Nubuwah
Setiap mahkluk membutuhkan petunjuk, baik petunjuk dari Tuhan maupun dari manusia.
Rasul merupakan petunjuk hakiki utusan Tuhan yang diutus untuk memberikan acuan
dalam membedakan antara baik dan buruk di alam semesta. Tuhan telah mengutus
124.000 rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia.

III. Ma’ad
Ma’ad adalah hari akhir untuk menghadapi Tuhan di akhirat. Mati adalah kehidupan
transit dari kehidupan dunia menuju kehidupan akhirat.

IV. Imamah
Imamah adalah institusi yang diciptakan Tuhan untuk memberikan petunjuk manusia
yang dipilih dari keturunan Ibrahim dan didelegasikan kepada keturunan Muhammad
Saw.

V. Adl
Tuhan menciptakan kebaikan di Alam semesta ini merupakan keadilan. Tuhan
memberikan akal kepada manusia untuk mengetahui perkara yang salah melalui
perasaan. Manusia dapat menggunakan indranya untuk melakukan perbuatan, baik
perbuatan baik maupun perbuatan buruk. Jadi, manusia dapat memanfaatkan potensi
berkehendak sebagai anugrah Tuhan untuk mewujudkan dan bertanggung jawab atas
perbuatannya

b. Perkembangan Syiah

Dalam perkembangannya, golongansyiah ini terpecah dalam beberapa sekte. Perpecahan ini dipicu karena doktrinimamah yang berbeda-beda. Diantara sekte syiah itu adalah Istsna Asy’Ariyah, Sab’iyah,Zaidiyah, danGullat.


7. Ahlus Sunnah wal Jama’ah
Ungkapan Ahl Sunnah wal Jamaah (sering disebut denganSunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus.Sunni dalam pengertian umum adalah lawan dari Syiah. Dalam artian ini,Mu’tazi lah dan As’ariyah masuk dalam golongan Sunni. Dalam pengertian khusus, Sunni adalah mazhab dalam barisan As’ariyah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah.Selanjutnya,Ahlussunah banyak dipakai setelah munculnya aliran As’ari yah dan Maturidiyah,dua aliran yang menentang ajaran Mu’tazilah.
a. Ajaran Asy’ariah
Ajaran Asy’ariah muncul atas keberanian Abu Hasan Al-Asy’ary yang menentang paham Mu’tazilah. Abu hasan Al-Asy’asy adalah seorang pengikut M’tazi lah sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba dia mengumumkan diri dihadapan jama’ah masjid Basrah bahwa dia keluar dari golongan Mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keburukannya. Menurut Ibn Asakir,yang melatar belakangi al-Asy’ary meninggalkan paham Mu’tazilah adalah pengakuan al-Asy’ary yang telah bermimpi bertemu Rasulullah Saw sebanyak tiga kali pada bulan Ramadhan.Namun menurut pendapat yang lain, al-Asy’ary keluar dari Mu’tazilah karena adanya keraguan ketika dia mempertanyakan hal tentang mukmin dewasa, anak-anak, dan kaum kafir kepada al-Jubba’i.

Ajaran-ajaran Asy’ariyah :

1.Tuhan dan Sifat-sifat-Nya
Al-Asy’ary berhadapan pada dua pandangan ekstrim. Di satu pihak dia berhadapan
dengan kelompok mujassimah (antromorfis) dan kelompok musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah memiliki sifat yang disebutkan dalam al-Quran dan Sunnah dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di pihak lain, ia berhadapan dengan Mu’tazilah yang berpendapat bahwa sifat-sifat Allah tidak lain esensi- Nya. Menghadapi dua kelompok tersebut, al-Asy’ary berpendapat bahwa Allah memiliki sifat-sifat itu, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis. Selanjutnya, al-Asy’ary menjelaskan bahwa sifat-sifat Allah itu unik sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia. Sifat- sifat Allah Swt berbeda dengan Allah sendiri, tetapi-sejauh menyangkut realitasnya tidak terpisah dari esensi-Nya. Dengan demikian tidak berbeda dengan-Nya.
2. Kebebasan dalam berkehendak
Dalam kebebasan berkehendak, al-Asy’ary membedakan anta ra khaliqdan kasb.
Menurutnya, Allah adalah Khaliq (pencipta) perbuatan manusia, tetapi manusia lah yang
mengupayakannaya (muktasib).
3. Akal dan Wahyu dan Kriteria Baik-buruk
Al-Asy’ary mengutamakan wahyu dalam menghadapi persoalan yang memperoleh
penjelasan kontadiktif antara akal dan wahyu
4. Qadimnya al-Quran
Al-Asy’ary mengatakan bahwa walaupun al-Quran terdiri atas kata- kata, huruf, dan
bunyi, semuanya tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak qadim. Namun,
bagi al-Asy’ary al-Quran tidaklah diciptakan.
5. Melihat Allah
Al-Asy’ary yakin bahwa Allah dapat dilihat di akhirat, tetapi tidak dapat digambarkan.
Kemungkinan rukyat dapat terjadi manakala Allah sendiri yang menyebabkan dapat
dilihat atau bilamana dia menciptakan kemampuan penglihatan manusia untuk melihat
Nya.
6. Keadilan
Allah adalah penguasa mutlak, jadi Dia tidak memiliki keharusan apapun.
7. Kedudukan orang yang berdosa
Al-Asy’ary berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar adalah mukmin
yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karana dosa kecuali kufur.











b. Ajaran Maturidiah
Abu Mansur al-Maturidi dilahirkan di Maturid, sebuah kota kecil di Samarkand, wilayah Uzbekistan (sekarang). Al-Maturidi hidup pada masa khalifah al-Mutawakil yang memerintah tahun 232-274/847-861 M. Ia sendiri wafat pada tahun 333 H/944 M. Ia adalah pengikut Abu Hanifah dan paham- paham teologisnya banyak persamaannya dengan paham yang dimajukan oleh Abu Hanifah. Sistem teologi Abu Mansur dikenal dengan namaAl-Maturid iyah.Ajaran-ajaran Al-Maturidy
a. Akal dan Wahyu
Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat
diketahui dengan akal. Kemampuan akal dalam mengetahui kedua hal tersebut sesuai
dengan ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan agar manusia menggunakan akal dalam
usaha memperoleh pengetahuan dan pemikiran yang mendalam tentang makhluk ciptaan
Nya. Dalam masalah baik dan buruk, al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan
buruk sesuatu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syariah
hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu.
b. Perbuatan Manusia
Menurut al-Maturidi perbuatan manusia adalah ciptaan Tuhan karena segala sesuatu
dalam wujud ini adalah ciptaan-Nya. Khusus mengenai mengenai perbuatan manusia,
kebijaksanaan, dan keadilan kehendak
Tuhan mengharuskan manusia memiliki kemampuan berbuat (ikhtiar) agar kewajiban
kewajiban yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakannya. Tuhan menciptakan daya
(kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya. Daya-daya tersebut
diciptakan bersamaan dengan perbuatan manusia. Dengan demikian tidak ada
pertentangan antara qudrat Tuhan yang telah menciptakan perbuatan manusia dan ikhtiar
yang ada pada manusia.
c. Kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
Qudrat Tuhan tidak sewenang-wenang, tetapi perbuatan dan kehendak- Nya itu
berlangsung sesuai dengan hikmah dan keadilan yang sudah ditetapkan-Nya.
d. Sifat Tuhan
Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat Tuhan tidak dikatakan sebagai
esensi-Nya dan bukan pula lain dari esensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu
mulzamah (ada bersama, baca: inheren) zat tanpa terpisah. Menetapkan
sifat Allah tidak harus membawanya padaantromorphisme karena sifat tidak berwujud
tersendiri dari zat, sehingga terbilangnya sifat tidak akan membawa terbilangnya yang
qadim (taaddud al-qudama).
e. Melihat Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan.Hal ini diberitakan oleh
al-Quran, antara lain firman Allah dalam surat Al- Qiyamah ayat 22-23. Al-Maturidi
lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan
kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata, karena Tuhan memiliki wujud walaupun Ia
immateri. Namun, melihat Tuhan, kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa),
karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
f. Kalam Tuhan
Al-Maturidi membedakan antarakalam (sabda) yang tersusun dengan
huruf dan bersuara dengan kalamnafsy (sabda yang sebenarnya). Kalam
nafsy adalah sifat yang qadim bagi Allah, sedangkan kalam yang tersusun
dari huruf dan kata-kata adalah bahar (hadis).
g. Pengutusan Rasul
Akal memerlukan bimbingan ajaran wahyu untuk mengetahui kewajiban- kewajiban.
Jadi, pengutusan rasul berfungsi sebagai sumber informasi. Tanpa mengikuti ajaran
wahyu yang disampaikan rasul berarti manusia telah dibebankan sesuatu yang berada
diluar kemampuannya.
h. Pelaku dosa besar
Al-Maturidi berpendapat bahwa orang yang berdosa besar tidak kafir dan tidak kekal di
dalam neraka walaupun dia mati sebelum bertobat. Hal ini karena Tuhan telah
menjanjikan akan memberikan balasan kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.
Menurut al-Maturidi, iman itu cukup dengantasdhiq daniqrar. Sedangkan amal adalah
penyempurna iman. Oleh karena itu, amal tidak akan menambah atau mengurangi esensi
iman, kecuali hanya menambah atau mengurangi sifatnya saja.

DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun.Dr. Prof,Teologi Islam, UI-Press, Jakarta, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar