Photobucket

Kamis, 14 April 2011

ZAKAT


A. Pengertian Zakat
Zakat menurut loghat artinya suci dan subur. Sedangkan menurut istilah syara’ yaitu mengeluarkan sebagian dari harta benda atas perintah Allah SWT, sebagai shodaqh wajib kepada mereka yang telah ditetapkan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum Islam.
Mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi tiap-tiap muslim yang mempunyai harta benda menurut ketentuan yagn telah ditentukan oleh hukum Islam. Orang yang mengingkari wajibnya zakat di hukum kafir.

B. Harta Benda Yang Wajib Dikeluarkan Zakatnya
1. Zakat Emas, Perak dan Mata Uang
Syarat-syarat wajib zakat emas dan perak sebagai berikut :
 Milik orang islam
 Yang memiliki adalah orang merdeka
 Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)
 Sampai nishabnya
 Genap satu tahun

Nishab dan zakat emas
Nishab emas bersih ialah 20 dirham (mitsqal) sama dengan 12 ½ pound sterling (± 96 gram). Zakatnya 2 ½ % atau seperempat puluhan.

Nishab dan zakat perak
Nishab perak bersih 200 dirham sama dengan 672 gram. Zakatnya 2 ½ % apabila dimiliki cukup satu tahun.



Nishab dan zakat uang
Peredaran uang pada dasarnya berstandar emas, karena peredaran uang itu berdasar emas maka nishab dan zakatnya 21/2 % atau sepermpat puluh.

2. Zakat Harta Perniagaan
Syarat wajib zakat perniagaan ialah :
 Milik orang islam
 Yang memiliki adalah orang merdeka
 Milik penuh (dimiliki dan menjadi hak penuh)
 Sampai nishabnya
 Genap satu tahun
Setiap tahun pedagang harus membuat neraca atau perhitungan harta benda dagangannya. Apabila sudah cukup senishab maka wajiblah dikeluarkan zakatnya seperti zakat emas yaitu 2 ½%.

3. Zakat Binatang Ternak
Binatang ternak yang wajib dizakati yaitu Unta, Lembu dan Kerbau, Kambing dan Biri-biri.
Syarat-syarat wajibnya zakat binatang ternak sebagai berikut :
 Milik orang islam
 Yang memiliki adalah orang merdeka
 Milik sendiri
 Sampai nishabnya
 Genap satu tahun
 Makannnya dengan pengembala, bukan dengan rumput belian
 Binatang itu bukan digunakan untuk bekerja.

Nishab dan zakat unta
Orang memiliki unta 5 ekor ke atas wajib dikeluarkan zakatnya. Tentang pengeluaran zakat ini di atur sebagai berikut :
5 ekor unta zakatnya 1 ekor kambing.
10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing.
15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing.
20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing.

Nishab dan zakat lembu/kerbau
Orang yagn memiliki lembu / kerbau 30 ekor ke atas wajib mengeluarkan zakatnya, sebagi berikut :
30 – 39 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau (ta-bi’).
40 – 59 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor sapi/kerbau betina yang berumur 2 tahun (mussinah).
60 – 69 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor anak sapi (ta-bi’).
70 – 79 lembu/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi / kerbau dan 1 ekor mussinah.
80 – 89 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor mussinah.
90 – 99 lembu/kerbau zakatnya 3 ekor ta-bi’.
100-109 lembu/kerbau zakatnya 2 ekor ta-bi’ dan 1 ekor mussinah.

Nishab dan zakat kambing
Orang memiliki kambing 40 ekor wajib mengeluarkan zakatnya, sebagai berikut :
40 – 120 ekor kambing zakatnya 1 ekor.
121 – 200 ekor kambing zakatnya 2 ekor.
201 – 300 ekor kambing zakatnya 3 ekor.
301 – 400 ekor kambing zakatnya 4 ekor.
401 – 500 ekor kambing zakatnya 5 ekor.

4. Zakat Hasil Bumi
Hasil bumi yang wajib dikeluarkan zakatnya yaitu yang dapat dijadikan makanan pokok, seperti padi, jagung, gandum dan sebagainya. Sedangkan buah-buahan yang wajib dikeluarkan zakatnya ialah gandum sya’ir zabib dan kurma.
Syarat-syarat wajib mengeluarkan zakat hasil bumi sebagai berikut :
 Milik orang islam
 Yang memiliki adalah orang merdeka
 Milik sendiri
 Sampai nishabnya

Nishab dan zakat hasil bumi
Nishab hasil bumi yang sudah dibersihkan, ialah 5 wasaq, yaitu kira-kira 700 kg. sedangkan yagn masih berkulit nishabnya 10 wasaq = 1.400 kg. zakatnya 10% jika diairi dengan air hujan, air sungai, siraman air yang tidak dengan pembelian(ongkos). Jika diairi dengan air pembelian maka zakatnya 5%.

5. Zakat Barang Tambang dan Barang Temuan
Hasil tambang yagn wajib dikeluarkan zakatnya ialah emas dan perak yang diperoleh dari hasil pertambangan.
Rikaz ialah harta benda orang-orang purbakala yang berharga yang diketemukan oleh orang-orang pada masa sekarang, wajib dikeluarkan zakatnya.
Syarat-syaratny mengeluarkan zakat rikaz :
 Milik orang islam
 Yang memiliki adalah orang merdeka
 Milik sendiri
 Sampai nishabnya




Nishab dan zakat barang tambang dan barang temuan
Nishab barang-barang tambang dan harta temu-temuan, dengan nishab emas dan perak, yakni 20 mitsqal = 96 gram untuk emas dan 200 dirham (672 gram) untuk perak. Zakatnya masing-masing 2 ½% atau seperempat puluh.

C. Zakat Fitrah
Zakat fitrah ialah zakat pribadi yang harus dikeluarkan pada hari raya fitrah. Zakat fitrah untuk tia-tiap jiwa 1 sha = 2,305 kg (dibulatkan menjadi 21/2 kg) dari beras atau lainnya yang menjadi makanan pokok bagi penduduk negeri. Lebih utama dikeluarkan sebelum sholat Idul Fitri dan boleh juga dikeluarkan semenjak permulaan bulan ramadhan.

Orang yang berhak menerima zakat :
1) Fakir
2) Miskin
3) Amil
4) Muallaf
5) Hamba Sahaya
6) Gharim
7) Sabilillah
8) Musafir

D. Cara Pementasan Kemiskinan
Caranya yaitu kita memberi zakat kepada orang yang tidak mampu berupa uang atu modal untuk usaha supaya mereka yang kurang mampu mempunyai penghasilan yang tetap dan merubah hidupnya dari yang sebelumnya kekurangan menjadi lebih baik dan maju.

DAFTAR PUSTAKA

Fiqih Islam Lengkap Karangan Drs. H. Moh. Rifa’i.

HAK ASASI MANUSIA (CIVIC EDUCATION )

PENGERTIAN HAK ASASI MANUSIA

Hak-hak asasi manusia adalah ha-hak dasar yang dinawa sejak lahir dan melekat dalam potensinya sebagai makhluk dan wakil tuhan.Miriam budiardjo menegaskan bahwa hak-hak asasi manusia adalah sebagai hak yabg dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
Manusia yang memahami tentang hak-hak dasarnya,berarti memiliki nilai lebih dibandingkan dengan yang lain yang tidak menyadari akan potensi dan hak-hak dasar kamanusiaan, sedangkan nilai dasar itu adalah nilai moral yang setiap tindakannya harus bias di pertanggung jawabkan, baik di depan manusia atau penciptaNya. Atau, boleh di tegaskan dengan ungkapan bahwa nilai seorang pribadi adalah sama dengan nilai kemanusiaan universal, sebagaimana nilai kemanusiaan universal adalah sama nilainya dengan nilai kosmos seluruh alam semesta.
Secara definitif, hak merupakan unsur normative yang berfungsi sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan, serta menjamin adanya peluangbagi manusia dalam menjaga harkat dan martabatnya. Menurut James W Nickel, hak mempunyai unsur-unsur :
1. pemilik hak
2. ruang lingkup penerapan hak
3. pihak yang bersedia dalam penerapan hak.
Ketiga unsur ini menyatu dalam pengertian dasar dan hak. Dengan demikian, hak merupakan unsur normative yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapanya berada dalam ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi
Semua hak asasi manusia adalah universal, tak terbagi, interdependen, dan saling terkait.pendidikan adalah alat yang paling mangkus untuk pengembangan nilai-nilai yang berhubungan dengan hak asasi manusia.


Pendidikan hak asasi manusia haruslah mengembangkan kemampuan untuk menilai kebebasan pemikiran, kata hati, dan keyakinan, kemampuan untuk menialai kesamaan, keadlian dan cinta, dan suatu kempuan untuk mengasuh dan melindungi hak-hak anak, kaum wanita, kaum pekerja, minoritas etnik, kelompok-kelompok yang tak beruntung, dan seterusnya.
Istilaha hak-hak asasi manusia ( HAM ) bermula dari barat yang dikenal dengan right of man, menggantikan istilah natural man. Karena istilah right of man di pandang tidak mencangkup right of women, maka oleh Eleaneor Roosevelt dig anti dengan istilah human right, yang dipandang lebih netral dan universal.

HAK ASASI MANUSIA DI BARAT
Di dunia barat, penegakan HAM dimulai sekitar abad XIII, ketika pada tahun 1215 Raja John dari inggris mengeluarkan sebuah piagam yang terkenal dengan nama magna charta atau piagam agung. Piagam ini memuat beberapa hak yang diberikan kepada kaum bangsawan sebagai buah hasiltuntutan mereka sekaligus membuat pembatasan kekuasaan raja.
Sebenarnya, tidak semua orang tahu dari isi piagam tersebut sampai abad ke-17,ternyata isinya berhubungan pula dengan konsep manusia tentang hak-hak asasi dan hak-hak warga Negara. Bukti praktis dan pelaksanaan konsep-konsep tersebut baru bias ditemukan pada akhir abad ke – 18, yaitu dalam proklamasi dan konstitusi Amerika Serikat dan Perancis.
Puncak perkembangan HAM terjadi pada tanggal 10 desember 1948 disahkannya hak-hak asasi manusia sedunia ( universal declaration of human right ) oleh perserikatan bangsa-bangsa, setelah selama dua tahun suatu panitia di bentuk oleh PBB dengan nama komisi hak asasi. Secara rinci, komisi ini merumuskan tentang hak politik, hak ekonomi, hak social, dan sebagainya, yang seluruhnya terdiri dari 30 pasal. Majelis umum PBB menyatakan bahwa deklarasi ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan Negara, yang kemudian di umumkan dan di setujui oleh Resoluso Majelis Umum PBB nomor 217 A ( III ) 10 Desember 1948, yang di dalamnya memuat pertimbangan-pertimbangan, bahwa :
1. Pengakuan atas martabat yang melekat dan hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari semau anggota keluarga kemanusiaan, kaedilan, dan perdamian dunia.

2. Bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada hak-hak asasi manusia tekah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan rasa kemarahan dalam hati umat manuisa dan bahwa terbentuknya suatu dunia dimana manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan agama serta kebebasan dari rasa takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.
3. Hak-hak manusia perlu dilindungi oelh peraturan hokum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terkhir guna menetang kelaliman dan penjajahan.
4. Persahabatan antara Negara-negara perlu di anjurkan.
5. Bangsa-bangsa dari anggota PBB dalam piagam telah menyatakn sekali lagi kepercayaan mereka atas hak-hak asasi manusia, martabat serta penghargaan seseorang, dan hak-hak yang sama bagi laki-laki maupun perempuan dan telah memutuskan akan mengingkatkan kemajuan social dan tingkat penghidupan yang labih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.
6. Negara-negara anggota telah berjanji akan mencapai perbaikan penghargaan umum terhadap pelaksanaan hak- hak manusia dan kebebasan-kebebasa asas dalam kerja sama dengan PBB
7. Pengertian umum terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan ini adalah penting sekali untuk pelaksanaan janji ini secara benar.

HAK ASASI MANUSIA DAN IDEOLOGI PANCASILA

Bagi bangsa Indonesia , persoalan hak asasi manusia harus digali dan cari akar-akarnyadalam ideology nasional pancasila, sekalipun disadari bahwa di masyarakat sekarang berkembang sikap-sikap skeptis, bahkan sinis, kepada berbagai usaha indokr-trinasi pancasila, yang disebabkan kenyataan banyaknya kesenjangan antara yang diucapkan secara lisan dengan yang dilakuakn dalam tindakan. Hak dan kewajiban setiap pribadi warga Negara adalah sama dihadapan nilai kefalsafatan Negara. Hak seseorang terhadap yang lain adalah kewajiban orang lain itu, dan kewajiban seseorang terhadap orang lain adalah hak orang bersangkutan.

Pancasila sebagai falsafah dan dasar hidup bermasyarakat,berbangsa dan bernegara, dimana masing-masing silanya merupakan kesatuan yangutuh dan bernuara dari kesadaran dan keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERUNDANG -UNDANGAN NASIONAL

Dalam ketatanegaraan Indonesia, pengaturan HAM terdapat dalam perundang-undangan yang dijadikan acuan normative dalam pemajuan dan perlindungan HAM. Dalam perundang-undangan RI, paling tidak terdapat empat bentuk tertulis yang memuat tentang HAM yakni;
1. Dalam konstitusi ( undang-undang dasar Negara ) selain terdapat dalam UUd hasil amandemen kedua UUD 1945, juga dalam amamandemen I-IV konstitusi RIS dan UUDS 1950.
2. Dalam ketetapan MPR dapat dilihat dalam TAP MPR nomor XVII tahun 1998 tentang pandangan dan sikap bangsa Indonesia terhadap HAM dari piagam HAM nasional.
3. Dalam UU pengaturan HAM dalam undang-undang yang pernah dikeluarkan pemerintah RI, antara lain :
a) UU No. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.
b) UU No. 5 tahun 1998 tentang retifikasi konvensi anti penyiksaan, perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat.
c) UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
d) UU No. 9 tahun 1998 tentang kebeasan menyatakan pendapat.
e) UU No. 11 tahun 1998 tentang amandemen terhadap UU No. 25 tahun 1997 tentang hubungan perbruhan.
f) UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM
g) UU No. 40 tahun 1999 tentang pers
h) UU No. 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM



4. Dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah (PP), keputusan presiden dan perturan pelaksanaan lainya, missal :
a) Peraturan pemerintah pengganti UU (perpu) No. 1 tahun 1999 tentang pengadilan HAM
b) Kepres No. 181 tahun 1998 tentang pendirian komisi nasional penghapusan kekerasan terhadap wanita.
c) Kepres No. 129 tahun 1998 tentang rencana retifikasi berbagai instrument hak asasi manusai PBB serta tindak lanjutnya.
d) Kongres No. 31 tahun 200 tentang pembentukan pengadilan HAM pada pengadilan Negeri Jakarta pusat, Pengadilan Negeri Surabaya dan pengadilan negeri Makassar
e) Kepres No. 5 tahun 2001 tentang pembentukan pengadilan HAM Ad Hoc pada pengadilan Negeri Jakarta pusat, yang di ubah dengan kepres No. 96 tahun 2001
f) Kepres No. 81 tahun 1998 tentang komisi nasional anti kekerasan terhadap perempuan.

Jumat, 01 April 2011

NEGARA (CIVIC EDUCATION)

A. NEGARA
1. Pengertian Negara
Secara istilah Negara merupakan terjemahan dari kata-kata asing, yakni state (bahasa Inggris), Staat (bahasa Belanda dan Jerman) dan etat (bahasa Perancis), kata state, staat, etat itu diambil dari kata bahasa latin status atau statum, yang berarti keadaan yang tegak dan tetap atau sesuatu yang memiliki sifat-sifat yang tegak dan tetap.
Secara terminologi, Negara diartikan dengan organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-cita untuk bersatu, hidup dalam daerah tertentu dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah Negara yang meniscayakan adanya unsur dalam sebuah Negara, yakni adanya masyarakat (rakyat), adanya wilayah (daerah) dan adanya pemerintah yang berdaulat.
Menurut Roger H. Soltao, Negara didefinisikan dengan alat (agency) atau wewenang masyarakat. Menurut Haroid. J. Laski negera marupakan suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Max Weber mendefinisikan bahwa negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah dengan berdasarkan system hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberikan kekuasaan memaksa.
2. Tujuan Negara
Tujuan sebuah Negara dapat bermacam-macam, antara lain:
a. Memperluas kekuasaan.
b. Menyelenggarakan ketertiban hukum.
c. Mencapai kesejahteraan hukum.
2
3
Menurut Plato tujuan Negara adalah untuk memajukan kesusilaan manusia, sebagai perseorangan (individu) dan sebagai makhluk social. Sedangkan menurut Roger H. Soltau tujuan Negara adalah memungkinkan rakyatnya berkembang serta menyelenggarakan daya ciptanya sebebas mungkin (the freest possible development and creative self-expression of its members).
Dalam Islam, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Arabi, tujuan Negara adalah agar manusia bisa menjalankan kehidupannya dengan baik, jauh dari sengketa.
Dalam konteks Negara Indonesia, tujuan Negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanaan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social.

B. BEBERAPA TEORI TENTANG TERBENUTKNYA NEGARA
1. Teori kontrak social (social contract)
Teori ini beranggapan bahwa Negara dibentuk berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Beberapa pakar penganut teori kontrak sosial yang menjelaskan teori asal-mula Negara, diantaranya:
a. Thomas Hobbes (1588-1679)
Menurutnya syarat membentuk Negara adalah dengan mengadakan perjanjian bersama individu-individu yang tadinya dalam keadaan alamiah berjanji akan menyerahkan semua hak-hak kodrat yang dimilikinya kepada seseorang atau sebuah badan. Tekhnik perjanjian masyarakat yang dibuat Hobbes sebagai berikut setiap individu mengatakan kepada individu lainnya bahwa “Saya memberikan kekuasaan dan menyerahkan hak memerintah kepada orang ini atau kepada orang-orang yang ada di dalam dewan ini dengan syarat bahwa saya memberikan hak kepadanya dan memberikan keabsahan seluruh tindakan dalam suatu cara tertentu”.
b. John locke (1632-1704)
Dasar kontraktual dan Negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa kekuasaan penguasa tidak pernah mutlak tetapi selalu terbatas, sebab dalam mengadakan perjanjian dengan seseorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-hak alamiah mereka.


4
c. Jean Jacques Rousseau (1712-1778)
Keadaan alamiah diumapamakannya sebagai keadaan alamiah, hidup individu bebas dan sederajat, semuanya dihasilkan sendiri oleh idividu dan individu itu puas. Menurut “Negara” atau “badan korporatif” dibentuk untuk menyatakan “kemauan umumnya” (general will) dan ditujukan pada kebahagiaan besama. Selain itu Negara juga memperhatikan kepentingan-kepentingan individual (particular interest). Kedaulatannya berada dalam tangan rakyat melalui kemauan umumnya.
2. Teori Ketuhanan
Negara dibentuk oleh Tuhan dan pemimpin-pemimpin Negara ditunjuk oleh Tuhan Raja dan pemimpin-pemimpin Negara hanya bertanggung jawab pada Tuhan dan tidak pada siapapun.
3. Teoir kekuatan
Negara yang pertama adalah hasil dominasi dari komunikasi yang kuat terhadap kelompok yang lemah, Negara terbentuk dengan penaklukan dan pendudukan. Dengan penaklukan dan pendudukan dari suatu kelompok etnis yang lebih kuat atas kelompok etnis yang lebih lemah, dimulailah proses pembentukan Negara.
4. Teori Organis
Negara dianggap atau disamakan dengan makhluk hidup, manusia atau binatang individu yang merupakan komponen-komponen Negara dianggap sebagai sel-sel dari makhluk hidup itu. Kehidupan corporal dari Negara dapat disamakan sebagai tulang belulang manusia, undang-undang sebagai urat syaraf, raja (kaisar) sebagai kepala dan para individu sebagai daging makhluk itu.
5. Toeri Historis
Teori ini menyatakan bahwa lembaga-lambaga sosial tidak dibuat, tetapi tumbuh secara evolusioner sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan manusia.
C. RELASI NEGARA DAN AGAMA
Pada dasarnya, peran dan fungsi agama sangatlah ditentukan oleh para penganutnya. Pemahaman dan penyikapan para penganut terhadap agama sangat mempengaruhi perjalan dan dinamika agama dalam pergumulannya dengan perkembangan suatu negara. Dalam memahami hubungan agama dan negara, ada beberapa konsep atau paham yang berkembang dianut oleh kebanyakan negara. Paham-paham tersebut adalah:

5
1. Hubungan agama dan Negara menurut paham teokrasi
Negara menyatu dengan agama. Karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan segala kata kehidupan dalam masyarakat bangsa, Negara di lakukan atas titah Tuhan.
2. Hubungan agama dan Negara menurut paham sekuler
Norma hukum ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau firman-firman Tuhan. Meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentangan dengan norma-norma agama.
3. Hubungan agama dan Negara menurut paham komunis
Kehidupan manusia adalah dunia manusia itu sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat Negara. Sedangkan agama dipandang sebagai candu masyarakat, dan manusia itu ditentukan oleh dirinya sendiri.
Sebagai agama (din) dan Negara (dawlah), agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga politik dan sekaligus lembaga agama. Beberapa pradigma yang menjelaskan hubungan antara agama dan Negara:
1. Paradigm integralistik
Agama dan Negara merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu. Ini juga memberikan pengertian bahwa Negara merupakan suatu lembaga.
2. Paradigm simbiotik
Antara agama dan Negara merupakan dua identitas yang berbeda. Tetapi saling mebutuhkan oleh karenanya, konstitusi yang berlaku dalam paradigm ini tidak saja berasal dari adanya social contract, tetapi bisa saja diwarnai oleh hukum agama (syari’at).
3. Paradigm sekularistik
Agama dan Negara merupakan dua bentuk yang berbeda antara satu sama lain memiliki dan satu sama lain memiliki garapan bindangnya masing-masing. Sehingga keberadaannya harus dipisahkan dan tidak boleh satu sama lain melakukan intervensi berdasar pada pemahaman yang dikotomis ini. Maka hukum positif yang berlaku adalah hukum yang betul-betul bersal dari kesepakatan manusia.

6
D. BENTUK-BENTUK NEGARA
Bentuk Negara dalam konsep dan teori modern saat ini terbagi dalam kedua bentuk Negara, yakni Negara kesatuan (unitarisme) dan Negara serikat (federasi).
1. Negara kesatuan
Negara kesatuan merupakan bentuk suatu Negara yang merdeka dan berdaulat. Dengan satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah.
Negara kesatuan ini terbagi 2 macam, yaitu:
a. Negara kesatuan dengan system sentralisasi yaitu urusan Negara langsung diatur oleh pemerintah pusat.
b. Negara kesatuan dengan system desentralisasi yakni kepala daerah sebagai pemerintah daerah.

2. Negara serikat
Kekuasaan asli dalam Negara federasi merupakan tugas Negara bagian, karena ia berhubungan dengan rakyatnya, semetara Negara federasi bertugas untuk menjalankan hubungan luar negeri. Pertahanan Negara. Keuangan dan urusan pos.
Selain kedua bentuk Negara tersebut. Bentuk Negara ke dalam tiga kelompok yaitu:
a. Monarki
Negara monarki adalah bentuk Negara yang dalam pemerintahannya hanya dikuasai dan diperintah (yang berhak memerintah) oleh satu orang saja.
b. Oligarki
Oligarki ini biasanya diperintah dari kelompok orang yang berasal dari kalangan feudal.
c. Demokrasi
Rakyat memiliki kekuasaan penuh dalam menjalankan pemerintahan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ghazali, Adeng Muchtar, Civic Education, Pendidikan Kewarganegaraan Prespektif Islam, 2004, Bandung:Benang Merah Press

ULUMUL QURAN MAKKIYAH DAN MADINAH

A. Gambaran Umum Makki Dan Madani
Dakwah menuju jalan Allah itu memerlukan metode tertentu dalam menghadapi hati masyarakat yang telah terperosok dalam kerusakan aqidah, perundang-undangan dan perilaku. Beban dakwah baru bisa diwajibkan setelah benih subur tersedia baginya dan pondasi kua
2
telah dipersiapkan untuk memikul beban dakwah tersebut. Asas perundang-undangan dan aturan sosial baru bisa digariskan setelah hati manusia dibersihkan dari segala kerusakan aqidah dan tujuan dakwah telah ditentukan.
Orang yang membaca Al Qur‟an Karim akan melihat bahwa ayat-ayat Makkiah
mengandung karakteristik yang tidak terkandung di dalam ayat-ayat Madaniah, baik dalam irama, makna dan tutur penyampaiannya meskipun keduanya saling menopang dalam menentukan hukum-hukum dan perundang-undangan.
Pada zaman jahiliyah masyarakat sedang dalam keadaan buta dan tuli, menyembah berhala, mempersekutukan Allah, mendustakan wahyu dan mengingkari hari akhir sebagaimana kata mereka:

“Dan mereka berkata: Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita
mati dan hidup dan yang akan membinasakan kita hanyalah waktu” (Al Jasiyah 24)
Mereka ahli berdebat dengan kata-kata yang pedas dan retorika yang luar biasa, sehingga ayat-ayat Makkiah yang diturunkan di Makkah juga merupakan goncangan yang mencekam di hati mereka, membakar seperti api yang memberi tanda bahaya disertai argumentasi yang sangat tegas dan kuat. Karakteristik ayat ini dapat menghancurkan keyakinan mereka terhadap berhala-berhala pujaan mereka dan mengantarkan mereka kepada agama tauhid.
Setelah tiga belas tahun turunnya ayat-ayat Makki terbentuk masyarakat yang beriman kepada Allah serta aqidahnya telah diuji dengan berbagai cobaan dari orang musyrik pada zaman itu dan ternyata mereka dapat bertahan, maka Allah menurunkan ayat-ayat Madaniah dengan sebelumnya memerintahkan mereka untuk meninggalkan tanah kelahiran mereka dan sanak saudara mereka untuk berhijrah ke kota Madinah.
Dan jika kita melihat ayat-ayat Madaniah yang panjang, membicarakan hukum islam serta ketentuan-ketentuannya, mengajak berjihad dan berkorban di jalan Allah, meletakkan kaidah-kaidah kemasyarakatan, menentukan hubungan pribadi antar golongan dan bangsa. Juga menyingkap aib dan isi hati orang-orang munafik serta berdialog dengan para ahli kitab dan membungkam hujjah-hujjah yang mereka kemukakan, inilah ciri umum dari ayat-ayat Madaniah.
B. Perbedaan Makki dan Madani
Sebelum membedakan Makki dan Madani terlebih dahulu kita harus mengetahui
bagaimana para ulama menentukan dan memutuskan bahwa suatu ayat atau surat disebu
Makki dan Madani. Dan untuk mengetahui Makki dan madani para ulama bersandar pada dua
cara utama yaitu:
1.Sima‟i Naqli
Cara ini didasarkan pada riwayat shahih dari para sahabat yang hidup pada saat dan
menyaksikan turunnya wahyu, atau dari para tabi‟in yang mendengar dari para sahabat
bagaimana, dimana dan peristiwa apa yang berkaitan dengan turunnya wahyu tersebut. Cara ini menjadi cara utama para ulama menentukan suatu ayat Al Qur‟an apakan termasuk dalam kategori Makkiah atau Madaniah.
2. Qiyas Ijtihadi
Cara ini didasarkan pada ciri-ciri dari Makki dan Madani, para ulama mengelompokkan ayat-ayat Makki dengan meneliti ciri dari ayat-ayat tersebut meskipun terdapat dalam surat Madani, begitu juga sebaliknya. Dan bila dalam suatu surat terdapat ciri-ciri Makki lebih dominan daripada Madani maka Surat tersebut secara qiyas ijtihadi disebut sebagai Surat Makki, begitu juga sebaliknya.1
Sedikitnya ada empat landasan teori yang dikemukakan oleh para Ulama dalam menentukan kriteria untuk memisahkan bagian yang disebut Makki dan Madani, dan keempat teori tersebut memiliki dasarnya sendiri sebagai berikut:2
1. Dari Tempat Turunnya (Mulãhazhatu Makãnin Nuzul)
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan di Makkah dan
sekitarnya, seperti Mina, arafah, dan Hudaibiyah. Dan Madani diturunkan di Madinah dan sekitarnya, seperti Uhud, Quba, dan Sil. Pendapat ini mengakibatkan tidak adanya pembagian secara konkrit, sebab ayat-ayat yang turun di perjalanan seperti di Baitul Maqdis atau Tabuk tidak termasuk dalam kedua kategori tempat turunnya sehingga ayat-ayat tersebut tidak dinamakan Makki dan tidak juga Madani.
2. Dari Sasaran Turunnya (Mulãhazhatu Mukhãtabiina Fin Nuzul)
Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang seruannya ditujukan untuk
penduduk Makkah dan Madani seruannya ditujukan untuk penduduk Madinah.
Berdasarkan pendapat ini, para ulama yang mendukungnya menklasifikasikan bahwa
ayat Al Qur‟an yang mengandung seruan yã ayyuhan nãs (wahai manusia) adalah
Makki, sedangkan ayat yang mengandung seruan yã ayyuhal ladziina ãmanu (wahai
orang-orang yg beriman) adalah Madani. Namun pada kenyataannya tidak semua ayat
Al Qur‟an didahului dengan kata-kata tersebut.
3. Dari Waktu Turunnya (Mulãhazhatu Zamãnin Nuzul)
1Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif)
2H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 78

Makki adalah ayat atau surat dalam Al Qur‟an yang diturunkan sebelum hijrah
meskipun bukan di kota Makkah dan Madani diturunkan setelah hijrah meskipun
diturunkan di Makkah atau bukan di kota Madinah, misalnya:

“Hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, telah Kulengkapi kepadamu
nikmat-Ku dan telah Kuridhai Islam menjadi agama bagimu” (Al Ma‟idah 3)
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan oleh Umar RA., dijelaskan bahwa ayat tersebut di atas diturunkan pada malam Arafah hari jum‟at tahun haji Wada‟. Dan pendapat ini lebih baik dari dua pendapat sebelumnya karena lebih memberikan kepastian dan konsistensi.3
Kelebihan dari teori ini menurut para ulama adalah teori yang paling selamat, karena
rumusan teori ini mencakup seluruh isi Al Qur‟an sebab semua surah/ayat dalam Al
Qur‟an kalau tidak turun sebelum hijrah pasti turun setelah hijran. Jadi tidak satupun
surah/ayat Al Qur‟an yang terlepas dari rumusan teori ini.4
4. Dari Isi yang Terkandung (Mulãhazhatu Mã Thadhammant Assurah)
Makki menurut teori ini ialah surah/ayat yang berisi cerita-cerita ummat dan para Nabi
terdahulu, sedang Madani menurut teori ini adalah surah/ayat yang berisi hukum-hukum
hudud, fara‟id dan sebagainya. Dalil yang dijadikan landasan teori ini ialah riwayat
Hisyam dari ayahnya Al Hakim, sebagai berikut:

Setiap surah yang di dalamnya disebutkan hukum-hukum, fara‟id adalah Madaniyah, dan setiap surah yang didalamnya disebutkan kejadian-kejadian masa lalu adalah Makkiyah.
3Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996)
4H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA.,Ulumul Qur‟an (Edisi Lengkap), (Surabaya: Dunia ilmu, 2009), 85


5
Kelebihan dari teori ini adalah kriterianya jelas, lebih mudah untuk dikenali sebab hanya dengan melihat tanda-tanda tertentu dalam surah/ayat sehingga lebih gampang untuk membedakannya.5
C. Ciri Khas Makki dan Madani
Dengan menamakan sebuah surah itu Makkiah atau Madaniah tidak berarti bahwa surat tersebut seluruhnya Makkiah atau Madaniah, sebab di dalam surat Makkiah terkadang terdapat ayat-ayat Madaniah, dan di dalam surah Madaniah pun terkadang terdapat ayat-ayat Makkiah. Dengan demikian, penamaan surah itu Makkiah atau Madaniah adalah menurut sebagian besar ayat-ayat yang terkandung di dalamnya. Karena itu, dalam penamaan surah sering disebutkan bahwa surah itu Makkiah kecuali ayat "anu" adalah Madaniah; dan surah ini Madaniah kecuali ayat "anu" adalah Makkiah, misalnya surah Al Anfal itu Madaniah, tetapi banyak ulama mengecualikan ayat 30 yang dianggap sebagai ayat Makkiah.6

“Dan ketika orang kafir (Quraisy) membuat makar terhadapmu untuk
memenjarakanmu atau membunuhmu atau mengusirmu, mereka berbuat makar akan tetapi Allah menggagalkan makar mereka, sesungguhnya Allah sebaik-baik pembalas makar” (Al Anfal 30)
Para ulama telah meneliti surat-surat Makki dan Madani, dan menyimpulkan beberapa ketentuan analogis dari keduanya yang menerangkan ciri-ciri khas, gaya bahasa, dan persoalan- persoalan yang dibicarakannya. Dari situ para ulama dapat menyimpulkan kaidah-kaidah dari ciri khas tersebut, yaitu:
1. Ketentuan Makki dan ciri khas temanya.
Dari segi Ketentuan sbb:
a.Setiap yang di dalamnya mengandung “sajdah” maka surat tersebut adalah bagian
dari Makki.
b. Setiap surat yang mengandung lafalk al la, berarti Makki. Lafal ini hanya terdapat
dalam separuh terakhir dari Al qur‟an, dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali
dalam lima belas surat.
c. Setiap surat yang mengandung lafal yã ayyuhan nãs dan tidak mengandung lafaly ã
ayyuhal lazina ãmanu berarti Makki, kecuali surat Al hajj yang pada akhir surat
5Ibid. , 87.
6 Al Wahidy, Asbabu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq


6
terdapat lafal ya ayyuhal lazina ãmanurka‟u wasjudu, namun sebagian besar ulama
berpendapat bahwa ayat tersebut adalah ayat Makkiah.
d. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi dan umat terdahulu adalah Makki,
kecuali surat Al Baqarah.
e. Setiap surat yang dibuka dengan huruf-huruf singkatan seperti Alif Lãm Mim, Alif
Lãm Rã, Hã Mim dan lainnya adalah Makki, kecuali surat Al Baqarah dan surat Ali
imran dan surat Al ra‟d masih diperselisihkan.
sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut:
a. Ajakan kepada tauhid dan beribadah hanya kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, hari kebangkitan dan hari pembalasan, hari kiamat dan kengeriannya, neraka dan azabnya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti yang rasional dan ayat-ayat kauniyah.
b. Peletakan dasar umum bagi perundang-undangan dan akhlaq mulia yang menjadi terbentuknya suatu masyarakat, dan penyingkapan dosa orang-orang musyrik dalam menumpahkan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan bayi perempuan hidup-hidup dan tradisi buruk lainnya.
c. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umat terdahulu sebagai pelajaran bagi mereka sehingga mengetahui nasib orang yang mendustakan perintah Allah sebelum mereka.
d. Sebagai hiburan untuk Rasulullah dan para pengikutnya agar mereka tabah dalam menahan cobaan dan hinaan dari orang-orang kafir, dan untuk menambahkan keyakinan mereka bahwa Allah berada di pihak mereka.
e. Suku katanya pendek disertai kata-kata yang mengesankan sekali, pernyataan singkat ditelinga terasa menembus dan terdengar sangat keras, menggetarkan hari dan maknanyapun meyakinkan dengan diperbuat dengan lafal-lafal sumpah.7
2. Ketentuan Madani dan ciri khas temanya.
Dari segi Ketentuan sbb:
a. Setiap surat yang berisi kewajiban atauh ad (sanksi) adalah Madani.
b. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan tentang orang munafiq adalah Madani
kecuali surat Al Ankabut adalah Makki.
c. Setiap surat yang didalamnya terdapat dialog dengan para ahli kitab adalah Madani.
sedangkan dari segi tema dan gaya bahasa dapat diringkas sebagai berikut:
7 Ahmad Von Denver, Ulum Al Qur‟an (United Kingdom: The Islamic Foundation)

7
a.Menjelaskan tata cara ibadah, mu‟amalah,had, kekeluargaan, warisan, jihad, kaidah hukum, masalah perundang-undangan dan hubungan sosial baik di waktu damai maupun saat perang.
b. Seruan terhadap Ahli Kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, dan ajakan kepada mereka untuk memeluk agama Islam, penjelasan mengenai penyimpangan mereka terhadap kitab-kitab Allah terdahulu, permusuhan mereka terhadap kebenaran dan perselisihan mereka setelah kebenaran datang kepada mereka karena rasa dengki diantara sesama mereka.
c. Menyingkap perilaku orang-orang munafiq, menganalisis kejiwaan mereka,
membuka kedoknya dan menjelaskan bahwa mereka berbahaya bagi agama.
d. Suku kata dan ayat-ayatnya panjang dengan gaya bahasa yang memantapkan
ketentuan syari‟at serta menjelaskan tujuan dan sasaran syari‟at tersebut.
D. Faedah Mengetahui Makki dan Madani
Pengetahuan tentang Makki dan Madani banyak faedahnya diantaranya adalah:
1. Sebagai alat bantu dalam menafsirkan Al Qur‟an, sebab mengetahui tempat turunnya suatu ayat dapat membantu memahami ayat tersebut dan menafsirkannya dengan tafsiran yang benar, sekalipun yang menjadi pegangan adalah pengertian umum lafaz, bukan sebab yang khusus. Berdasarkan hal tersebut seorang penafsir dapat membedakan antara ayat yang nasikh dan mansukh, yakni bila diantara kedua ayat terdapat makna yang kontradiktif maka yang datang kemudian merupakan nasikh atas ayat yang terdahulu.
2. Pembeda antara nasikh (hukum yang menghapus) dengan mansukh (hukum yang dihapus). Seandainya terdapat dua ayat yaitu Madaniah dan Makkiah yang keduanya memenuhi syarat-syarat naskh (penghapusan) maka ayat Madaniah tersebut menjadi nasikh bagi ayat Makkiah karena ayat Madaniah datang belakangan setelah ayat Makkiah.
3. Mengambil istimbath dari gaya bahasa Al Qur‟an dalam berdakwah dan memanfaatkannya dalam metode berdakwah menuju jalan Allah SWT., sebab setiap situasi mempunyai bahasa sendiri. Memperhatikan apa yang dikehendaki oleh situasi merupakan arti paling khusus dalam ilmu retorika. Karakteristik gaya bahasa Makki dan
Madani dalam Al Qur‟an memberikan kepada siapa saja yang membaca dan
mempelajarinya sebuah metode penyampaian dakwah ke jalan Allah SWT., sesuai dengan kejiwaan lawan bicara dan menguasai pikiran dan perasaannya dengan penuh kebijaksanaan.
4. Mengetahui sejarah hidup Rasulullah melalui ayat-ayat Al Qur‟an, sebab turunnya wahyu kepada Rasulullah sejalan dengan sejarah dakwah dan segala peristiwa yang beliau hadapi saat itu, baik pada periode dakwah di Makkah mapun Madinah. Sejak
permulaan turunnya wahyu hingga ayat terakhir, Al Qur‟an adalah sumber pokok bag


8
peri hidup Rasulullah, maka dari itu sejarah dakwah beliau yang diriwayatkan oleh para
ahli sejarah harus sesuai dengan Al Qur‟an.8
E.Hikmah Turunnya Al Qur’an berangsur-angsur
Telah jelas dari pembagian Al Qur‟an menjadi ayat-ayat Makkiah dan Madaniah menunjukkan bahwa Al Qur‟an turun secara berangsur-angsur. Turunnya Al-Qur‟an dengan cara tersebut memiliki hikmah yang banyak, diantaranya adalah memberi kemudahan bagi manusia untuk menghafal, memahami serta mengamalkannya karena Al Qur‟an dibacakan kepada mereka secara bertahap, berdasarkan firman Allah SWT:

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: „Pada keduanya itu
terdapat dosa besar dan berupa manfa‟at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya.”(Al Baqarah: 219)
8 Manna Khalil Al Qattan, Mabahit fi Ulumil Qur‟an (Riyadh: Maktabah Al Ma‟ari

Ayat ini membentuk kesiapan jiwa-jiwa manusia untuk pada akhirnya mau menerima pengharaman khamr, dimana akal menuntut untuk tidak membiasakan diri dengan sesuatu yang dosanya lebih besar daripada manfaatnya. Kemudian yang kedua turun firman Allah „Azza wa Jalla:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan.” (An Nisaa‟: 43)
Dalam ayat tersebut terdapat perintah untuk untuk membiasakan meninggalkan khamar pada
keadaan-keadaan tertentu yaitu waktu shalat. Kemudian tahap ketiga turunlah firman Allah
„Azza wa Jalla:

“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya meminum khamar, berjudi, beribadah
kepada berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keuntungan. Sesungguhnya syaithan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) arak atau berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu(” (Al
Maa‟idah: 90-91)
Dalam ayat di atas terdapat larangan meminum khamar pada semua keadaan, hal itu sempurna setelah melalui tahap pembentukan kesiapan jiwa-jiwa manusia kemudian diperintah untuk membiasakan diri meninggalkan khamar pada keadaan tertentu.9
9A l-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al -Qur‟an, Cahaya Tauhid Press Malang

DAFTAR PUSTAKA
Al Wahidy,. Asbãbu Nuzul Al Qur‟an, Al Mauqi‟ Al Waraq (Maktabah Syameela)
Al-„Utsaimin, Muhammad bin Shalih,. Bagaimana Kita Memahami Al-Qur‟an: edisi Indonesia,
(Malang: Cahaya Tauhid Press)
Departemen Agama RI, Al Qur‟an dan Terjemahnya.
H. Abdul Jalal, Prof. DR. HA., Ulumul Qur‟an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 2009)
Manna Khalil Al Qattan, Mabãhit fi Ulumil Qur‟an, (Riyadh: Maktabah Al Ma‟arif, 1996)
Von Denver, Ahmad,. Ulum Al Qur‟an , (United Kingdom: The Islamic Foundation)

'ALIM ULAMA PEWARIS PARA NABI

Agama adalah suatu yang sakral dalam kehidupan manusia secara umum dan kaum muslimin secara khusus. Karena agama diyakini sebagai suatu ajaran wahyu dari sang Pencipta. Keberadaan agama ditengah-tengah umat ibarat sang penyelamat dari berbagai malapetaka. Segala kerusakan dan kehancuran di muka bumi tak lain dan tak bukan adalah akibat ulah tangan kotor para musuh dan perusak agama.
Islam adalah satu-satunya agama yang benar yang sangat diharapkan kehadirannya untuk melanggengkan kehidupan di alam ini. Tanpa Islam rasanya sulit bagi manusia untuk lepas dari berbagai angkara murka yang terdapat pada gelombang kehidupan yang tak kenal belas kasih.
Keterikatan antara Islam dan ulama sangatlah erat. Perkembangan dan kemajuan Islam masa lampau tak lepas dari peran ulama. Di abad modern ini sosok-sosok ulama yang konsisten dengan agamanya sangat di butuhkan, dalam upaya mengembalikan kaum muslimin ke masa keemasannya. Yang dimaksud dengan ulama dalam konsep Islam yang benar adalah seseorang yang menguasai disiplin-disiplin ilmu Islam secara utuh mulai dari ilmu alat (bahasa, sastra, dll) sampai ilmu pelengkap lalu menerapkan dalam kepribadian, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Al-Imam Abu Qasim Al-Ashbahani pernah menyinggung tentang hal ini. Beliau mengatakan : “ Ulama Salaf menegaskan: Seseorang tidak dinyatakan sebagai Imam dalam agama Islam sampai dia memiliki beberapa hal sebagai berikut :
 Hapal berbagai bidang ilmu bahasa arab beserta perselisihannya.
 Hapal beraneka ragam perselisihan para fuqaha dan para ulama.
 Berilmu, paham dan hapal tentang i’irab (harakat akhir kata untuk menentukan kedudukan kata tersebut pada kalimat bahasa arab, pent.) dan perselisihannya.
 Berilmu tentang Kitabullah (Al-Qur’an) yang mencakup variasi bacaan beserta perselisihan para ulama tentangnya, tafsir ayat-ayat muhkam dan mutasyabih, nasikh mansukh dan kisah-kisah yang tertera didalamnya.
 Berilmu tentang hadist-hadist Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkemampuan untuk membedakan shahih dan dlaif(lemah), bersambung atau terputus (sanadnya), mursal daan musnadnya, masyhur dan gharibnya.
 Berilmu tentang atsar-atsar sahabat.
 Wara’.
 Memelihara muru’ah (kehormatan diri).
 Jujur.
 Terpercaya.
 Melandasi agamanya dengan Al-Quran dan Sunah

Apabila seseorang telah berhasil mengaplikasikan poin-poin diatas pada dirinya, maka ia boleh menjadi imam dalam madzhab serta berijtihad bahkan menjadi sandaran dalam agama dan fatwa. Lalu apabila dia gagal, tidak boleh baginya menjadi imam dalam madzhab dan panutan dalam berfatwa….” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah hal 306-307, cetakan Dar Rayah)
Para ulama memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Mereka adalah pewaris para nabi untuk mengemban misi dakwah Islam kepada segenap manusia. Baik dan buruknya suatu generasi, suatu kaum, suatu bangsa, suatu negeri, atau suatu lapisan masyarakat tergantung sejauh mana para ulama menjalankan perannya sebagai pelanjut dakwah para Nabi di jagat raya ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadist :
وان العلماء ورثة الا نبياء, وان الانبياء لم يور ثوا دينارا ولا د رهما وانماورثوا العلم فمن أخز به أخز بحظ وافر } روا5 ابن ما جه وا بن حبا ن {
“…. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidaklah mewariskan uang dinar dan tidak pula uang dirham. Hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barang siapa yang mewarisinya, berarti dia telah mendapatkan keuntungan yang sempurna. “
(HR. Ibnu Majah dan Ibnu Hibban)1
Keberadaan ulama pewaris para nabi di muka bumi merupakan rahmat bagi seluruh anak Adam. Karena tanpa mereka niscaya kehidupan manusia di seluruh alam ini tak jauh beda dengan kehidupan binatang. Bukankah kehidupan binatang hanya bertumpu pada pemuasan syahwat perut dan kemaluan tanpa pernah kenal syariat ? Maka demikianlah kehidupan anak cucu Adam, kalau tidak ada ulama pewaris Nabi yang mengenalkan syariat kepada mereka sepeninggal Nabi dan Rasul utusan Allah.
Al-Hasan Al-Bashri pernah menegaskan hal ini dalam sebuah nasehatnya, beliau berkata: “Kalau tidak ada ulama niscaya manusia seperti binatang.”(Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi hal. 15, cetakan Maktabah Dar Bayan)

SAHAM ULAMA PEWARIS NABI UNTUK ISLAM
Begitu pentingnya peran ulama pewaris nabi dalam mengemban misi dakwah Islam, tentu banyak pula saham yang telah mereka berikan untuk keberlangsungan Islam. Untuk mengetahui bentuk saham tersebut alangkah baiknya kita menyimak ucapan Syaikh Tsaqil bin Shalfiq Al-Qashimi tentang mereka. Beliau menjelaskan: “Mereka (ulama pewaris Nabi), adalah orang-orang yang mengembara dari satu negeri ke negeri yang lain untuk mengumpulkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian mencatatnya dalam lembaran-lembaran dengan metode yang bermacam-macam seperti (karya tulis berbentuk) musnad2, majma’3, mushannaf4, sunan5, muwaththa’6, az-zawaid7 dan mu’jam8.
Mereka menjaga hadits-hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam dari pemalsuan dan tadlis9. Mereka membedakan antara hadits-hadits shahih dari yang lemah. Oleh sebab itu mereka membuat kaidah-kaidah hadits yang mempermudah proses pembedaan antara hadits yang bisa diterima dari hadits yang harus ditolak.
Disamping itu mereka juga membeda-bedakan para perawi hadits. Mereka mengarang kitab-kitab tentang para perawi hadits: Yang terpercaya, yang lemah dan para pemalsu hadits. Mereka menukilkan pula (dalam karangan-karangan tersebut) ucapan para Imam yang memiliki ilmu dalam bidang pencatatan dan pemujian perawi hadits (para ulama jarh wa ta’dil). Bahkan mereka membeda-bedakan riwayat-riwayat dari rawi yang satu antara riwayat-riwayat yang ia diterima dari penduduk negeri Syam, penduduk negeri Iraq atau penduduk negeri Hijaz10, Mereka juga membedakan antara riwayat seorang yang mukhtalath (orang-orang yang kacau hapalannya) 11, mana hadits-hadits yang diriwayatkan sebelum ikhtilath dan yang diriwayatkan sesudahnya. Demikian seterusnya.
Sesungguhnya orang yang membidani ilmu hadits dengan berbagai macam cabangnya, pembagiannya, jenis dan karya-karya tulis tentangnya, akan benar-benar mengakui besarnya andil mereka (ulama pewaris nabi) dalam menjaga hadits Nabi sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Mereka telah menjelaskan aqidah Ahlus Sunah wal Jama’ah dengan seluruh bab-bab nya dan membantah para ahlul bid’ah yang menyimpang darinya. Mereka telah memberikan peringatan agar berhati-hati ahlul ahwa’ wal bid’ah, melarang duduk bersama mereka dan berbincang-bincang dengan mereka. Bahkan mereka tidak mau menjawab salam dari ahlul bid’ah, serta tidak mau menikahkan anak perempuannya dengan mereka dalam rangka menghinakan dan merendahkan ahlul bid’ah dan yang sejenisnya. Selanjutnya mereka menulis tentang hal ini dalam banyak tulisan.
Mereka telah mengumpulkan hadits-hadits dan atsar-atsar yang berkenaan dengan tafsir Al-Quran AL-Adhim, seperti Tafsir Ibnu Abi Hatim, Tafsir As-Shan’ani, Tafsir AnNaasa’i. Diantara mereka ada yang mengarang kitab-kitab tafsir mereka seperti Tafsir At-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir dan yang lainnya. Disamping mengarang kitab-kitab tafsir mereka juga membentuk kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip dasar tentang tafsir Al-Qur’an. Bahkan mereka juga membedakan antara penafsiran yang menggunakan riwayat dengan penafsiran yang menggunakan rasio.
Keemudian mereka juga meengarang kitab-kitab fiqh dengan seluruh bab-babnya. Mereka berusaha membahas setiap permasalahan fiqh dan menjelaskan hukum-hukum syariat amaliyah dilengkapi dengan dalil-dalil yang rinci dari Al-Qur’an, As Sunah,Ijma’ dan Qiyas(sebagai landasan pembahasan). Mereka meletakan kaidah-kaidah fiqh dan yang dapat mengumpulkan berbagai cabang dan bagian (permasalahan) dengan ilat (penyebab) yang satu. Lalu mereka juga menyusun ilmu ushul fiqh yang mengandung kaidah-kaidah untuk melakukan istinbath (pengambilan) hukum syariat yang bercabang-cabang. Mereka telah melahirkan karya-karya yang cukup banyak tentang disiplin-disiplin ilmu fiqh ini.
Berikutnya juga mengarang kitab-kitab sirah, tarikh, adab, zuhud, raqaiq(pelembut jiwa), bahasa arab, nahwu, dan bermacam-macam karangaan di berbagai bidang ilmu yang cukup banyak…”
Demikian keterangan yang dibawakan secara panjang lebar oleh Syaikh Tsaqil Ibnu Shalfiq Al-Qashimi. (Sallus Suyuf wa Asinnah ‘ala Ahlil Ahwa wal Ad’iyais Sunnah, hal. 76-77, penerbit Dar Ibnu Atsir)

Dari masa ke masa para ulama pewaris nabi telah berjasa dalam bidang-bidang ilmu seperti yang disebutkan diatas. Diantaranya adalah:
Ahmad bin Hanbal, Ad-Darimi, Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tarmidzi, An-Nasa’i, Malik bin Anas, Sufyan At-Tsauri, Ali bin Al-Madani, Yahya bin said, Al-Qahthan, Asy-Syafi’I, Abdullah bin Mubarak, Abdurrahman bin Mahdi, Ibnu Khuzaimah, Ad-Daruquthuni, Ibnu Hibban, Ibnu ‘Adi, Ibnu Mandah, Al-Lalikai, Ibnu Abi Ashim, Al-Khalal, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, Ibnu abdil Bar, Al Khatib Al-Baghdadi, Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahab beserta anak-anak dan cucu-cucunya yang menjadi ulama Nejd, Muhibuddin Al-Khatib, Muhammad Hamid Al-Fiqi dari Mesir dan ulama Sudan, para ulama Maroko dan Syam, dan seterusnya.
Kemudian ulama masa kini yang berjalan di atas manhaj ulama terdahulu seperti Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz (mufti negara Saudi Arabia), Syaikh ahlul hadits Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah Alu Syaikh, Syaikh Shalih Al-Fauzaan, Shalih Ak-Athram, Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Abdullah Al Ghadyan, Shalih Al-Luhaidan, Abdullah bin Jibrin, Abdur Razaq Afifi, Humud At-Tuwaijiri, Abddul Muhsin Al-Abbad, Hammad Al-Anshari, Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali, Muhammad Aman Al-Jami’, Ahmad Yahya An-Najami, Zaid Muhammad Hadi Al-Madkhali, Shalih Suhaimi, Shalih Al-‘abbud dan para ulama lain yang berada di alam Islami (saat ini).
Kita memohon petunjuk kepada Allah yang Maha Hidup dan berdiri sendiri untuk menjaga yang masih hidup dari mereka dan merahmati yang sudah meninggal. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita semua orang-orang yang mengikuti langkah mereka dan membangkitkan kita bersama mereka dan Nabi tauladan kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam di dalam Surga Firdaus. (Lihat Sallus Suyuf hal. 78-79)

CIRI-CIRI DAN SIFAT ULAMA PEWARIS NABI
Didunia ini ulama dibagi menjadi 2 bagian:
1. Ulama su’ (ulama yang jahat)
2. Ulama pewaris Nabi

Sifat Ulama Su’ (Ulama Yang Jahat)
Ulama su’ memiliki sifat cinta yang berlebihan terhadap kesenangan dunia. Ibnu Qudamah menjelaskan tentang mereka dengan mengucapkan: “Mereka adalah orang-orang yang bertujuan menggunakan ilmu agama untuk bersenang-senang dengan dunia dan mencapai kedudukan yang tinggi disisi pendukungnya. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Dari abu Hurairah radliyallahu ‘anhu dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bahwasanya beliau bersabda: “Barang siapa yang mempelajari suatu ilmu yang semestinya untuk mencari wajah Allah, (kemudian) dia tidak mempelajarinya melainkan untuk mendapatkansebuah tujuan dunia, dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat nanti.” (HR. Abu dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ahmad)
Dalam riwayat lain Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
“Barang siapa yang mempelajari ilmu agama untuk membanggakan diri terhadap para ulama atau mendebat orang-orang yang bodoh atau mengalihkan perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka.” (HR. Tirmidzi)
Sebagian Salaf menandaskan: “Manusia yang paling menyesal disaat meninggal dunia adalah orang alim yang menyia-nyiakan ilmunya.”

Sifat Ulama Pewaris Nabi
Mereka mengetahui bahwa dunia itu hina dan akhirat itu mulia. Keduanya seperti dua madu (dibawah seorang suami, pent.). Oleh kerena itu mereka lebih mengutamakan akhirat. Hal ini mereka realisasikan dalam bentuk perbuatan yang tidak pernah menyelisihi ucapan mereka. Mereka cenderung mempelajari ilmu yang bermanfaat di akhirat dan menjauhkan ddiri dari ilmu yang sedikit manfaatnya.
Sebagaimana telah diriwayatkan dari Syaqiq Al-balkhi rahimahullah bahwa dia pernah bertanya kepada Hatim: “Engkau telah bergaul denganku beberapa lama, lalu apa yang engkau pelajari (dariku)?’
Hatim menjawab: (aku telah mempelajari) 8 perkara, diantaranya yang pertama:
Aku melihat kepada para mahluk, maka aku dapati setiap orang memiliki kekasih. Namun tatkala ia memasuki kuburannya ia berpisah dari kekasihnya. Disaat itu aku menjadikan kebaikan-kebaikanku sebagai kekasihku agar kekasihku tetap bersamaku di dalam kubur…dst.
Kemudian termasuk sifat ulama akhirat:
 Mereka menjauhi penguasa dan menjaga diri mereka.
Hudzaifah bin Yaman menasehatkan: “Hindari oleh kalian tempat-tempat fitnah.” Beliau ditanya:”Apa itu tempat-tempat fitnah.”Beliau menjawab:’(tempat-tempat fitnah) adalah pintu-pintu para penguasa. Salah seorang diantara kalian masuk menemui seorang penguasa, lantas dia akan membenarkan penguasa itu dengan dusta dan menyatakan sesuatu yang tidak ada padanya.”
Said bin Musayyib menegaskan:”Jika kamu melihat seorang alim bergaul dengan penguasa, maka hati-hatilah darinya karena sesungguhnya dia adalah pencuri.”
Sebagian Salaf menjelaskan:”Sesungguhnya tidaklah kamu mendapatkan sesuatu kehidupan dunia (dari para penguasa) melainkan mereka telah memperoleh dari agamamu sesuatu yang lebih berharga darinya.”
 Mereka tidak terburu-buru dalam berfatwa (sehingga mereka tidak berfatwa kecuali setelah menyakini kebenarannya).
Adalah para Salaf saling menolak untuk berfatwa sampai pertanyaan kembali lagi kepada orang yang pertama (di tanya).
Abdurrahman bin Abi Laila menceritakan kisahnya: “Aku pernah mendapati di masjid (nabi) ini 120 orang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Tidak ada seorang pun dari mereka saat ditanya tentang suatu hadits atau fatwa melainkan dia ingin saudaranya (dari kalangan shahabat yang lain) yang menjawabnya. Kemudian tibalah masa pengangkatan kaum-kaum yang mengaku berilmu saat ini. Mereka bersegera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang kalau seandainya pertanyaan ini dihadapkan kepada Umar bin Khattab, niscaya beliau mengumpulkan ahli Badar untuk di ajak bermusyawarah dalam menjawabnya.”
 Ulama akhirat mayoritas pembahasan mereka adalah ilmu yang berkaitan dengan amal dan perkara-perkara yang dapat merusakannya, mengotori hati dan membangkitkan was-was. Hal ini disebabkan karena membentuk amalan-amalan sangat mudah sedangkan membersihkan amat sulit. Kaidah dasarnya adalah: “Menjaga diri dari kejelekan tidak akan bisa terjadi hingga ia mengetahui tentang kejelekan.”
 Ulama akhirat selalu membahas atau mencari rahasia amalan-amalan yang di syariatkan dan memperhatikan hikmah-hikmahnya. Jika mereka tidak mampu menyibak tabir rahasianya, mereka tetap bersikap pasrah dan menerima syariat Allah.
 Termasuk sifat Ulama Akhirat adalah mengikuti para shahabat dan orang-orang pilihan dari kalangan tabi’in selanjutnya mereka menjaga diri dari setiap perkara baru dalam agama(bid’ah).
(disadur dari Minhajul Qashidin karya Ibnu Qudamah Al-Maqdisi hal. 23-26, Maktabah Dar bayan Muassah ‘Ulumul Qur’an)




PUJIAN ALLAH TERHADAP ULAMA
Setelah kita mengetahui peranan penting para ulama dalam melanggengkan keberlangsungan dakwah Islam, rasanya sangatlah tepat Allah memuji mereka dalam banyak ayat Al-Qur’an. Diantaranya Allah berfirman:
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Kalaulah mereka menyerahkan urusannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahui dari mereka (Rasul dan ulil amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikuti syaithan, kecuali sebagian kecil saja (diantara kamu).”(An-Nisa:83)
Imam Al-Hasan Al-Basri dan Al-Qatadah menafsirkan:”Ulil amri dalam ayat ini adalah ahlul ilmi dan fiqh.”(Tafsir Thabari jilid 3 juz 5 hal.177 cet. Dar.Kutub Ilmiyyah)
Allah juga berfirman:
“Allah memberikan kesaksian bahwasanya tidak ada ilah melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga memberikan kesaksian demikian). Tidak ada ilah melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran:18)
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan: “…ini kedudukan yang mengandung keistimewaan agung bagi para ulama….”(Tafsir Ibnu Katsir, jilid I hal.360, cet.Dar.Ma’rifah)
Lihatlah bagaimana dalam ayat ini Allah menggandengkan antara persaksian orang-orang berilmu dengan persaksian Allah sendiri dan malaikat-Nya. Hal ini menunjukan keutamaan yang agung bagi para ulama.”(Sallus Suyuf hal.63)
Allah berfirman:
“Katakan: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”(Az-Zumar:9)
Imam Al-Qurthubi mengomentari ayat ini dengan menyatakan: “Orang yang berilmu adalah orang yang bisa mengambil manfaat dari ilmunya dan tidak bisa mengambil manfaat dari ilmunya dan tidak mengamalkannya, maka ia bukan seorang yang berilmu…..”(Tafsir Qurthubi jilid 8 juz 15 hal. 156, cetakan Dar Kutub Ilmiyyah)
Tentunya pertanyaan Allah disini adalah pertanyaan “pengingkaran”. Yang jelas jawabannya adalah: “Tidak sama.” Maka dari pemahaman ini ayat diatas menunjukkan keutamaan ulama dari yang bukan ulama.
Syaikh Tsaqil Ibnu Shalfiq Al-Qasami mempertegaskan hal ini. Beliau menyatakan:”Lihatlah bagaimana dalam ayat ini Allah memuliakan para ulama! (Allah menjelaskan) bahwa orang yang tidak berilmu tidak sama kedudukannya dengan orang yang berilmu.”(Sallus Suyuf hal.63)
Allah berfirman:
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat…..”(Al-Mujadalah: 11)
Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat diatas dengan menyatakan:”Maksud”(“Allah meninggikan mereka”) adalah dalam hal pahala di akhirat dan kemuliaan di dunia. Maka Allah mengangkat derajat orang yang beriman diatas orang yang beriman, dan mengangkat derajat orang yang berilmu diatas derajat orang yang tidak berilmu. Ibnu Mas’ud berkata: “Dalam ayat ini Allah memuji para ulama.”Makna ayat ini adalah Allah mengangkat (derajat) orang yang beriman dan berilmu diatas orang yang beriman namun tidak berilmu beberapa derajat dalam agama mereka jika mereka melaksanakan apa yang diperintahkan Allah…”(Tafsir Qurthubi jilid 9 juz hal. 194, cetakan Dar Kutub Ilmiyyah)
Demikianlah beberapa ayat beserta tafsirannya yang mengandung pujian terhadap para ulama. Tentunya banyak ayat lain yang senada dengan ayat-ayat diatas. Kami membawakan sebagian saja unttuk meringkas pembahasan kita ini. Keterangan diatas sekali lagi menunjukan kepada kita bahwa para ulama adalah orang-orang yang mulia disisi Allah sehingga menjadi sebab turunnya rahmat di alam ini. Oleh karena itu semua muslimin memiliki kewajiban memuliakan para ulama pewaris nabi sebagaimana Allah telah memuliakan mereka. Barang siapa yang ingin menanam saham dalam menghancurkan dan merusak Islam, tentu ia akan menjatuhkan kehormatan dan meninggalkan para ulama.
Cinta pada para ulama adalah salah satu tanda bagi seseorang bahwa dia Ahlus Sunah. Al-Imam Abu Utsman As-Shabuni mengatakan: “salah satu tanda dari Ahlus Sunah adalah mereka (Ahlus Sunnah) cinta kepada para Imam Sunnah, para ulama sunnah dan para wali Sunnah. Disamping itu mereka benci kepada para Imam ke bid’ahan yang menyeru ke neraka dan menunjukan para pengikutnya ke tempat kebinasaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghiasi dan menyinari hati dengan cahaya cinta kepada para ulama sunah sebagai sebuah keutamaan dari Allah ‘aza wa Jalla.”(Aqidatus Salaf Ash-Habul Hadits karya Abu Utsman Ashabuni hal. 121 cetakan Maktabah Ghuraba Al-Atsariyah)
Adapun membenci para ulama merupakan salah satu tanda bagi seorang bahwa ia adalah Ahlul Bid’ah. Mengenai hal ini, Abu Utsman Ashabuni berkata:”Tanda-tanda Ahlul Bid’ah sangat jelas dan nampak pada diri mereka. Tanda mereka yang paling menonjol dan nampak jelas adalah permusuhan mereka yang keras, penghinaan dan pelecehan terhadap ulama pembawa hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Mereka menggelari para ulama dengan sebutan “orang dungu”, “bodoh”,”tekstual”dan “orang yang suka menyerupakan Allah dengan makhluk –Nya “dst… (Aqidatus Salaf hal.116)
Inilah beberapa keterangan seputar pembahasan ulama pewaris Nabi. Kita berharap pada Allah, mudah-mudahan tulisan ini bermamfaat bagi kaum muslimin dalam mengenali para ulama yang berada di tengah-tengah mereka.
Ya Allah! Jadikanlah kami para hamba-Mu yang gigih dalam membela agama-Mu dan terimalah amal-amal kami sebagai amal yang berbuah hasil ridla di sisi-Mu.Amin,ya Rabbul ‘alamin.

∞∞ ∞∞ ∞∞


Maraji’ (Daftar Pustaka):

1. Al-Hujjah fi bayanil Mahajjah, Abul qasim Al-Ashbahani, tahqiq dan dirasah Muhammad bin Rabi’ bin Hadi Umair Al-Madkhali, cetakan dar Rayah.S
2. Minhajul Qashidin, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, cetakan Maktabah Dar Bayan.
3. Sallus Suyuf wal Asinnah ‘ala Ahlil Ahwa wal Ad’iyais Sunnah, Dar Ibnu Atsir.
4. Minhajul Qasidhim, Ibnu Qudamah Al-Maqdisi, penerbit Maktabah Dar Bayan & Muassah “Ulumul Qur’an.
5. Tafsir Thabari jilid 3 juz 5, Imam Thabari, penerbit Dar Kutub Ilmiyyah.
6. Tafsir Ibnu Katsir jilid1, Ibnu Katsir, penerbit Dar Ma’rifah.
7. Tafsir Qurthubi jilid 8 juz 15, Imam Al-Qurthubi, penerbit Dar kutub Ilmiyyah.
8. Aqidatus Salaf Ash-habul Hadits, Abu Utsman As-Shabuni, cetakan Maktabah Ghuraba Al-atsariyah.

Riwayat Hidup Imam Ahmad bin Hambal

Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal Asy Syaibani. Beliau lahir di kota Baghdad pada bulan rabi'ul Awwal tahun 164 H (780 M), pada masa Khalifah Muhammad al Mahdi dari Bani abbasiyyah ke III. Nasab beliau yaitu Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asas bin Idris bin Abdullah bin Hajyan bin Abdullah bin Anas bin Auf bin Qasith bin Mazin bin Syaiban bin Dzahal Tsa'labah bin akabah bin Sha'ab bin Ali bin bakar bin Muhammad bin Wail bin Qasith bin Afshy bin Damy bin Jadlah bin Asad bin Rabi'ah bin Nizar bin Ma'ad bin Adnan. Jadi beliau serumpun dengan Nabi karena yang menurunkan Nabi adalah Muzhar bin Nizar.Menurut sejarah beliau lebih dikenal dengan Ibnu Hanbal (nisbah bagi kakeknya).

Dan setelah mempunyai beberapa orang putra yang diantaranya bernama Abdullah, beliau lebih sering dipanggil Abu Abdullah. Akan tetapi, berkenaan dengan madzabnya, maka kaum muslimin lebih menyebutnya sebagai madzab Hanbali dan sama sekali tidak menisbahkannya dengan kunyah tersebut.

Sejak kecil, Imam Ahmad kendati dalam keadaan yatim dan miskin, namun berkat bimbingan ibunya yang shalihah beliau mampu menjadi manusia yang teramat cinta pada ilmu, kebaikan dan kebenaran. Dalam suasana serba kekurangan, tekad beliau dalam menuntut ilmu tidak pernah berkurang. Bahkan sekalipun beliau sudah menjadi imam, pekerjaan menuntut ilmu dan mendatangi guru-guru yang lebih alim tidak pernah berhenti. Melihat hal tersebut, ada orang bertanya, Sampai kapan engkau berhenti dari mencari ilmu, padahal engkau sekarang sudah mencapai kedudukan yang tinggi dan telah pula menjadi imam bagi kaum muslimin ? Maka beliau menjawab, Beserta tinta sampai liang lahat.

Beliau menuntut ilmu dari banyak guru yang terkenal dan ahli di bidangnya. Misalnya dari kalangan ahli hadits adalah Yahya bin Sa'id al Qathan, Abdurrahman bin Mahdi, Yazid bin Harun, sufyan bin Uyainah dan Abu Dawud ath Thayalisi. Dari kalangan ahli fiqh adalah Waki' bin Jarah, Muhammad bin Idris asy Syafi'i dan Abu Yusuf (sahabat Abu Hanifah ) dll. dalam ilmu hadits, beliau mampu menghafal sejuta hadits bersama sanad dan hal ikhwal perawinya.

Meskipun Imam Ahmad seorang yang kekurangan, namun beliau sangat memelihara kehormatan dirinya. Bahkan dalam keadaan tersebut, beliau senantiasa berusaha menolong dan tangannya selalu di atas. Beliau tidak pernah gusar hatinya untuk mendermakan sesuatu yang dimiliki satu-satunya pada hari itu. Disamping itu, beliau terkenal sebagai seorang yang zuhud dn wara''. Bersih hatinya dari segala macam pengaruh kebendaan serta menyibukkan diri dengan dzikir dan membaca Al Qur'an atau menghabiskn seluruh usianya untuk membersihkan agama dan mengikisnya dari kotoran-kotoran bid'ah dan pikiran-pikiran yang sesat.

Salah satu karya besar beliau adalah Al Musnad yang memuat empat puluh ribu hadits. Disamping beliau mengatakannya sebagai kumpulan hadits-hadits shahih dan layak dijadikan hujjah, karya tersebut juga mendapat pengakuan yang hebat dari para ahli hadits. Selain al Musnad karya beliau yang lain adalah : Tafsir al Qur'an, An Nasikh wa al Mansukh, Al Muqaddam wa Al Muakhar fi al Qur'an, Jawabat al Qur'an, At Tarih, Al Manasik Al Kabir, Al Manasik Ash Shaghir, Tha'atu Rasul, Al 'Ilal, Al Wara' dan Ash Shalah.

Ujian dan tantangan yang dihadapi Imam Ahmad adalah hempasan badai filsafat atau paham-paham Mu''tazilah yang sudah merasuk di kalangan penguasa, tepatnya di masa al Makmun dengan idenya atas kemakhlukan al Qur'an. Sekalipun Imam Ahmad sadar akan bahaya yang segera menimpanya, namun beliau tetap gigih mempertahankan pendirian dan mematahkan hujjah kaum Mu'tazilah serta mengingatkan akan bahaya filsafat terhadap kemurnian agama. Beliau berkata tegas pada sultan bahwa al Qur'an bukanlah makhluk, sehingga beliau diseret ke penjara. Beliau berada di penjara selama tiga periode kekhlifahan yaitu al Makmun, al Mu'tashim dan terakhir al Watsiq. Setelah al Watsiq tiada, diganti oleh al Mutawakkil yang arif dan bijaksana dan Imam Ahmad pun dibebaskan.

Imam Ahmad lama mendekam dalam penjara dan dikucilkan dari masyarakat, namun berkat keteguhan dan kesabarannya selain mendapat penghargaan dari sultan juga memperoleh keharuman atas namanya. Ajarannya makin banyak diikuti orang dan madzabnya tersebar di seputar Irak dan Syam. Tidak lama kemudian beliau meninggal karena rasa sakit dan luka yang dibawanya dari penjara semakin parah dan memburuk. Beliau wafat pada 12 Rabi'ul Awwal 241 H (855). Pada hari itu tidak kurang dari 130.000 Muslimin yang hendak menshalatkannya dan 10.000 orang Yahudi dan Nashrani yang masuk Islam. Menurut sejarah belum pernah terjadi jenazah dishalatkan orang sebanyak itu kecuali Ibnu Taimiyah dan Ahmad bin Hanbal. Semoga Allah senantiasa memberikan rahmat atas keduanya. Amin.

Biografi Imam At-Thahawi Al-Hanafi

Beliau adalah seorang imam pakar penghafal hadits. Nama beliau, Abu Ja'far Ahmad bin Muhammad bin Salaamah bin Salaamah bin Abdil Malik Al-Adzi Al-Hajari Al-Mishri Ath-Thahawi Al-Hanafi. Beliau dilahirkan di Buthha, sebuah desa di negeri Mesir, yang sekarang ini masuk wilayah muhafazah (setingkat kabupaten) al-Meniya. Belai dilahirkan pada tahun 239 H, ada juga yang mengatakan 237 H. dibesarkan dirumah kediaman yang penuh ilmu dan keutamaan. Ayah belai adalah seorang ulama. Sedangkan pamannya, Al-Imam Al-Muzanni, sahabat Al-Imam Asy-Syafi'I yang membantu menyebarluaskan ilmu beliau.

Al-Imam ath-Thahawi belajar pada pamannya sendiri Al-Muzanni dan mendengar periwayatan pamannya dari Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah. Tatkala beliau menginjak usia 20 tahun, beliau meninggalkan madzhab Al-Imam Asy-Syafi'i, dan beralih ke madzhab Al-Imam Abu Hanifah.

Diantara guru-guru beliau selain pamannya, Al-Muzanni, juga Al-Qadhi Abu Ja'far Ahmad bin Imran Al-Baghdadi, Al-Qadhi Abu Khazim Abdul Hamid bin Abdul 'Aziz al-Baghdadi, Yunus bin Abdul 'Ala Al-Mishri dan lain-lain.

Diantara murid-murid beliau: Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Manshur, Ahmad bin Al-Qasim bin Abdillah Al-Baghdadi yang dikenal dengan Ibnul Khasysyab Al-Hafizh, Abul Hasan Ali bin Ahmad Ath-Thahawi dan lain-lain.

Al-Imam Ath-Thahawi adalah orang berilmu yang memiliki keutamaan. Beliau menguasai sekaligus Ilmu Fikih dan Hadits, serta cabang-cabang keilmuan lainnya. Baliau menjadi wakil dari Al-Qadhi Abu Abdillah Muhammad bin 'Abdah, seorang qadhi di Mesir.

Ibnu Yunus memberi pernyataan tentang beliau: Beliau orang yang bagus hafalannya dan terpercaya, alim, jenius dan tak ada yang menggantikan beliau. Ibnul Jauzi dalam Al-Muntazham menyatakan: seorang penghafal yang terpercaya, bagus pemahamannya, alim dan jenius. Ibnu Katsir juga menyatakan dalam Al-Bidayah wa Nihayah :Beliau adalah seorang penghafal yang terpercaya sekaligus pakar penghafal hadits.

Pada Awal bulan Dzul-Qa'idah dalam usia delapan puluh tahun lebih, beliau wafat. Tepatnya pada tahun 321 H.

(Dikutip dari Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, Penerbit Darus Shahabah Lith-Thiba'ah wan Nasyr, Bairut, Libanon)

Biografi Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah Ta'ala

Beliau adalah Syamsuddin Abu 'Abdillah Muhammad bin Abubakar bin Ayyub bin Su'ad bin Hariz az-Zar'i ad-Dimasyqi, dan dikenal dengan sebutan Ibnul Qoyyim. Beliau adalah ahli fiqih bermazhab Hanbali. Disamping itu juga seorang ahli Tafsir, ahli hadits, penghafal Al-Quran, ahli ilmu nahwu, ahli ushul, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid. Beliau adalah salah seorang murid seorang imam dan mujtahid, Syaikhul-Islam Taqiyuddin Ahmad ibn Taymiyyah al-Harani ad-Dimasyqi yang wafat tahun 728 H.

Ibn Rajab menuturkan bahwa Ibnul-Qoyyim al-Jauziyyah telah menerima pengeyahuan dari asy-Syihab an-Nabulsi dan juga dari yang lainnya. Ia juga telah menekuni nazhabnya, cakap dan mampu memberikan fatwa. Ia senantiasa menyertai Ibn Taymiyyah sekaligus mengambil ilmu dari beliau. dan menguasai ilmu-ilmu Islam. Ia adalah seorang ahli tafsir yang tiada bandingnya dan sekaligus ahli ilmu ushuluddin. Ia menguasai ilmu hadits berikut makna-maknanya, pemahamannya serta dasar-dasar pengambilan hukum darinya.

Selain itu ia menguasai pula ilmu fiqih, ushul fiqih dan bahasa arab, di samping mahir dalam bidang menulis. Ia pun menguasai ilmu kalam dan ilmu-ilmu lainnya. Ia juga seorang alim dalam hal ilmu suluk dan menguasai wacana ahli tasawuf dan tidak menolak sama sekali tasawuf. Kuatnya kesadaran akan perjalanannya ke alam kubur memotivasinya untuk menyebarkan ilmunya.

Selain itu Imam Ibnul-Qoyyim juga seorang ahli ibadah dan senantiasa menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkannya. Ia mengalami beberapa kali ujian penjara bersama Syaikh Ibn Taymiyyah. Dalam kesempatan terakhir, ia berada di penjara sendirian dan baru dilepaskan setelah syaik Ibn Taymiyyah meninggal. Ia menunaikan haji beberapa kali. Orang-orang banyak mengambil ilmu dan memperoleh manfaat darinya.

Sementara itu, Burhanuddin Az-Zar'i mengatakan bahwa tidak ada di bawah ufuk bumi ini yang lebih luas ilmunya daripada Ibnul-Qoyyim . Dia telah menulis dengan tangannya karya-karya yang tak dapat digambarkan dan menyusun sejumlah karangan yang banyak sekali tentang berbagai ilmu.

Ibnul-Qoyyim meninggal dunia pada waktu isya' tanggal 18 Rajab 751 H. Ia dishalatkan di Mesjid Jami' Al-Umawi dan setelah itu di Masjid Jami' Jarrah; kemudian dikuburkan di Pekuburan Babush Shagir.

IBNU TAIMIYAH DA’I DAN MUJAHID BESAR

NAMA DAN NASAB

Beliau adalah imam, Qudwah, ‘Alim, Zahid dan Da’i ila Allah, baik dengan kata, tindakan, kesabaran maupun jihadnya; Syaikhul Islam, Mufti Anam, pembela dinullah dan penghidup sunah Rasul shalallahu’alaihi wa sallam yang telah dimatikan oleh banyak orang, Ahmad bin Abdis Salam bin Abdillah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An-Numairy Al-Harrany Ad-Dimasyqy.

Lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak antara sungai Dajalah (Tigris) dengan Efrat, pada hari Senin 10 Rabiu’ul Awal tahun 661H.

Beliau berhijrah ke Damasyq (Damsyik) bersama orang tua dan keluarganya ketika umurnya masih kecil, disebabkan serbuan tentara Tartar atas negerinyaa. Mereka menempuh perjalanan hijrah pada malam hari dengan menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi dengan kitab-kitab ilmu, bukan barang-barang perhiasan atau harta benda, tanpa ada seekor binatang tunggangan-pun pada mereka.

Suatu saat gerobak mereka mengalami kerusakan di tengah jalan, hingga hampir saja pasukan musuh memergokinya. Dalam keadaan seperti ini, mereka ber-istighatsah (mengadukan permasalahan) kepada Allah Ta’ala. Akhirnya mereka bersama kitab-kitabnya dapat selamat.

PERTUMBUHAN DAN GHIRAHNYA KEPADA ILMU

Semenjak kecil sudah nampak tanda-tanda kecerdasan pada diri beliau. Begitu tiba di Damsyik beliau segera menghafalkan Al-Qur’an dan mencari berbagai cabang ilmu pada para ulama, huffazh dan ahli-ahli hadits negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh ulama tersebut tercengang.

Ketika umur beliau belum mencapai belasan tahun, beliau sudah menguasai ilmu Ushuluddin dan sudah mengalami bidang-bidang tafsir, hadits dan bahasa Arab.

Pada unsur-unsur itu, beliau telah mengkaji musnad Imam Ahmad sampai beberapa kali, kemudian kitabu-Sittah dan Mu’jam At-Thabarani Al-Kabir.

Suatu kali, ketika beliau masih kanak-kanak pernah ada seorang ulama besar dari Halab (suatu kota lain di Syria sekarang, pen.) yang sengaja datang ke Damasyiq, khusus untuk melihat si bocah bernama Ibnu Taimiyah yang kecerdasannya menjadi buah bibir. Setelah bertemu, ia memberikan tes dengan cara menyampaikan belasan matan hadits sekaligus. Ternyata Ibnu Taimiyah mampu menghafalkannya secara cepat dan tepat. Begitu pula ketika disampaikan kepadanya beberapa sanad, beliaupun dengan tepat pula mampu mengucapkan ulang dan menghafalnya. Hingga ulama tersebut berkata: “Jika anak ini hidup, niscaya ia kelak mempunyai kedudukan besar, sebab belum pernah ada seorang bocah seperti dia.

Sejak kecil beliau hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama, mempunyai kesempatan untuk mereguk sepuas-puasnya taman bacaan berupa kitab-kitab yang bermanfaat. Beliau infakkan seluruh waktunya untuk belajar dan belajar, menggali ilmu terutama kitabullah dan sunah Rasul-Nya shallallahu’alaihi wa sallam.

Lebih dari semua itu, beliau adalah orang yang keras pendiriannya dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah, mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Beliau pernah berkata: ”Jika dibenakku sedang berfikir suatu masalah, sedangkan hal itu merupakan masalah yang muskil bagiku, maka aku akan beristighfar seribu kali atau lebih atau kurang. Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid atau di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berdzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”

Begitulah seterusnya Ibnu Taimiyah, selalu sungguh-sungguh dan tiada putus-putusnya mencari ilmu, sekalipun beliau sudah menjadi tokoh fuqaha’ dan ilmu serta dinnya telah mencapai tataran tertinggi.

PUJIAN ULAMA

Al-Allamah As-Syaikh Al-Karamy Al-Hambali dalam Kitabnya Al-Kawakib AD-Darary yang disusun kasus mengenai manaqib (pujian terhadap jasa-jasa) Ibnu Taimiyah, berkata: “Banyak sekali imam-imam Islam yang memberikan pujian kepada (Ibnu Taimiyah) ini. Diantaranya: Al-Hafizh Al-Mizzy, Ibnu Daqiq Al-Ied, Abu Hayyan An-Nahwy, Al-Hafizh Ibnu Sayyid An-Nas, Al-Hafizh Az-Zamlakany, Al-Hafidh Adz-Dzahabi dan para imam ulama lain.

Al-Hafizh Al-Mizzy mengatakan: “Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah ….. dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih berilmu terhadap kitabullah dan sunnah Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam serta lebih ittiba’ dibandingkan beliau.”

Al-Qadhi Abu Al-Fath bin Daqiq Al-Ied mengatakan: “Setelah aku berkumpul dengannya, kulihat beliau adalah seseorang yang semua ilmu ada di depan matanya, kapan saja beliau menginginkannya, beliau tinggal mengambilnya, terserah beliau. Dan aku pernah berkata kepadanya: “Aku tidak pernah menyangka akan tercipta manasia seperti anda.”

Al-Qadli Ibnu Al-Hariry mengatakan: “Kalau Ibnu Taimiyah bukah Syaikhul Islam, lalu siapa dia ini ?”

Syaikh Ahli nahwu, Abu Hayyan An-Nahwi, setelah beliau berkumpul dengan Ibnu Taimiyah berkata: “Belum pernah sepasang mataku melihat orang seperti dia …..” Kemudian melalui bait-bait syairnya, beliau banyak memberikan pujian kepadanya.

Penguasaan Ibnu Taimiyah dalam beberapa ilmu sangat sempurna, yakni dalam tafsir, aqidah, hadits, fiqh, bahasa arab dan berbagai cabang ilmu pengetahuan Islam lainnya, hingga beliau melampaui kemampuan para ulama zamannya. Al-‘Allamah Kamaluddin bin Az-Zamlakany (wafat th. 727 H) pernah berkata: “Apakah ia ditanya tentang suatu bidang ilmu, maka siapa pun yang mendengar atau melihat (jawabannya) akan menyangka bahwa dia seolah-olah hanya membidangi ilmu itu, orang pun akan yakin bahwa tidak ada seorangpun yang bisa menandinginya”. Para Fuqaha dari berbagai kalangan, jika duduk bersamanya pasti mereka akan mengambil pelajaran bermanfaat bagi kelengkapan madzhab-madzhab mereka yang sebelumnya belum pernah diketahui. Belum pernah terjadi, ia bisa dipatahkan hujahnya. Beliau tidak pernah berkata tentang suatu cabang ilmu, baik ilmu syariat atau ilmu lain, melainkan dari masing-masing ahli ilmu itu pasti terhenyak. Beliau mempunyai goresan tinta indah, ungkapan-ungkapan, susunan, pembagian kata dan penjelasannya sangat bagus dalam penyusunan buku-buku.”

Imam Adz-Dzahabi rahimahullah (wafat th. 748 H) juga berkata: “Dia adalah lambang kecerdasan dan kecepatan memahami, paling hebat pemahamannya terhadap Al-Kitab was-Sunnah serta perbedaan pendapat, dan lautan dalil naqli. Pada zamannya, beliau adalah satu-satunya baik dalam hal ilmu, zuhud, keberanian, kemurahan, amar ma’ruf, nahi mungkar, dan banyaknya buku-buku yang disusun dan amat menguasai hadits dan fiqh.

Pada umurnya yang ke tujuh belas beliau sudah siap mengajar dan berfatwa, amat menonjol dalam bidang tafsir, ilmu ushul dan semua ilmu-ilmu lain, baik pokok-pokoknya maupun cabang-cabangnya, detailnya dan ketelitiannya. Pada sisi lain Adz-Dzahabi mengatakan: “Dia mempunyai pengetahuan yang sempurna mengenai rijal (mata rantai sanad), Al-Jarhu wat Ta’dil, Thabaqah-Thabaqah sanad, pengetahuan ilmu-ilmu hadits antara shahih dan dhaif, hafal matan-matan hadits yang menyendiri padanya ….. Maka tidak seorangpun pada waktu itu yang bisa menyamai atau mendekati tingkatannya ….. Adz-Dzahabi berkata lagi, bahwa: “Setiap hadits yang tidak diketahui oleh Ibnu Taimiyah, maka itu bukanlah hadist.


DA’I, MUJAHID, PEMBASMI BID’AH DAN PEMUSNAH MUSUH

Sejarah telah mencatat bahwa bukan saja Ibnu Taimiyah sebagai da’i yang tabah, liat, wara’, zuhud dan ahli ibadah, tetapi beliau juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Beliau adalah pembela tiap jengkal tanah umat Islam dari kedzaliman musuh dengan pedannya, seperti halnya beliau adalah pembela aqidah umat dengan lidah dan penanya.

Dengan berani Ibnu Taimiyah berteriak memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar ketika menyerang Syam dan sekitarnya. Beliau sendiri bergabung dengan mereka dalam kancah pertempuran. Sampai ada salah seorang amir yang mempunyai diin yang baik dan benar, memberikan kesaksiannya: “…… tiba-tiba (ditengah kancah pertempuran) terlihat dia bersama saudaranya berteriak keras memberikan komando untuk menyerbu dan memberikan peringatan keras supaya tidak lari …” Akhirnya dengan izin Allah Ta’ala, pasukan Tartar berhasil dihancurkan, maka selamatlah negeri Syam, Palestina, Mesir dan Hijaz.

Tetapi karena ketegaran, keberanian dan kelantangan beliau dalam mengajak kepada al-haq, akhirnya justru membakar kedengkian serta kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada beliau. Kaum munafiqun dan kaum lacut kemudian meniupkan racun-racun fitnah hingga karenanya beliau harus mengalami berbagai tekanan di pejara, dibuang, diasingkan dan disiksa.

KEHIDUPAN PENJARA

Hembusan-hembusan fitnah yang ditiupkan kaum munafiqin serta antek-anteknya yang mengakibatkan beliau mengalami tekanan berat dalam berbagai penjara, justru dihadapi dengan tabah, tenang dan gembira. Terakhir beliau harus masuk ke penjara Qal’ah di Dimasyq. Dan beliau berkata: “Sesungguhnya aku menunggu saat seperti ini, karena di dalamnya terdapat kebaikan besar.”

Dalam syairnya yang terkenal beliau juga berkata:

“Apakah yang diperbuat musuh padaku !!!!

Aku, taman dan dikebunku ada dalam dadaku

Kemanapun ku pergi, ia selalu bersamaku

dan tiada pernah tinggalkan aku.

Aku, terpenjaraku adalah khalwat

Kematianku adalah mati syahid

Terusirku dari negeriku adalah rekreasi.

Beliau pernah berkata dalam penjara:

“ Orang dipenjara ialah orang yang terpenjara hatinya dari Rabbnya, orang yang tertawan ialah orang yang ditawan orang oleh hawa nafsunya.”

Ternyata penjara baginya tidak menghalangi kejernihan fitrah islahiyah-nya, tidak menghalanginya untuk berdakwah dan menulis buku-buku tentang aqidah, tafsir dan kitab-kitab bantahan terhadap ahli-ahli bid’ah.

Pengagum-pengagum beliau diluar penjara semakin banyak. Sementara di dalam penjara, banyak penghuninya yang menjadi murid beliau, diajarkannya oleh beliau agar mereka iltizam kepada syari’at Allah, selalu beristighfar, tasbih, berdoa dan melakukan amalan-amalan shahih. Sehingga suasana penjara menjadi ramai dengan suasana beribadah kepada Allah. Bahkan dikisahkan banyak penghuni penjara yang sudah mendapat hak bebas, ingin tetap tinggal di penjara bersamanya. Akhirnya penjara menjadi penuh dengan orang-orang yang mengaji.

Tetapi kenyataan ini menjadikan musuh-musuh beliau dari kalangan munafiqin serta ahlul bid’ah semakin dengki dan marah. Maka mereka terus berupaya agar penguasa memindahkan beliau dari satu penjara ke penjara yang lain. Tetapi inipun menjadikan beliau semakin terkenal. Pada akhirnya mereka menuntut kepada pemerintah agar beliau dibunuh, tetapi pemerintah tidak mendengar tuntutan mereka. Pemerintah hanya mengeluarkan surat keputusan untuk merampas semua peralatan tulis, tinta dan kertas-kertas dari tangan Ibnu Taimiyah.

Namun beliau tetap berusaha menulis di tempat-tempat yang memungkinkan dengan arang. Beliau tulis surat-surat dan buku-buku dengan arang kepada sahabat dan murid-muridnya. Semua itu menunjukkan betapa hebatnya tantangan yang dihadapi, sampai kebebasan berfikir dan menulis pun dibatasi. Ini sekaligus menunjukkan betapa sabar dan tabahnya beliau. Semoga Allah merahmati, meridhai dan memasukkan Ibnu Taimiyah dan kita sekalian ke dalam surganya.

WAFATNYA

Beliau wafatnya di dalam penjara Qal’ah Dimasyq disaksikan oleh salah seorang muridnya yang menonjol, Al-‘Allamah Ibnul Qayyim Rahimahullah.

Beliau berada di penjara ini selamaa dua tahun tiga bulan dan beberapa hari, mengalami sakit dua puluh hari lebih. Selama dalam penjara beliau selalu beribadah, berdzikir, tahajjud dan membaca Al-Qur’an. Dikisahkan, dalam tiap harinya ia baca tiga juz. Selama itu pula beliau sempat menghatamkan Al-Qur’an delapan puluh atau delapan puluh satu kali.

Perlu dicatat bahwa selama beliau dalam penjara, tidak pernah mau menerima pemberian apa pun dari penguasa.

Jenazah beliau dishalatkan di masjid Jami’Bani Umayah sesudah shalat Zhuhur. Semua penduduk Dimasyq (yang mampu) hadir untuk menshalatkan jenazahnya, termasuk para Umara’, Ulama, tentara dan sebagainya, hingga kota Dimasyq menjadi libur total hari itu. Bahkan semua penduduk Dimasyq (Damaskus) tua, muda, laki, perempuan, anak-anak keluar untuk menghormati kepergian beliau.

Seorang saksi mata pernah berkata: “Menurut yang aku ketahui tidak ada seorang pun yang ketinggalan, kecuali tiga orang musuh utamanya. Ketiga orang ini pergi menyembunyikan diri karena takut dikeroyok masa. “Bahkan menurut ahli sejarah, belum pernah terjadi jenazah yang dishalatkan serta dihormati oleh orang sebanyak itu melainkan Ibnu Taimiyah dan Imam Ahmad bin Hambal.

Beliau wafat pada tanggal 20 Dzul Hijjah th. 728 H, dan dikuburkan pada waktu Ashar di samping kuburan saudaranya Syaikh Jamal Al-Islam Syarafuddin. Semoga Allah merahmati Ibnu Taimiyah, tokoh Salaf, da’i, mujahidd, pembasmi bid’ah dan pemusnah musuh. Wallahu a’lam.


Demikian antara lain beberapa pujian ulama terhadap beliau.

1) Dinukil dari buku: Ibnu Taimiyah, Bathal Al-Islah Ad-Diny. Mahmud Mahdi Al-Istambuli, cet II 1397 H/1977 M. Maktabah Dar-Al-Ma’rifah-Dimasyq. hal. Depan.

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMAD SYAKIR

BIOGRAFI SYAIKH MUHAMMAD SYAKIR

Dia adalah seorang 'alim yang mulia dan penulis yang produktif, seorang
pembaharu universitas Al-Azhar dan tokoh yang mulia Syaikh Muhammad Syakir
bin Ahmad bin Abdil Qadir bin Abdul Warits dan keluarga Abi 'Ulayyaa' dan
keluarga yang dermawan yang telah dikenal sebagai keluarga yang paling
mulia dan yang paling dermawan di kota Jurja.

Lahir di Jurja pada pertengahan Syawal tahun 1282 H. Beliau menghapal
Al-Qur'an di sana, dan belajar dasar-dasar studinya (di sana), kemudian
beliau rihlah (bepergian untuk menuntut ilmu) ke universitas Al-Azhar dan
beliau belajar dari guru-guru besar pada masa itu, kemudian dia dipercayai
untuk memberikan fatwa pada tahun 1307 H. Dan kemudian beliau menduduki
jabatan sebagai ketua mahkamah mudiniyyah Al-Qulyubiyyah, dan tinggal di
sana selama tujuh tahun sampai beliau dipilih menjadi Qadhi (hakim) untuk
negeri Sudan pada tahun 1317 H.

Dan dia adalah orang pertama yang
menduduki jabatan ini, dan orang yang pertama yang menetapkan hukum-hukum
hakim yang syar'i di Sudan di atas asas yang paling terpercaya dan paling
kuatnya, kemudian pada tahun 1322 H beliau ditunjuk sebagai guru bagi para
ulama-ulama lskandariyyah sampai membuahkan hasil, dan memunculkan bagi
kaum muslimin orang-orang yang menunjukkan (umat supaya) dapat
mengembalikan kejayaan Islam di seantero dunia, kemudian beliau ditunjuk
sebagai wakil bagi para guru Al-Azhar, sampai beliau menebarkan
benih-benih yang baik, kemudian beliau menggunakan kesempatan pendirian
jam'iyyah Tasyni'iyyah pada tahun 1913 M

kemudian beliau berusaha untuk
menjadi anggota organisasi tersebut, sebagai pilihannya dari sisi
pemerintah Mesir, dan dengan itulah beliau meninggalkan jabatannya, serta
enggan untuk kembali kepada satu bagianpun dan jabatan-jabatan tersebut,
dan beliau tidak lagi berhasrat setelah itu kepada sesuatu yang memikat
dirinya, bahkan beliau lebih mengutamakan untuk hidup dalam keadaaan
pikiran, amalan, hati dan ilmu yang bebas lepas, dan dia memiliki
pemikiran-pemikiran yang benar pada tulisannya, dan ucapan-ucapan yang
membakar, senantiasa ada yang menentang itu semua yang mengumandangkannya
pada pikiran-pikiran sebagian besar orang-orang yang bensikeras terhadap
perkara-perkara Ijtimaiyyah, dan termasuk dan karakteristik beliau yaitu
bahwa beliau mengokohkan agamanya, mengokohkan dirinya di dalam aqidahnya,
mengokohkan pemikirannya, dia itu pemberani bukan pengecut, dia tidak
menghindar dari seorangpun, dan dia tidak merasa takut kecuali hanya
kepada Allah Ta'ala.

Dan dia adalah orang yang kokoh di dalam keilmuan baik secara~ naqliyah
(dalil-dalil Al-Kitab dan As-sunnah) maupun secara aqliyah, dan tidak ada
seorangpun yang dapat menyepak dia di dalam diskusi maupun perdebatan
karena dalamnya dia di dalam menegakkan hujjah-hujjah dan membuat sang
pendebat menjadi terdiam, karena kesuburan otaknya dan
pemikiran-pemikirannya yang berantai, dan karena pemikiran-pemikirannya
terangkaikan di atas kaidah-kaidah mantiq yang shahih lagi selamat.

Dan pada akhir umur beliau terbaring di rumahnya karena sakit, dan beliau
selalu berada di ranjangnya, tatkala lumpuh menimpanya beliau merasakannya
dengan sabar dan penuh berharap (akan ampunanNya), beliau ridha terhadap
Tuhannya dan terhadap dirinya, dengan penuh keyakinan bahwa dinirya
benar-benar telah menegakkan apa yang diwajibkan bagi dirinya berdasarkan
agamanya, dan umatnya, menunggu panggilan Rabbnya kepada hamba-Nya yang
shaleh.

"Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridha
lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah hamba-hamba-Ku dan
masuklah ke dalam sorga-Ku" (AI-Fajr: 27-30)

Semoga Allah Ta'ala merahmati beliau dengan rahmat yang luas, beliau
rahimahullah wafat pada tahun (1358) H yang bertepatan pada (1939) M dan
semoga juga terlimpah bagi anak beliau yaitu Al-'Allamah Syaikh Ahmad
Muhammad Syakir Abil Asybal seorang Muhaddits besar yang wafat pada tahun
1958 M rahimahullah yang telah menulis suatu nisalah tentang perjalanan
hidup ayahnya yang diberi nama "Muhammad Syakir" seorang tokoh dan para
tokoh zaman.

Selesai dengan (beberapa) pengubahan dari biografi anaknya Al-'Allamah
Ahmad Muhammad Syakir rahimahullah



Sulaiman Rasyid
---------------

"Semua kebaikan berada pada mengikuti orang-orang yang telah lalu
(Shahabat), dan semua kejelekan berada pada mengikuti kebid'ahan
orang-orang kemudian."

FOOT NOTE

A. PENGERTIAN FOOTNOTE
Footnote adalah daftar keterangan khusus yang ditulis dibagian bawah setiap lembaran atau akhir BAB karangan ilmiah. Footnote bisa digunakan untuk memberikan keterangan dan komentar, menjelaskan sumber kutipan atau sebagai pedoman penyusunan daftar bacaan atau biografi.
Footnote harus berupa:
1. Catatan dari kutipan sumber yang berupa buku, jurnal hasil penelitian, majalah atau koran, pidato, hasil pembicaraan atau wawancara.
2. Catatan himbauan informasi yang oleh penulisnya tidak dimasukan kedalam teks karangan, karena diaangap mengganggu ide pokok pembahasaan, namun disisi lain dianggap penting untuk disajikan

Unsur- unsur Footnote.
I. Untuk Buku
 Nama pengarang(editor, penterjemah), ditulis dalam urutan biasa, diikuti koma(.).
 Judul buku, ditulis dengan huruf kapital (kecuali kata-kata tugas), digaris bawahi.
 Nama atau nomor seri.
 Data publikaasi
 Nomor jilid.
 Nomor halaman diikuti titik(.)

II. Untuk Artikel dalam Majalah/Berkala
 Nama pengarang
 Judul artikel, di antara tanda kutip(“....”)
 Nama majalah jika ada
 Tanggal penerbitan
 Nomor halaman

III. Surat kabar
 Macam tulisan
 Nama surat kabar
 Tanggal, bulan, dan tahun penerbit
 Bagian
 Nomor halaman
 Kolom

IV. Pernyataan Lisan
 Nama
 Kedudukan atau jabatan
 Tempat diucapkannya suatu statmen
 Tanggal, bulan, tahun, dan jam (jika ada)
 Ijin dari yang mengeluarkan statmen

V. Karya Tak Diterbitkan
 Nama
 Judul karya
 Dimana karya itu dapat ditemukan
 Tanggal, bulan, dan tahun jika ada
 Nomor halaman

VI. Ensiklopedi
Artikel-artikel yang terdapat dalam ensiklopedi untuk footnote skripsi atau tesis diperlakukan seperti artikel majalah atau jurnal. Jika ada nomor edisi, nomor edisi itu harus disebutkan antara nama ensiklopedi, dengan nomor jilidnya. Hal ini diperlukan untuk memudahkan identivikasi. Jika nomor edisi tidak disebutkan, ensiklopedi itu diperlukan sebagai edisi pertama, dan untuk edisi pertama, nomor edisinya tidak perlu dicantumkan.


B. SISTEMATIKA PENULISAN FOOT NOTE

1) Footnote memiliki sistematika penulisan tersendiri, yaitu:
a. Footnote harus dipisahkan oleh sebuah garis, yang panjangnya 14 karakter dari margin kiri dan berjarak satu setengah sampai dua spasi dari teks.
b. Apabila terdapat lebih dari satu footnote, antara masing-masing footnote diberi jarak dua spasi tunggal.
c. Diberi penomoran
Penomoran Footnote dilakukan dengan mengunakan angka yang diletakan dibagian belakang kata atau kalimat yang diberi catatan kaki, dengan posisi sedikit keatas tanpa memberikan tanda baca apapun. Nomor itu dapat berurut untuk setiap halaman, setiap BAB, atau seluruh tulisan.
d. Footnote diberi jarak enam karakter dari margin kiri.
e. Jika Footnote lebih dari satu baris. Maka baris kedua dan selanjutnya dimulai seperti margin teks biasa (tepat pada margin kiri).
f. Jarak garis terakhir Footnote tetap 3 cm dari pinggir kertas bagian bawah.
g. Keterangan yang panjang tidak boleh dilangkaukan kehalaman berikutnya lebih baik potong tulisan asli dari pada potong Footnote
h. Jika keterangan yang sama menjadi berurutan(misalnya keterangan nomor 2 sama dengan nomor 3), cukup tuliskan kata Ibid daripada mengulang-ulang keterangan Footnote.
i. Jika ada keterangan yang sama tapi tidak berurutan, berikan keterangan op.cit lihat (x), (x) merupakan nomor keterangan sebelumnya.
j. Jika keterangan seperti op.cit tetapi isinya keterangan tentang artikel gunakan loc.cit.
k. Untuk keterangan mengenai referensi artikel atau buku tertentu, penulisannya mirip daftar pustaka tetapi nama pengarang tidak dibalik.
l. Apabila ada kemungkinan suatu kutipan berasal lebih dari suatu sumber, maka sumber-sumber itu semuanya disebutka dalam satu footnote. Antara masing-masing footnote dihubungkan dengan tanda titik koma (;).
m. Footnote yang berupa pengutipan di buku dan lainnya menyebut secara berturut-turut, seperti:
Nama pengarang, judul buku (diberi garis bawah atau cetak miring), tempat penerbitan, penerbit, tahun terbitan, dan nomor halaman buku atau sumber yang dikutip. Tiap-tiap unsur dipisahkan oleh tanda koma kecuali antara tempat penerbitan dan penerbit diberi tanda titik dua. Dan antara tempat terbit, nama penerbit, tahun tebit diberi tanda kurung buka dan kurung tutup. Contoh : Dedi Supriyadi, Filsafat Islam, [Bandung: pustaka setia, 2000].
n. Teknik penulisan secara lengkap (catatan kaki dari sumber yang ditulis dua orang atau lebih, dan lainnya termasuk pengetikan ulang sumber yang telah dikutip sebelumnya) sebagai berikut:
a) Seorang penullis
H.M.Rasyid, islam dan kebatinan, [Jakarta : Bulan Bintang, 1974], hlm.75.




b) Dua orang penulis
Ahmad Syadali dan Mudzakir, Filsafat Umum, Pustaka setia, 1997, hlm. 11.

c) Tiga orang penulis
Warsito S,.JH.M. Rasyid dan H. Hasbulloh Bakri Disekitar Kebatinan, [ Jakarta: Bulan Bintang,1973],hlm.24.

d) Lebih dari tiga orang penulis
Abdul Karim etc, Tohib Misra Fial’asri Al_Hadist,[ Kairo: Daru Al_’Alam Al_’Arabi, 1953],hlm.223.
e) Tanpa penulis
Women and Educationi, Problem in Education [Paris: Unesco, 1953], hlm. 195.

f) Bila penulis adalah editor
Taufiq Abdulloh (e d.), Islam di Indonesia, [Jakarta: Tirtamas,1994], hlm.79.

g) Bila penulis adalah penerjemah
Abdurrohman (pend)., Tauhidul ‘Aqad’, [Yogyakarta: Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam Negeri, 1957], hlm.54.

h) Bila penulis adalah penghimpun
Amir Hamzah Wirjoyokarto (pergh), Rangkaian Musuh Menikam dari Kyai Haji Moh. Mansyur, [Surabaya: Penyebar Ilmu dan Al- Ikhsan, E.th], hlm. 82.



i) Bila penulisnya suatu perhimpunan
Redaksi Masyarakat (pend.), Konstitusi Berbagai Negara, [Yogyakarta:Parpol ,1954], hlm.93.

j) Bila disebut pengarang dan editornya
Sayyid Abdul A’la Mauludi, Word Uniti of The Muslim, Khursyid Ahmad ,ed., [Lahove: Islamic Publication ltd., V11,1967],hlm.45.

k) Bila disebut pengarang dan penerjemah
Syeeh Moh. Abdul, Islam dan Kristen Tentang Ilmu dan Peradaban, Mahjudin Syaf dan A. Bakar Usman ,pen., [Bandung: CV. Diponegoro,1970],hlm.53.

l) Bila sumber yang dikutip adalah suatu artikel dalam suatu himpunan
Musthoha Husni Assiba’i, Sosialisme Islam [Isytirabiyyatul Islam], M.Abdul Ratomi ,Pend.,[Bandung: CV. Diponegoro ,1969], hlm.31.

m) Bila mengutip kutipan orang lain
Mely b.ton , “ Masalah Perumusan Penelitian”, Di Dalam Koentjoroningrat,ed,Metode-metode Penelitian
Masykarakat, [Jakarta: Gramedia, 1977], hlm.24-60.

n) Bila kutipan ditempatkan dadalam footnote
Hamka, Perkembangan Tasawuf dari Abad ke Abad,[Jakarta: Pustaka Islam,1966],hlm.61:” dengan peristiwa yang berlaku pada abu zar’ini, mulailah tumbuh golongan kaum zahid, yang mengutamakan hidup kebatinan dan kerohanian dan menjuruskan perhatian.
o) Bila sumber adalah surat kabar dan majalah.
A. Muin umar ,” Snouch Hargronje dan Studies of Islam” , al- jami’ah , no.17 (1977): 15-24

p) Bila yang ditulis adalah pidato/ pembicaraan
Opinion Expressed By Dr. Janies Roberston at a Ratouvy Club Lunche on , [ New York City , August 19,1953]

q) Bila sumber belum dipublikasikan dalam arti luas
Simuh,” Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowasito( Suatu Studi Terkerap Serat Wirid Hidayat Jati)”, Diserbsi Doktor, tidak diterbitkan,[Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga ,1982] hlm.775.

r) Bila sumber adalah dokumen/ surat
British Museum , Haulien MSS,SIO3,Voi.23.

s) Bila sumber adalah masalah
Rosihan Anwar ,” Peranan Agama dalam Pers Indonesia” Makalah pada Peralatan Wartawan Agama RI. Di Pondok Medern Gontor , [Ponorogo, 12 Juni 1974], hlm.7.

t) Bila sumber adalah abstrak- referensi
A.B.Jones , Olefins,BIOS Report no.579(1945)

u) Bila sumber adalah hasil wawancara
Wawancara dengan Bapak K.H. Hasbulloh Baedowi, Pengasuh Pondok Pesantren Al- Ihya Ulumudin Kesugihan Cilacap,31 Desember 2000


v) Untuk penerbitan berkala
Delivery Noev”Mencari Jalan keluar dari Kemelut Sekong”, A Budi , 18 Januari 1974.

w) Untuk golongan dokumen
Departemen Agama ,Keputusan Mentri Agama no.195 tahun 1990.

2) Cara memasukan footnote:
Ada dua cara yang umum digunakan untuk memasukan footnote yaitu:
a) Footnote langsung
Footnote langsung ditempatkan dibawah statmen kutipan tanpa menunggu selesainya alenia dalam uraian teks. Contoh:

…..dan penderita sehingga penggunaan karbohidrat dalam badan penderita menjadi berjalan sebagaimana mestinya.20

20D.B Van dalen, Understanding Educational Research: An Introduction [ New York McGwar-Hill Book Company, Inc., 1962 ], p.19.



Oleh karena itu bagi seorang dokter yang baik tidaklah cukup hanya mngetahui bagaimana kerja pankreas, bagaimana hukumnya jika kelenjar itu tidak bekerja ,dan banyak ................................................

Antara footnote dengan teksdipisahkan dengan garis yang tak terputus sepanjang baris. Garis itu berjarak satu spasi tunggal dengan baris teks diatasnya, dan berjarak dua spasi tunggal dengan baris teks dibawahnya, sebaliknya antara footnote dangan garis pemisah diatasnya berjarak dua spasi tunggal, sedangkan dengan garis pemisah dibawahnya berjarak satu spasi tunggal.

b) Footnote kaki
Footnote kaki ditempatkan dibagian bawah halaman, di kaki halaman. Footnote ini lebih populer karena tampak rapih dan tidak mengganggu pembacaan. Cara penempatan footnote inilah yang sering digunakan dalam karya ilmiah.
Footnote ini dipisahkan dengan uraian dalam teks oleh suatu garis yang tidak putus-putus dari tepi kiri ke tengah halaman. Garis pemisah ini berjarak satu setengah sampai dua spasi dari garis terakhir teks, sementara footnote berjarak dua spasi tunggal dari garis pemisah itu. Apabila terdapat lebih dari satu spasi footnote antara masing-masing footnote di beri jarak dua spasi tunggal.

C. FUNGSI FOOTNOTE

Footnote memiliki fungsi yang bermacam-macam antara lain:
1) Untuk mendukung validalitas karya itu sendiri
2) Sebagai sarana untuk memperluas pembahasan karya itu sendiri
3) Untuk referensi silang
4) Sebagai tempat kutipan
5) Sebagai petunjuk sumber